68. Dua pilihan

487 92 2
                                    

꧁𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆 𝕸𝖎𝖑𝖎𝖐 𝕭𝖚𝖒𝖎꧂

Ketika seseorang benar-benar lelah dengan semua, yang ada dipikirannya hanya ada dua; tidur dan tidak bangun lagi, atau mati dan tidak kembali.

Happy reading!

DI DEPAN balkon kamarnya, mendung seakan-akan mengucapkan selamat pagi pada dunia walau tidak dimengerti artinya. Pagi itu, langit Jakarta sedikit kelabu.

Senja menghela napas panjang, lantas berbalik setelah menenteng handuk untuk guyuran air sebelum mengawali hari. Saat shower menyala, gadis itu hanya termenung di sana. Menunduk seraya menyentuh bekas jahitan panjang pada perutnya. Lalu sebagian diri Senja berbisik; mau sampai kapan ia harus sakit seperti ini?

Seperti biasa, pertanyaan tanpa jawaban itu membuatnya menarik napas dalam-dalam. Sudah bertahun-tahun lamanya operasi transplantasi ginjal itu terjadi, tapi rasanya masih sangat perih setiap kali Senja mengingatnya. Senja tahu ginjal itu milik Fajar. Niat Fajar memberikan satu ginjal padanya sempat mendapat tentangan dari Bunda dan Ayah. Mereka tidak setuju, tapi itu tidak urung membuat Fajar menyerah begitu saja.

Lalu saat Fajar pergi untuk selama-lamanya, Senja seperti kekasih yang ditinggal belahan jiwanya sendirian.

Seperti dalam adegan drama Korea atau drama lainnya, rutinitas terakhir Senja setelah keluar dari kamar mandi adalah; menatap pantulan dirinya dalam cermin. Gadis itu tersenyum untuk menguatkan dirinya sendiri. Namun cairan merah yang keluar dari hidung mancungnya merusak segalanya.

Buru-buru Senja menyalakan keran, membasuh hidungnya yang terus-menerus mengeluarkan darah. Seakan tak cukup sampai di sana, perutnya mulai bergejolak hebat. Padahal Senja belum menelan apa-apa pagi ini, tapi ia sudah dipaksa mengeluarkan semua isi perutnya.

Napasnya terengah, begitu juga matanya yang berair. Senja mencengkeram ujung wastafel kuat-kuat, sambil terus menunduk mengeluarkan semuanya-- padahal tidak ada apa-apa. Pahit sekali. Muntahan itu ibarat kenyataan pahitnya hidup yang ia hadapi.

Gadis itu meringis, memegangi perutnya seirama dengan air mata yang jatuh membasahi pipi.

Bunda, Senja nggak kuat...

Dan seandainya Tuhan betulan bisa mendengar keluhan umatnya, akankah Tuhan mengirimkan satu malaikat untuk datang dan menjemputnya?

Satu saja, ia hanya mau satu.

***

Seperti hari-hari biasa, kecuali kalau ada upacara dadakan-- jam setengah tujuh tepat, motor sport hitam Mars sudah terpakir di parkiran sekolah. Di sebelahnyapun sudah kelihatan ramai, berbanding terbalik dengan parkiran mobil yang ada di depan. Setelah memastikan helmnya terletak di jok motor dengan baik, lelaki itu berjalan gontai setelah mengacak rambutnya. Penampilan lelaki itu biasa saja, seperti anak sekolah pada umumnya. Namun entah mengapa, siswi-siswi bersorak bagai orang bodoh ketika melihatnya.

"Pagi, Kak Mars!"

Mars hanya mengangguk sekilas. Saat tidak sengaja berpapasan dengan adik kelas, sebagian dari mereka ada saja yang menyapa Mars. Entah itu hanya embel-embel sok kenal atau betulan kenal, tapi Mars tidak peduli-peduli banget.

Dari tahun pertama ia bersekolah di sini, Mars pernah mendengar dari teman-temannya bahwa ia adalah salah satu siswa tenar di sini. Kalau istilah dunia oren, sih, the most wanted. Tapi Mars being Mars, lelaki yang tidak tertarik pada sekitar. Kegiatannya hanya datang ke sekolah dan belajar, bukan keluar masuk ruang BK atau slengean tebar pesona sana-sini. Tapi belakangan ini, ada satu hal yang lelaki itu senangi, yaitu; melihat punggung Senja dari jauh dan memastikan gadis itu baik-baik saja.

Senja Milik Bumi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang