80. Kini, akhirnya

2K 159 30
                                    

Dengan pergimu
Aku semakin tersiksa dalam kesendirianku
Tenggelam dalam setiap luka yang diciptakan oleh ilusiku
Yang sepi dan pilu.

Tiga tahun setelah kepergian Senja, bagi Mars semuanya masih terlihat sama. Masih sepi dan hampa.

Hari ini London diguyur hujan deras, sedangkan Mars sengaja membiarkan jendela kamarnya terbuka. Untuk sekedar menikmati dinginnya malam dalam sepi yang berkepanjangan. Dengan sebuket bunga daisy yang kelopaknya hampir mengering. Namun lebih dari itu, setidaknya bunga itu jauh lebih segar jika disandingkan dengan hatinya. Di tatapnya langit kelabu yang menggantung di atas sana dengan perasaan nelangsa. Hari ini Senja berulang tahun. Meski sudah lewat tiga tahun, Mars selalu menyempatkan diri merayakannya sendirian.

Harusnya Mars tahu jika semuanya akan sia-sia. Lilin dengan angka 20 itu tidak akan dipadamkan oleh pemiliknya. Kue itu tidak akan pernah bisa dinikmati bersama-sama. Hadiah yang ia berikan juga tidak akan dipakai Senja. Namun setidaknya, lelaki itu bisa mengingat Senja lebih lama dari biasanya.

Hujan dan senyuman gadis itu.

Sama-sama memiliki kesejukan yang mampu membuat Mars merasa tenang. Dan sekarang lelaki itu sangat merindukannya.

"Gue kangen... Lo nggak kangen gue apa?" bisiknya pada dinginnya malam itu. Ada jeda sedikit lama sampai akhirnya Mars tertawa. "Gue pikir dengan nggak miliki lo kehilangan ini bakal biasa aja. Tapi ternyata, melupakan sesuatu yang nggak pernah seutuhnya jadi milik gue sakitnya bener-bener luar biasa."

Tepat saat bayangan Senja melintas dalam kepalanya, lelaki itu mengusap air matanya kasar. "Maaf karena gue jarang jengukin lo."

Setelah itu Mars menunduk, menyesali ketiadaannya selama tiga tahun. Menyesali dirinya sendiri yang terlalu pengecut untuk menemui Senja. Ia hanya takut, itu saja.

"Senja..." Seberapa keras ia menahan diri, tetap saja air matanya menetes. "Setiap gue keinget sama lo, gue selalu beli bunga kesukaan lo. Atau nggak makan es krim sebanyak yang gue bisa. Terakhir kali lo bilang mau makan es krim sama gue, kan? Jadi gue hanya perlu merasa kalo lo ada sama gue, Ja... seolah-olah gue nggak makan es krim itu sendiri."

Jika dulu Mars hanya diam untuk menghadapi sebuah kehilangan. Sekarang, ia akan berlari kemana saja dan berharap untuk tidak ditemukan. Mars telah kehilangan segalanya. Tidak Mama, tidak Papa, tidak juga Senja. Mereka semua sama saja.

Luka yang berhasil gadis itu sembuhkan justru semakin menjadi-jadi. Memunculkan luka baru yang bisa saja membuat dirinya perlahan-lahan mati.

Semilir angin mulai menerbangkan gorden kamar Mars, "gue nggak baik-baik aja, Ja. Semenjak lo pergi, nggak ada orang lain lagi yang bisa gue ajak berbagi."

Lalu lelaki itu menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya pada kedua telapak tangan. Menangis sesenggukan, mungkin sampai ia kelelahan.

"Ja... gue kangen," suaranya bergetar. Untuk beberapa saat, Mars menarik napas panjang. Namun yang ia rasakan justru sesak yang menderanya kian hebat. Bahkan tahun ketiga kepergiannya, Mars masih tak bisa mengikhlaskan. Lelaki itu selalu berakhir meratap dan menangis tiap kali ingatan tentang Senja datang menguasai.

Tiga tahu, Ja... walaupun aku berusaha menghindari semua tentang kamu dengan pergi jauh, ternyata tetap nggak bisa. Rasa sakit kehilangan kamu terus mengikuti aku sampai di sini.

Tahun pertama setelah kamu pergi, aku selalu mencari-cari kamu dan berpikir bahwa kamu masih ada di sini. Tapi setiap mendapati kamu nggak ada di mana-mana, aku hancur, Ja.

Sampai tahun ketigapun aku belum bisa merelakan ragamu yang dipeluk hangatnya bumi, Ja. Aku masih menyelami sedihku tanpa berniat untuk segera menyudahinya. Aku masih merasa perih saat mengingat wajah pucat tanpa senyumanmu tiga tahun lalu. Aku masih menangis setiap kali aku merindukanmu.

Senja Milik Bumi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang