꧁𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆 𝕸𝖎𝖑𝖎𝖐 𝕭𝖚𝖒𝖎꧂
Happy reading!
LANGIT malam Jakarta diselimuti awan hitam. Hanya butuh beberapa menit sebelum hujan mengguyur kota. Berkali-kali Mars mencoba menghubungi nomor Senja, namun yang ia dengar hanyalah panggilan yang terus dialihkan. Semakin jauh, Mars belum juga menemukan keberadaan Senja.
Terhitung dari beberapa menit lalu, saat Langit bilang kalau Senja belum pulang dari sekolah. Juga dari tangis Bulan yang sungguh merepotkan. Padahal saat lelaki itu bertemu Senja tadi, gadis itu bilang akan segera pulang ke rumah.
Dengan pakaian rumahan, Mars menilas jalanan ibukota bersama perasaan yang carut-marut. Mars takut kalau-kalau Senja melakukan sesuatu yang bisa membahayakan dirinya. Mars sama sekali tidak tahu kemana lagi ia harus mencari Senja saat ini. Yang bisa ia lakukan hanyalah mengacak rambutnya frustasi. Bahkan setelah bermenit-menit berdiri di depan sekolah seperti orang bodoh, Mars masih belum bisa memutuskan kemana langkah yang harus ia tempuh setelah ini.
Namun gerimis malam itu seakan menjawab kecemasannya. Sebuah panggilan tak dikenal masuk dan begitu Mars mengangkatnya, ia hanya perlu meyakinkan pendengarannya bahwa yang ia dengar bukan ilusi semata.
"Sen--ja?" Mars memanggilnya dengan napas yang tersengal-sengal. Namun yang ia pedulikan saat ini adalah keadaan Senja. "Lo dima-"
"Tolong."
"Iya, lo di mana sekarang?"
Lalu terdengar suara grasak-grusuk dari telepon. Namun Mars tahu Senja sekarang ada di mana. Lelaki itu kelihatan susah payah menahan kekalutannya. Sangat kentara dari bagaimana tangan kiri yang mengepal kuat bersamaan dengan rahang yang mengeras.
***
Di luar hujan nampak turun deras. Suara hujan yang biasanya nampak menenangkan, malam itu berubah menjadi sesuatu yang sangat menyeramkan.
Senja mengangkat kepalanya perlahan-lahan meskipun pening menyergap bukan main. Pandangannya tampak begitu mengabur. Ia tidak tahu apakah saat ini ia sudah mati. Namun saat samar-samar Senja melihat bayang-bayang seseorang menghampirinya, ia merasa-- ia masih hidup tapi ia tidak tahu apakah mampu bertahan sampai berapa jam lagi.
"Halo?"
Suara perempuan dan Senja yakin ia sangat mengenal suara itu. Suara yang sering ia temui di sekolah.
"Udah gue bilang jangan macem-macem sama gue, tapi lo masih ngeyel."
Senja meringis saat gadis itu menarik rambutnya dengan cengkeraman yang kuat. "Rambut lo bagus, tapi kayaknya abis ini nggak lagi."
Begitu pandangannya mulai membaik dan Senja dapat melihat dengan jelas siapa orang itu, ia tercekat kala mengetahui orang itu adalah Nathalie. Senja ingin sekali mengabsen seluruh penghuni kebun binatang untuk ia sumpah serapahi di depan wajah Nathalie. Tapi Senja jelas tidak bisa melakukannya. Melihat mulutnya dijejal kain tebal dan kedua tangan serta kakinya diikat tali, gadis itu dibuat kelimpungan sendiri.
Senja ingat betul, terakhir kali ia masih berada di sekolah. Setelah itu Senja tidak ingat lagi dan malah berakhir di sini. Pada sebuah gudang kotor.
Kemudian saat ponsel gadis itu berdering, dengan sigap Nathalie mengambilnya. "Sahabat lo, mau kasih ucapan perpisahan?" Lalu dia tertawa congkak.
Lepasin aku!!
Senja memberontak saat gadis bermata bulat itu menyentuh rambutnya dengan lembut namun tatapannya mengintimidasi. Gadis itu berteriak histeris, namun tersadar kalau sekuat apapun ia berteriak, suaranya akan tetap teredam-- percuma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Milik Bumi (Completed)
Non-Fiction[SELESAI] Aku perlu puluhan malam agar aku paham apa yang kamu katakan. Bahwa kamu memang akan pergi meninggalkan. Bahwa senja adalah tanda perpisahan. Jika kita tidak ditakdirkan untuk bersatu Rindukan aku seperti pasir yang mengukir jejak kita yan...