Prolog

8.8K 768 38
                                    

꧁𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆 𝕸𝖎𝖑𝖎𝖐 𝕭𝖚𝖒𝖎꧂

Izinkan aku mengenangmu seperti dinginnya angin malam itu.
Layaknya sikapmu padaku. Perlahan, walau sebenarnya hati ini tidak mampu.

 Perlahan, walau sebenarnya hati ini tidak mampu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KITA pernah duduk berdua menyaksikan senja tiba.
Kita membicarakan banyak hal, merangkai setiap kata indah bersama.
Hingga semuanya perlahan berakhir dengan sederhana.
Kamu bahagia, sedang aku di sini meratapi semuanya sendiri tanpa kata.

"Cantik." Satu kata itu mampu meluluhkan senyumku.

"Siapa? Aku atau senjanya?"

"Senja."

Kamu tersenyum, sedang aku kembali fokus menatap si jingga. Jemariku terulur, menyentuh jemari yang lebih besar dengan ujung jariku. Membelai pelan pada tangan rapuh itu. "Aku suka."

"Aku juga suka." katamu.

Aku masih ingat bagaimana sinar matahari terpatri di wajahmu sore itu. Saat dimana kita menghabiskan sisa sore yang melelahkan bersama dengan diselingi beberapa cerita. Tentang bagaimana Bumi dan isinya ini tercipta. Juga Bumi ku yang Tuhan berikan layaknya keindahan semesta. Hingga kita kembali melupakan bahwa Bumi bukan hanya berputar untuk kita saja.

Katamu senja itu duka, merasa tak adil jika saat senja pergi justru yang terlihat adalah kegelapan.

"Kenapa bisa senja itu duka?" tanyaku saat otakku tak mampu menerjemahkan apa katamu.

Namun kamu kembali tersenyum, sembari mengusap rambutku. Aku bisa melihat bagaimana senja menghilang dari matamu dan entah kenapa hatiku merasa pedih, seperti waktu akan merenggutmu dariku.

Langit mulai menggelap, meninggalkan jejak jingga dan meninggalkan satu kalimat yang selalu ku ingat selamanya.

"Jika kita gak ditakdirkan bersatu, tolong lupakan aku seperti senja yang hilang ditelan malam. Seolah itu gak pernah bersemayam."

Aku perlu puluhan malam agar aku paham apa yang kamu katakan. Bahwa kamu memang akan pergi meninggalkan. Bahwa senja adalah tanda perpisahan.

Maka sekarang, izinkan aku mengenangmu seperti dinginnya angin malam itu. Layaknya sikapmu padaku, perlahan, walau sebenarnya hati ini tidak mampu.

***

HAI, prolognya masih sama.
Aku nggak bosen ingetin kalian supaya nggak bosen sama cerita aku. Pokoknya nggak boleh bosen, *eh kok maksa

JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK, MASA DAH KU TINGGAL HIATUS TETEP NGGAK TERSENTUH SI KALIAN PARA SILENT READER. YA YA YA?!

cukup segitu aja,
Sekian, terima mingyu

N.

N

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Senja Milik Bumi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang