Prologue

14.9K 712 13
                                    

*Minta taburan bintangnya ya*

Suasana mengharu biru mengiringi pemakaman wanita muda yang beberapa hari lagi menjadi seorang pengantin. Cuaca begitu buruk, sama buruknya dengan beberapa wajah para manusia yang berkumpul untuk menghantarkan wanita muda yang cantik itu ke tempat terakhirnya.

Hujan deras mengguyur membasahi tanah bukit tempat dimakamkannya Serra Valentino, acara pernikahan yang telah disiapkan dengan megah beberapa hari lagi pun telah kandas karena calon mempelai wanita mengambil nyawanya sendiri.

Seorang pria diatas kursi roda yang yang terlihat masih meringis menahan sakit dengan perban di kepala dan luka bakar yang terlihat pada lehernya menjalar seperti akar menjalar kedalam kemejanya yang masih belum kering, menatap lubang pemakaman itu dengan tatapan tajam.

Pria itu masih begitu terkejut melihat langsung cara bunuh diri calon istrinya, cara bunuh diri yang paling menyeramkan yang pernah pria itu lihat, tunangannya membawa bom bunuh diri dengan berlari menghindarinya.

Pria itu telah mencoba segala cara untuk menyelamatkan tunangannya, yang membuatnya mengalami luka bakar yang cukup serius.

Hampir setengah tubuhnya terbakar karena dampak dari ledakan itu, dari leher hingga pinggang. Tak hanya itu dia harus bertahan dari rasa sakit yang begitu menyiksa hanya untuk datang dan melihat pemakaman tunangannya.

Pendeta tua, berdiri agak lebih dekat ke lubang pemakaman untuk memimpin jalannya pemakaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pendeta tua, berdiri agak lebih dekat ke lubang pemakaman untuk memimpin jalannya pemakaman. Tubuh semua orang dibungkus oleh balutan kain warna hitam dengan tangan memegang payung yang berwarna hitam juga. Tanda bahwa saat ini semua sedang berduka.

Semua terdiam mendengarkan perkataan pendeta itu dengan khidmat, doa disampaikan untuk jiwa yang telah tiada. Isakan tangis terdengar dari para perempuan di pemakaman itu.  Tidak ada yang dapat menghibur luka yang didapat dari orang-orang yang ada disana.

Pria di kursi roda itu memejamkan mata memanjatkan doa agar wanita yang telah tak bernyawa, yang tak lain adalah tunangannya untuk pergi dengan damai. Tak lama matanya terbuka dan ekspresinya berubah begitu dingin dan tajam. Seperti menahan amarah tak dapat dikeluarkan, seseorang mendorongnya tepat disamping pedenta, bersamaan dengan keluarga lain dari wanita itu.

Dapat dipastikan bahwa pria itu melihat beberapa sosok di depannya, melihat dengan tatapan yang penuh kebencian pada dua orang laki-laki yang tak lain ayah kandungnya dan kakak tirinya. Ayahnya tersenyum tipis saat menangkap tatapannya, sedangkan kakak tirinya melihatnya dengan penuh prihatin.

Pria itu membenci tatapan itu, tatapan yang berbicara seperti 'aku kasihan padamu' pada dirinya. Membuat pria itu semakin membenci ayah kandung dan kakak tirinya sendiri, membuat dia tidak dapat mempercayai siapapun yang ada di dunia ini.

***

Dear Dairy.

Ini tidak mudah bagiku, aku berdiri disamping pendeta, ekspresiku sama sedihnya dengan anggota keluarga yang lain. Aku juga ikut berdoa meski bukan untuk Serra, aku berdoa pada Tuhan mengucapkan terimakasih karena tugas itu akhirnya selesai.

Serra mati dengan lambat setelah jatuh dari kudanya. Aku berdoa agar dia tidak membuka matanya lagi, namun sepertinya waktu itu doaku belum dikabulkan. Maka akhirnya memiliki ide brilian yang membuat Serra menghembuskan napas terakhirnya dengan cepat.

Calon mempelai Salvestro membuat jantungku berdetak hingga hampir melompat. Seperti siksaan yang tak pernah ada habisnya dan akhirnya dia menghembuskan nafas terakhirnya. Aku bahkan tidak melihat dia menghembuskan nafas terakhirnya, karena apa yang terjadi membuat keributan di seluruh istana milik Salvestro.

Ya Tuhan, itu momen yang memuaskan. Rasa takut ketahuan membuat seluruh tubuhku berkeringat. Namun, sensasi itu mengirimkan ledakan hangat di hatiku secara bersamaan.

Dan aku lolos dari tuduhan pembunuhan!

Oh aku berharap bahwa aku dapat membanggakan apa yang ku lalui pada semua orang, aku begitu cerdik. Tapi aku tetap diam, tidak mengatakan sepatah kata pun dan tidak berani untuk melihatkan kegembiraanku didepan mereka semua, apalagi pada keluarga Salvestro. Terutama Dantae Salvestro, pria yang sudah tua itu yang sepertinya melihatku dengan senyuman tipis di wajahnya. Apa dia mengetahui perbuatanku? Sepertinya aku harus menyingkirkannya juga.

Aku mengalihkan perhatianku pada Lucas Salvestro, tunangan dari Serra yang berada di kursi roda dekat dengan lubang menganga di tanah. Tangannya terkepal di atas kursi roda dan kepalanya menunduk. Aku bertanya-tanya apakah dia marah atau sedih karena kematian calon istrinya begitu tragis? Ataukah dia malu karena calon istrinya mati karena bunuh diri? Sebuah dosa besar yang pastinya akan menjadi perbincangan di seluruh Italy.

Hal yang membuat dia juga terluka berat.

Tapi tidak apa, luka yang ada di tubuhnya tidak berarti apa-apa untukku. Wajahnya tetap tampan seperti biasanya, malah semakin baik dengan dia memiliki luka itu artinya semakin sedikit wanita yang akan bersamanya.

Dan setelah kematian Serra dia juga pasti membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat kembali berhubungan dengan orang lain. Waktu juga yang aku butuhkan sebelum aku menantang diriku sendiri untuk mendapatkan tempat yang layak.

Pendeta itu terlihat seperti ingin menangis saat membacakan doa untuk Serra.

God, help me! I can't laugh!

------
TO BE CONTINUED

Jangan lupa tinggalkan comment & like kalau suka guys.

Jangan lupa tinggalkan comment & like kalau suka guys

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
In The Eyes Of YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang