8. Mati lampu

4.6K 374 115
                                    

Sorry for typo:v

HAPPY READING...

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku merasa terganggu dengan posisi tidurku yang tidak begitu nyaman. Hal pertama kali yang kulihat adalah dashboard mobil.

Tunggu!

Mobil?!

Aku spontan menegakan tubuhku, lalu melihat ke kanan dan ke kiri untuk memastikan aku memang benar-benar tengah berada dimobil, aku melihat Mas Rio yang tengah fokus menyetir, beralih menatap jendela mobil, ternyata langit sudah gelap, hujan rintik-rintik, sungguh horror sebenarnya.

Tapi yang kupikirkan sekarang, kenapa aku bisa ada dimobil? Seingatku tadi aku tengah berbincang dengan Nenek disofa lalu aku—oke sepertinya aku ketiduran, lalu siapa yang memindahkan ku ke mobil? Jangan bilang Mas Rio.

Aku menoleh pada Mas Rio, "Yang mindahin saya siapa Mas?"

"Kamu pikir?" Jawabnya tanpa menoleh padaku.

"Kamu Mas?" Tanyaku ragu-ragu.

"Hmm." Sahutnya malas.

"Ohh."

Tumben Mas Rio mau berbaik hati menggendongku, tubuhku kan cukup berat untuk dibawa ke mobil, tidak seperti Rebecca yang terlihat lebih enteng dan lebih cocok untuk digendong.

"Nyusahin aja." Cibirnya menyebalkan, baru saja dipuji.

"Lho, Mas Rio gak ikhlas mindahin saya ke mobil?" Kataku kesal.

"Kamu pikir saya mau gendong kamu kalo seandainya enggak ada Nenek sama Papah dirumah?"

Oke, Mas Rio nyebelin mode on, gak usah diperjelas juga kali. Salah aku juga kenapa aku nanya udah jelas-jelas pasti dia jawabnya karena terpaksa, huh!

"Mas, jangan nyebelin sehari bisa gak? Sensitive banget jadi cowok," Omelku kesal.

"Kamu pikir siapa yang nyebelin?"

"Ya kamu Mas." Sahutku cepat.

"Saya tidak akan seperti ini kalo kamu nurut sama saya."

"Nurut gimana sih Mas? Memangnya saya ngapain?"

"Kamu selalu mencampuri urusan saya." Katanya dingin. Masih tentang ini ternyata.

"Kalo yang Mas maksud urusan Mas itu Rebecca, saya gak bisa Mas."

Mas Rio terlihat mencekram stir mobil kuat-kuat, "Kamu masih belum mengerti ya?"

"Walaupun kita tidak saling mencintai, tapi saya tetap istri Mas Rio, setidaknya Mas Rio hargai saya sebagai istri, maka begitu pula sebaliknya." Ucapku tegas.

Mas Rio melirikku sekilas, "Kalau memang kamu tidak suka, lebih baik pergi, mengerti?"

"Maksud Mas cerai gitu?"

"Kamu pikir apa lagi?" Tanyanya datar.

Aku memilih untuk tidak menjawabnya, dia sedang fokus menyetir aku tidak ingin terjadi sesuatu hal yang buruk, lagipula percuma berdebat dengannya, tidak akan ada habisnya, hatinya benar-benar masih tertutup.

Ketika kami sudah sampai dirumah, cepat-cepat aku turun dari mobil, menutup kepalaku dengan tangan guna melindungiku dari rintik hujan, setelah aku masuk kedalam aku cepat-cepat membasuh kaki, cuci muka, gosok gigi dan ganti baju.

Setelah itu baru aku merebahkan tubuhku diatas ranjang, aku malas keluar kamar, sedang tidak mood melihat Mas Rio, dia sama sekali gak menganggap pernikahan ini serius, aku jadi sebal, dengan mudah mulutnya berkata bahwa aku bisa pergi. Seenak jidat.

ONE STEP CLOSER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang