36. Salju pertama

3.4K 236 10
                                    

Rio Alavares

Sedari tadi aku terus melihat jam tangan yang bertengger manis di lengan kananku, entah sudah terhitung berapa lama sejak Aluna berhias di depan cermin dan terus memoleskan sesuatu pada lehernya.

Seharusnya aku dan Luna sudah berangkat sedari tadi, karena kita sudah berencana pergi jam sepuluh pagi untuk pergi ke suatu tempat, namun kini sudah jam dua belas Aluna masih terlihat sibuk di depan cermin.

"Luna, masih lama?" Tanyaku yang dibalas Aluna dengan tatapan tajamnya.

"Aku gak akan lama kalo bukan ulah kamu, Mas!" Tuduhnya padaku.

Aku hanya menggaruk tengkukku tidak gatal. "I–ini kan musim dingin, sayang. Kamu bisa tutupin pake syal?"

"Sayang sayang pala lo peyang!" Cibirnya kesal.

"Aku kan kasih saran, Luna. Daripada kamu tutupin pake make up, kayaknya gak ngaruh deh," lanjutku.

Memang benarkan, aku tau itu salahku yang kebablasan hingga membuat banyak tanda kemerahan di area lehernya, tapi jika ia menggunalan syal aku rasa itu akan membuatnya tak terlihat.

Ia berdecak. "Udah aku bilang Mas, jangan bikin aneh-aneh di leher aku, masih aja."

Aku kembali menggaruk tengkukku malu ketika ia mengungkit hal semalam, tapi sejujurnya aku tidak menyesal melakukannya, ia terlihat begitu seksi dengan tanda yang aku buat.

"Pake sok-sok an bilang mau bikin Rio junior, itu napsu namanya, Mas." Aluna terus menggurutu.

"Yaiyalah napsu, kalo gak napsu mana bisa ada Rio junior di dunia ini, Aluna." –balasku dalam hati.

Jelas dalam hati, mana berani aku membalasnya secara langsung, bisa-bisa ia semakin meledak lalu pada akhirnya kami berdua berakhir tidak pergi kemana-mana.

Entahlah apa yang sudah Aluna lakukan padaku hingga aku berada dibawah kendalinya, ia adalah wanita pertama yang bisa membuatku diam tak berkutik, biasanya aku akan marah jika ada wanita yang membentakku atau menyudutkanku, tapi kini lihat? Aku hanya diam memperhatikan Aluna yang terus menggerutu soal diriku.

Aluna begitu menggemaskan jika sedang kesal, rasanya aku ingin mencubit kedua pipinya namun aku tahu ini bukan saat yang tepat.

"Yaudah maaf, aku salah kemarin gak pikir panjang," jelasku.

Kan? Sihir apa yang Aluna berikan sehingga aku rela minta maaf, aku bukan orang yang mudah mengatakan kata maaf, tapi untuk Aluna sepertinya bukan sering lagi, hampir setiap hari kata maaf terselip di setiap kalimatku.

"Telat Mas Rio! Lain kali jangan di ulangin, untung sekarang musim dingin!" Kesalnya sembari mengenakan syal merah hasil pemberianku.

"Maaf Aluna, tapi kayaknya bakal aku ulangin," –balasku lagi-lagi dalam hati.

"Yaudah Mas ayo, pokoknya kamu harus kasih aku es krim yang banyak, baru aku maafin," ujar Aluna membuat mataku membola sempurna.

"Sehat kamu? Makan es krim di musim dingin kayak gini?" Heranku kaget.

"Sehat kok, yang makan es krim kan aku, kok Mas Rio yang repot?"

"Minta yang lain aja, Aluna. Aku gak mau kamu sakit," tuturku jujur.

Yang benar saja dia ingin makan es krim di tengah musim dingin seperti ini, terkadang aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya.

"Yaudah gak aku maafin," ancamnya.

"Aku bisa beliin kamu yang lain, kamu mau Spagethi? Ramyun? Pizza? Aku beliin, asal jangan Es Krim."

"Gak mau, aku maunya Es Krim," keukehnya.

ONE STEP CLOSER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang