18. Kopi tanpa gula

4.5K 336 161
                                    

HAII!! Akhirnyaa aku update:))

Maap banget krna hampir 2 minggu ga apdet, soalnya aku lgi bnyk kesibukan akhir2 ini eaa, tanggal 22 juli mau ujian untuk msk kuliah nih, doain yaa!!

HAPPY READING~

°°°°

Aku mengelap peluh keringatku yang mulai membasahi pelipisku, sungguh panas sekali, padahal masih pagi, baru jogging satu putaran saja sudah kelelahan seperti ini.

Dengan pasti aku melangkah masuk kedalam minimarket berniat membeli minuman segar favorite-ku, panas-panas begini enaknya beli mimuman dingin kan.

Aku berhenti didepan kulkas, tanganku terulur berniat mengambil minuman dingin kesukaanku yang ternyata tersisa satu lagi, tapi disaat yang bersamaan tanganku bertubrukan dengan tangan seseorang yang sepertinya ingin mengambil minuman yang sama.

"Eh," gumamku spontan menoleh pada sang pemilik tangan.

Pria itu kembali menarik tangannya, "Eh silahkan, Mbak mau ambil minuman itu kan?"

Aku menggeleng cepat, "Gak apa-apa, buat Mas nya aja, saya bisa ambil yang lain."

"Eh jangan, buat Mbaknya aja. Saya gak terlalu pengen kok."

"Buatnya Mas aja, gak apa-apa."

"Buat Mbaknya aja."

"Masnya aja deh."

Mbaknya aja."

"Masnya aj—"

"Buat Mbaknya aja, saya maksa nih," Finish pria itu membuatku menggaruk pelipisku malu, lalu memutuskan mengambil minuman yang tersisa satu itu.

"Makasih Mas," ucapku tidak enak.

Pria itu terlihat mengamatiku sebentar. "Mbak yang rumahnya di Blok A itu ya?"

"Eh kok tau?"

"Rumah saya di Blok B Mbak," Jawabnya sembari tersenyum ramah.

Dia tetanggaku tapi kenapa aku baru melihat wujudnya ini ya.

"Oh iya, kenalin saya Bowo." Pria itu mengulurkan tangannya padaku.

Aku sudah hampir tertawa mendengar namanya itu, Bowo katanya? Bukan Bowo Alpenliebe kan? Wajahnya sama sekali gak cocok dengan namanya.

"Kenapa? ada yang salah ya?" Mas Bowo menatapku heran sambil menurunkan tangannya.

Aku langsung berdeham singkat, "Gak kok Mas, namanya bagus."

"Seriusan Mbak?" Kagetnya terlihat senang.

Aku hanya mengangguk sembari melipat bibirku guna menahan tawa.

"Makasih lho. Jarang-jarang ada yang puji nama saya." Mas Bowo terlihat menggaruk tengkuknya malu.

Astaga. Padahal kan aku hanya bohong,  hampir saja aku tertawa, maafkan aku selera humorku emang rendah.

"Oh iya, saya Aluna," kataku memperkenalkan diri.

"Oke Luna, namanya cantik."

"Eh—makasih Mas."

"Panggil saya Bowo aja. Gak usah pake embel-embel Mas, saya masih muda," ujarnya percaya diri.

Wah ternyata Bowo ini cerewet juga ya, nanti kalo punya anak jangan sampe kasih nama Bowo deh, nanti rada nyeleneh lagi.

"Oke Bowo, saya pamit pulang dulu ya,"  pamitku berniat berbalik.

"Eh tunggu, mau sekalian bareng gak? Saya bawa motor," tahan Bowo menawarkanku.

ONE STEP CLOSER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang