26. Lembar baru

4.4K 327 68
                                    

Aluna Oktaviani

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku guna menyesuaikan cahaya lampu yang cukup menyilaukan pandangan mata. Aku masih begitu ingat dengan kejadian buruk yang tadi siang menimpaku.

Begitu sadar aku hanya sendiri dikamar ini, aku langsung panik, mencoba turun dari ranjang dengan terburu-buru namun urung ketika aku merasa lengan kiriku berdenyut sakit.

Aku menatap pergelangan tanganku yang terlihat agak memar, sekilas kejadian mengerikan itu kembali menghantuiku, aku ingat pria itu sempat mencengkram tanganku dengan sangat kuat, bahkan sampai membuat lengan kiriku jadi biru seperti ini.

Aku terkesiap ketika merasakan pintu kamar terbuka, sedikit terkejut karena aku pikir pria tua menyeramkan yang masuk, namun yang kulihat adalah seorang pria tampan yang tengah membawa nampan dengan makanan diatasnya.

Aku menghembuskan napasku legah. Ternyata Mas Rio.

"Kamu udah bangun. Ayo makan dulu." Mas Rio meletakan nampan itu diatas nakas. Sedangkan aku hanya diam tak bergeming.

Ia setengah berjongkok dihadapanku, mensejajarkan wajahnya dengan wajahku. "Kita makan, Aluna."

Aku mengerjap beberapa kali lalu mengangguk pelan. Melihat jawabanku Mas Rio langsung tersenyum manis lalu beralih berdiri untuk mengambil satu mangkuk yang berada diatas nakas.

Aku memperhatikan gerak-gerik Mas Rio yang baru saja duduk dikursi samping ranjang, lalu ia mulai menyodorkan satu suap nasi ke mulutku.

Aku membuka mulutku perlahan, menerima suapan pertama dengan ragu.

"Mas Rio kapan kerja?" Tanyaku akhirnya. Aku tahu Mas Rio memiliki banyak kesibukan dan tidak mungkin seharian dia terus menemaniku.

Mas Rio mendongak lalu berpikir sejenak. "Mungkin besok lusa?"

Aku menatap ragu Mas Rio. "Em–saya bo-boleh ikut?"

"Boleh. Tapi kamu gak usah khawatir, Luna," ucap Mas Rio sembari kembali menyuapiku. "Saya bakal suruh Novan untuk temenin kamu disini."

Aku menatap Mas Rio kaget, lalu menggeleng. "Gak mau Mas, sa-saya takut."

Mas Rio menghembuskan napas pelan. "Percaya sama Novan, dia gak mungkin melakukan sesuatu yang buruk sama kamu. Saya juga sudah menyuruh orang untuk pasang cctv disetiap sudut rumah."

Aku menunduk lesu. "Emangnya kalo saya ikut ke kantor Mas Rio, gak boleh?"

Tangan Mas Rio tiba-tiba terangkat untuk mengelus puncuk kepalaku. "Boleh, Luna. Tapi gak mungkin kamu ikut saya setiap hari, iya kan?"

Aku mengangguk pelan berusaha mengerti. Mas Rio benar, tidak mungkin aku terus membuntuti Mas Rio pergi sedangkan nanti aku malah melupakan pekerjaan rumahku sebagai seorang istri.

"Atau kamu mau saya cari pembantu untuk bantu kamu sekaligus nemenin kamu?" Tawar Mas Rio membuatku mendongak cepat.

"Boleh," jawabku cepat. Aku rasa akan lebih baik daripada sendiri dirumah megah ini.

Mas Rio tersenyum tipis namun manis. "Yaudah, makan nya dihabisin dulu," ujar Mas Rio sambil menyodorkan satu suap nasi kearahku.

🍂🍂🍂

Seharian penuh aku terus menempel pada Mas Rio, kemanapun Mas Rio pergi aku selalu membuntutinya, aku masih sedikit trauma dengan kejadian siang tadi.

Bahkan saat dimana Mas Rio tengah menonton TV diruang tengah, aku turut duduk disampingnya, ikut menonton walaupun aku tidak suka acara bola.

ONE STEP CLOSER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang