Aluna Oktavia
"Makasih ya udah di anterin, maaf ngerepotin," ucapku pada Naya, adik sepupunya Novan.
Naya tersenyum ramah. "Sama-sama Kak, kalau gitu saya pergi dulu ya."
"Hati-hati."
Setelah mengatakan itu aku masuk kedalam rumah dengan perasaan takut, hatiku merasa tidak tenang, apalagi dengan keadaan janin di perutku, aku bingung bagaimana memberitahunya jika Mas Rio seperti ini.
Suasana rumah begitu gelap dan sepi, aku tidak bisa merasakan kehadiran Mas Rio di rumah ini, apa Mas Rio pergi?
Aku mencoba mengecek kamar untuk memastikan keberadaan Mas Rio, namun aku sama sekali tidak menemukan Mas Rio disana. Mas Rio kemana? Itu satu pertanyaan yang terlintas di otakku.
Setelah aku berkeleling rumah aku masih belum menemukan keberadaan Mas Rio, satu-satunya tempat yang terlintas di otakku adalah tempat Papah Robert.
Aku mencoba mencari kontak Papah dan menghubunginya. Aku harap Rio berada di sana.
"Hallo, Luna?" Sapa Papah di sebrang sana.
"Hallo Pah? Luna mau tanya," tuturku.
"Tanya soal apa, nak?"
"Emm–di rumah ada Mas Rio gak, Pah?"
"Gak ada. Kenapa? Kamu lagi berantem sama Rio?"
Aku menggeleng meski tau Papah tidak bisa lihat. "Bukan gitu, Pah. Mas Rio cuman lagi ngambek biasa kok, hehe."
Terdengar suara helaan nafas dari sebrang sana.
"Yasudah, kalau ada masalah cepat-cepat di selesaikan, jangan sampai jadi masalah besar."
"Iya, Pah. Makasih. Teleponnya aku tutup ya, Pah. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Aku menghembuskan napas berat, pikiranku buntu, aku benar-benar tidak tahu Mas Rio dimana, biasanya jika ada masalah Maa Rio selalu menginap di rumah Mas Novan, tapi kini masalahnya ia sedang bertengkar dengan Novan, mana mungkin Mas Rio mengungsi di tempat Novan. Apa mungkin Mas Rio menginap di kantor?
Aku merebahkan diriku di ranjang kelelahan, seharian ini aku belum makan, rasanya lemas dan juga pusing. Aku menunduk menatap perutku yang masih terlihat rata, perlahan tanganku terangkat untuk mengusapnya.
Pandanganku mulai buram karena air mata, tanpa bisa kutahan lagi air mataku jatuh, aku menangis.
Ini semua salahku, seharusnya aku tidak pergi ke rumah sakit sendiri, seharusnya aku menunggu Mas Rio pulang bekerja. Aku takut Mas Rio tidak akan mempercayaiku lagi. Penyesalan demi penyesalan datang menghampiriku.
Aku meraih satu kemeja milik Mas Rio yang tergeletak di ranjang, aku hirup aromanya dalam-dalam. Aku begitu merindukannya, entah ini efek kehamilanku atau bukan, tapi aku sangat merindukannya dan ingin memeluknya saat ini.
Drrt!
Aku mencoba menghapus air mataku dan mengecek notifikasi yang masuk ke ponselku.
Mas Tom
Aluna, Rio ada dirumah aku.
Kamu gk ush khawatir. Nanti aku
bakal bawa Rio pulang. Mungkin bsk? Yg pasti secepatnya. Don't worry, oke?Aku sedikit bernapas legah membacanya, syukurlah setidaknya aku sudah mengetahui keberadaan Mas Rio. Walaupun itu tidak bisa menghilangkan rasa khawatirku sepenuhnya.
Tiba-tiba terdengar suara bel dari luar rumah, dengan gontai aku beranjak untuk membukakan pintu.
Cklek
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE STEP CLOSER [END]
Romance"Cewek itu siapa Mas?" "Kekasih saya," jawab Mas Rio sambil menatapku. Aku tergelak singkat, "Terus saya?" "Kamu? Kamu juga kekasih saya," balasnya enteng. °°°° Aluna Oktaviani terpaksa harus menikah dengan se...