20. Cemburu?

6.2K 346 110
                                    

^^HAPPY READING^^

°°°°

"LUNAA!!" Panggil Mas Rio menggema keseluruh ruangan. "LUNAAA!!"

"IYAAA, APA MAS??" Sahutku yang tengah sibuk mencuci piring di dapur.

"KAMU DIMANA??"

"DIDAPUR MAS, SINI!"

Aku menoleh kebelakang tatkala mendengar suara langkah kaki seseorang mendekat. Mas Rio disana, dengan rapihnya berdiri didekat minibar sembari menatapku.

"Kenapa Mas?" Kataku bertanya.

"Dasi saya mana?" Tanyanya sambil merapihkan kerah kemejanya.

Aku mematikan keran air lalu berbalik menghadap Mas Rio sepenuhnya. "Tumben Mas Rio pake jas, rapih amat."

"Nanti pulang dari pemotretan saya disuruh ke perusahaan Papah, Papah bilang saya harus pake jas," jelasnya cukup panjang. Cukup terkesima melihat Mas Rio yang berniat menjelaskan.

Aku hanya mengangguk-angguk mengerti.

"Jadi, dimana dasi saya?" Tanyanya ulang.

"Dasi yang mana?"

"Yang item polos."

Aku berjalan beberapa langkah mendekat kearah Mas Rio. "Semua dasi Mas Rio aku simpen dilemari, kok."

"Tadi saya cari gak ada," jelas Mas Rio.

"Masa sih?" Heranku yang diangguki Mas Rio.

Aku berlalu dari hadapan Mas Rio menuju kamarnya, sedangkan Mas Rio membuntutiku dari belakang seperti anak ayam.

Sampai dihadapan lemari kamarnya aku langsung membukanya, mengecek dibagian pojok kiri lemari dibagian gantungan, biasanya dasi Mas Rio selalu aku gantung di hanger.

"Ada gak?" Tanya Mas Rio dibelakangku.

"Tunggu," sahutku sambil terus mencari, pada akhirnya aku menemukan dasi hitam itu lalu menyondorkannya pada Mas Rio. "Ini ada Mas!"

Mas Rio menggaruk pelipisnya malu. "Tadi perasaan gak ada deh."

"Ya nyarinya jangan pake perasaan Mas, tapi pake mata!"  Omelku membuatnya memasang wajah jengkel.

"Yaudah, makasih." Mas Rio mengambil   dasi yang aku sondorkan, lalu mulai memakainya dihadapanku.

Aku masih berdiri dihadapan Mas Rio, memperhatikan Mas Rio yang tengah sibuk memasangkan dasinya. Wajahnya terlihat kusut ketika dasinya tidak terpasang dengan rapih, ia kembali melepaskannya lalu mencobanya lagi.

"Bisa gak Mas?" Tanyaku gemas. Aku yang melihatnya jadi gregetan sendiri.

"Bisa," jawab Mas Rio sok yakin.

Bisa apanya? Tahap-tahapnya saja salah. Aku yakin nih Mas Rio waktu SMA tidak pernah pakai dasi, jadi begini kan jadinya.

Aku maju selangkah lebih dekat lalu meraih dasi Mas Rio pelan. "Sini! Biar saya yang pakein."

Mas Rio mengangguk saja, aku mulai memakaikannya dasi dengan telaten. Dalam jarak sedekat ini aku dapat merasakan deru napasnya yang begitu hangat. Aku sedikit gugup ketika aku dapat merasakan Mas Rio yang terus menatapiku.

Setelah selesai memakaikannya, aku mengusap dasinya dua kali. "Udah selesai!" Kataku bangga.

Baru saja aku ingin mundur tapi dengan tiba-tiba tangan Mas Rio menarik pinggangku mendekat. Aku sontak menahan napas, jantungku sudah berdetak sangat kencang tak karuan saat ini.

ONE STEP CLOSER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang