1. Prolog

22.1K 692 175
                                    

Aku melirik jam tanganku, sore ini aku punya janji dengan Pak Robert alias CEO dari perusahaan tempatku bekerja, katanya ada hal penting yang ingin ia bicarakan.

Aku ini tergolong pegawai yang sangat dekat dengan Pak Robert, bahkan melebihi sekretarisnya sendiri, tapi hal itu membuat para pegawai lain berpikir bahwa aku memiliki hubungan khusus dengan Pak Robert.

Biar aku jelasin, Pak Robert itu sudah tua, umurnya kisaran 45-50 aku tidak tahu pasti, selama ini Pak Robert selalu baik padaku bahkan melebihi orang tuaku sendiri, aku sudah menganggapnya seperti Ayahku sendiri.

Tapi orang-orang yang iri dengan kebaikan khusus yang Pak Robert berikan untukku malah berpikir bahwa aku adalah wanita murahan yang selalu menggoda Pak Robert, tapi untuk itu aku gak peduli, toh apa yang mereka pikirkan tentangku tidak benar kok.

Aku dengan cepat menyetop taksi yang lewat dihadapanku, lalu menyebutkan nama restoran dimana tempat aku dan Pak Robert janjikan.

Tidak memerlukan waktu yang lama dikarenakan jarak yang dekat, cepat-cepat aku membayar uang pada supir taksi lalu turun dari taksi dengan sedikit tergesa. Soalnya aku sudah agak kesiangan dari waktu yang ditentukan.

Aku masuk kedalam Restoran minimalis itu, lalu mataku mulai mencari-cari keberadaan Pak Robert diseluruh penjuru Restoran.

Aku menghampirinya ketika melihatnya melambaikan tangan padaku.

"Ayo duduk dulu, Luna." Ucap Pak Robert mempersilahkan ku untuk duduk.

Aku tersenyum membalasnya, "Iya Pak," Jawabku sembari duduk dihadapannya.

"Gimana hari ini? Kamu gak sibuk kan?" Tanya Pak Robert terdengar basa-basi.

"Lumayan sih Pak, hehe."

"Sebelum saya lanjut ngomong, kamu mau pesen makanan dulu?" Tanya Pak Robert lagi.

"Gak usah deh Pak, lagipula saya sudah makan siang kok." Tolakku halus.

Pak Robert berdeham singkat, "Begini, kamu tau kan saya punya anak laki-laki?" Kata Pak Robert mulai serius.

Aku lantas mengangguk, "Tau kok Pak, tapi gak pernah liat," Jawabku seadanya. Karena memang iya, Pak Robert katanya punya anak laki-laki tapi sampai sekarang aku tidak pernah melihat wujudnya bahkan fotonya sekalipun.

"Anak saya itu namanya Rio, dia itu anaknya keras kepala, suka gak nurut, susah banget dikasih tau, ya begitulah."

Aku hanya mengangguk-angguk sembari mendengarkan karena aku rasa Pak Robert masih ingin melanjutkan ucapannya.

"Saya sama mantan istri saya bercerai ketika umur Rio masih empat tahun, Rio jadi kekurangan kasih sayang seorang Ibu, mungkin itu juga yang menjadi faktor sikap nya Rio yang kurang lemah lembut." Pak Robert mulai menunduk.

Oke, sepertinya sekarang Pak Robert sedang curhat, tapi aku gak mengerti maksud Pak Robert untuk menceritakan masalah rumah tangganya padaku.

"Bagaimanapun saya hanya seorang Ayah, saya tidak bisa menjadi seorang Ibu dan Ayah secara bersamaan, saya adalah ayah yang buruk."

Aku langsung menggeleng, "Gak kok Pak, menurut saya Bapak itu merupakan Ayah yang hebat, Bapak jangan insecure," Kataku memberinya semangat.

Pak Robert menatap tepat kedua mataku, "Terima kasih,"

Aku hanya mengangguk karena tidak tahu harus menjawab apa. Jujur saja aku tidak mengerti maksud Pak Robert yang tiba-tiba berbicara soal anaknya.

"Rio itu merupakan anak yang harus dibimbing orang lain, saya yakin dia bisa berubah jika ada yang bisa membimbingnya," Pak Robert memberi jeda sejenak, "Tapi bukan saya orangnya."

ONE STEP CLOSER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang