45|| Kehancuran

44 6 0
                                    

Jika semua nya menjadi nyata, tak ada yang bisa mengalihkan semua pertanda yang ada.

Malam hari semua nya sudah berkumpul di meja makan, terkecuali Aamirila Haider, ia lebih memilih bekerja dibandingkan makan malam.

"Makanan nya terasa lezat, tapi saat ada wanita asing yang duduk disini rasanya semua makan menjadi hambar," sindir Zain sambil memasukkan makanan nya kedalam mulut nya.

Sedari sore tadi, Zain sudah ingin sekali menenggelamkan wanita ini. Saat mereka sedang berenang, wanita ini merengek kepada nona besar untuk berenang juga. Jadilah pertengkaran yang seharusnya terjadi, terpaksa diundur sementara.

"Inilah saat nya, aku balas dirimu karena mengganggu kami berenang," gumam Zain sambil tersenyum sinis.

Zain menoleh ke arah Tirta yang duduk disebelahnya, sedangkan melihat Zain menatap nya membuat Tirta menjadi was-was.

Zain mendekatkan dirinya, "Tirta... bukankah makanan itu sangat pedas," tanya Zain sambil berbisik.

Tirta mengangguk mengiyakan, "sekarang bagaimana caranya wanita asing itu memakan makanan pedas. Bukan hanya telur saja," suruh Zain.

Tirta melongo jadi Zain sekarang mengajak nya mengerjai wanita yang sedang makan tanpa rasa bersalah itu. "Tuan Ryan pasti bisa membujuk nya untuk memakan sambal pedas ini. Kau suruh saja, tuan Ryan."

Zain mengangguk, dia menoleh ke sebelah kanan nya mengisyaratkan untuk Ryan sedikit mendekat padanya.

Seolah mengerti, Ryan langsung menggeser kan tubuhnya, "kenapa?"

"Berikan sambal pedas ini kepada wanita asing itu, berikan saja. Dia pasti menerima apa yang kau berikan."

Ryan menggeleng, "kau yang bilang untuk jauhi wanita asing itu, sekarang kau menyuruh ku untuk berdekatan lagi."

"Cuma hari ini saja, aku ingin membuat nya tahu rasa karena sudah membuat kita pergi dari kolam berenang tadi," ujar Zain kembali.

Ryan membenarkan posisi nya, sebenarnya ia sama sekali enggan melakukan yang Zain perintahkan. Tapi, Zain ada benar nya juga wanita ini terlalu berlindung dibelakang nona Aamirila.

Zain menyenggol lengan Ryan, "cepatlah." gumam Zain pelan.

Ryan mengangguk, "jika dia tidak mau aku tidak akan memaksa nya."

Zain mengangguk, "dia tidak akan menolak pemberian kekasihnya tercinta."

Ryan berdiri dan membawa sambal yang ada di atas meja itu ke arah Neta. Wanita itu memang tidak melihat jika Ryan beranjak dari sana. Karena, wanita ini sama sekali tidak tahu sopan santun, memainkan ponsel dimeja makan.

"Tirta, kau tahu satu hal?"

"Tentang?"

"SOPAN SANTUN KETIKA DI MEJA MAKAN," ujar Zain sambil menekan kan setiap kata demi kata yang keluar dari meja makan.

"Tentu saja, Zain aku tahu."

"Baguslah, jangan seperti wanita asing ini. Sudah tidak diterima, malah berbuat tidak sopan. Sepertinya penyihir itu kena guna-guna," ujar Zain kembali sambil menatap nyalang wanita didepannya ini.

Par(End)s [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang