KONTEN YANG KONSISTEN

172 40 14
                                    

Pernahkah Temans memperhatikan pola tulisan penulis sukses? Sebutlah Tere Liye.

Menurut Temans, apakah Tere Liye memiliki ciri khas?

Apa ciri khas Tere Liye?

Bicara mengenai konsistensi sebuah konten, penting banget seorang penulis memilikinya kenapa?

1. MUDAH DIINGAT PEMBACA

Kenapa Aqua bisa bertahan puluhan tahun? Tentu saja karena perusahaannya konsisten jualan air mineral, nggak hari ini jualan air, besok jualan kopi, besoknya lagi jualan soda.

Kenapa Indomie bisa bertahan sampai ke luar negeri dan menjadi brand mi instan nomer 1 di Indonesia? Salah satunya adalah karena konsisten jualan mi, bukan bihun, bukan pasta, bukan kwetiaw, tapi mi.

Begitu pun dengan menulis. Konsistensi sangatlah penting agar nama kita diingat.

Sebagai contoh:

Siapa nama penulis yang muncul di benak kamu saat menyebutkan kata horor?

Kalau saya sih Risa Saraswati dan Stephen King.

Kalau kamu siapa?

Lagi ya.

Siapa nama penulis yang muncul di benak kamu saat menyebutkan kata fantasi?

Jawaban saya adalah JK. Rowling, JRR. Tolkien, Rick Riordan, CS. Lewis, dan Nellaneva.

Kalau kamu, siapa?

Kenapa bisa begitu? Karena penulis yang saya sebut di atas konsisten mengusung satu genre. Sehingga kalau ada teman saya misalnya yang tanya, "Aku mau coba baca genre fantasi deh. Penulis yang bagus siapa ya?"

Maka saya sudah pasti akan merekomandasikan dia untuk baca Harry Potter.

Temans, di Indonesia, banyak sekali penulis bertebaran. Kalau kita nggak bisa bikin pembaca mengingat kita, maka gimana karya kita mau menyebar? So, ada baiknya kita konsisten menulis satu genre untuk memasukkan citra diri kita ke benak pembaca, sehingga pembaca mudah mengingat.

2. BIKIN KITA MAKIN AHLI

Menulis sebuah genre itu tidak mudah. Siapa bilang menulis romance itu mudah? Kalau nggak bisa menyentuh hati pembaca, dijamin deh susah banget mencari fans setia.
Untuk menulis sebuah genre sampai ahli, tentunya butuh jam terbang.

Menurut buku Outliers: Rahasia di Balik Sukses karya Malcolm Gladwell yang saya baca, ada hukum 10.000 jam. Artinya, seseorang akan menjadi ahli menguasai sesuatu kalau sudah mengerjakannya minimal 10.000 jam. Baca deh bukunya kalau pengen sukses di bidang apa pun.

Sebagai contoh, misalnya kita meluangkan waktu 2 jam / hari untuk menulis novel romance yang bagus. Maka diperlukan 5000 hari atau 13.6 tahun untuk menjadi ahli dalam menulisnya. Kalau sehari kita menulis seperti karyawan kantoran yakni 8 jam, maka perlu waktu 3.5 tahun untuk ahli dalam menulis. Tapi saya nggak yakin ada di antara kalian yang menulis 8 jam per hari. Kita kan sekolah, kerja, atau momong anak. Makanya bisa nulis 2-3 jam sehari pun udah bagus banget.

Kenapa begitu? Sebab menulis nggak bisa asal nulis saja. Kita perlu merancang tokoh agar diingat pembaca, alur yang tidak terduga, konflik yang membuat pembaca mau mengikuti, belum lagi memeriksa jangan sampai ada plot hole. Hal ini membutuhkan waktu yang nggak sebentar.

Sekarang bayangkan kalau kita nulis ganti-ganti genre. Menulis satu genre saja belum ahli, sudah ganti menulis genre lain. Gimana kita mau menguasai?

Cerita romance biarpun 'cuma' cewek ketemu cowok, jatuh cinta, ada penghalang, lalu bersatu, nggak mudah sama sekali nulis cerita yang diingat pembaca. Novel romance yang nancep di hati saya cuma Twilight, yang lain nggak ada. Lupa judul dan penulisnya sebab nggak ada novel romance yang penokohannya epic, ceritanya apik, dengan story telling menarik selain Twilight menurut saya.

Gimana kalau kita cuma menulis 1 atau 2 novel romance, lalu karena bosan maka ganti menulis genre fantasi? Tentunya kita nggak akan bisa ahli menulis 1 novel pun.

3. MEMUDAHKAN CUAN MENGALIR

Kalau pembaca sudah mengingat kita, maka biasanya mereka bakal merekomendasikan nama kita kepada pembaca lain. Semakin banyak pembaca, semakin banyak fans, tentu semakin banyak uang mengalir.

Kenapa sih saya rajin banget bicara uang?

Sebab, profesi penulis sama sekali nggak dianggap. Orang selalu mikir jadi penulis tuh nggak bisa bikin kaya. Teman saya banyak yang dimarahi orang tua maupun pasangan kalau ketahuan menulis. Dalam pikiran mereka, menulis nggak menjamin masa depan, mendingan fokus sekolah saja.

Kalau kita bisa membuktikan yang sebaliknya, bisa sejahtera dari menulis, tentu tanggapan orang di sekitar akan berbeda.

Salah satu jalan agar cuan mengalir adalah konsistensi konten, baik genre maupun isi cerita.

4. MISI KITA GAGAL TERCAPAI

Setiap penulis yang baik, tentu saja memiliki misi yang diemban dalam tulisannya. Karena itulah kalau kamu perhatikan, setiap penulis pasti punya ciri khas.

Contohnya, Christian Simamora selalu menciptakan tokoh utama perempuan yang kuat, nggak menye, dan punya karir untuk menujukkan kemandirian. Ada lagi Penulis yang selalu bikin tokoh cewek baik-baik, nggak melakukan sex before married. Kenapa sih? Tentu karena mereka berharap pembaca mencontoh kepribadian tokoh yang mereka buat.

Saya pribadi, memiliki misi yaitu agar pembaca realistis. Makanya novel saya nggak ada yang halu kebangetan. Ada sih adegan manis, tapi nggak bikin ngayal babu juga. Karena saya nggak mau pembaca saya dinina bobokan dengan khayalan yang berbahaya.

Misalnya begini, ada novel yang isinya mengenai toxic relationship. Si cowok cuek, kasar, dan ceweknya yang bucin dan ngejar-ngejar. Seiring waktu berjalan, maka si cowok jadi cinta sama si cewek. Novel seperti ini berbahaya kalau pembaca mencontoh untuk kehidupan nyata. Punya pacar brengsek, tetap dipertahankan dengan harapan suatu saat berubah. Akhirnya si cewek makan ati dan sengasara, sementara si cowok memanfaatkan saja. Nah, saya nggak mau bikin novel begini.

Agar misi kita tercapai, konsistensi sangatlah penting. Gimana kalau hari ini nulis romance, besok nulis fantasy dengan isi yang beda jauh? Tentu misi kita nggak akan tercapai dong.

Kita butuh cuan, tapi mengerjakan sesuatu hanya ngejar-ngejar cuan semata bikin kita nggak happy, serasa jadi babu aja kan.

Prinsip saya: 50% cuanisme, 50% idealisme.

Write Without FearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang