Jagad maya dunia literasi sedang diramaikan curhatan penulis senior yang mengeluhkan platform berbayar serta kualitas tulisan penulis muda (baca: Amatir, belum profesional, menerabas PUEBI dan EBI).
Menarik banget menyimak keluhan para penulis yang biasa menerbitkan buku di penerbit mayor besar. Saya copas pendapat salah seorang sesepuh dunia menulis. Anggaplah namanya Bapak R.
"Saya sangat prihatin dengan kebanyakan isi platform. Anak-anak banyak yang menulis dan membaca naskah sampah, terutama yang mengedepankan esek-esek atau adegan tabu lainnya.
Awal 2019, saya bikin akun di Wattpad, salah satu tujuannya ingin mengajak para penulis muda untuk menulis secara baik dan benar. Namun kemudian, yang saya dapatkan adalah penghinaan di mana saya sering dianggap kurang kerjaan, penulis tak laku, iri dan sebagainya, oleh penulis-penulis muda yang merasa hebat karena pembacanya jutaan. Selama setahun, naskah saya hanya dibaca 1000-an kali. Sementara naskah berbau lendir dan ditulis acak-acakan, bisa digandrungu jutaan pembaca. Entah setan apa yang merasuki pembaca-pembaca di sana. Saya sungguh merasa gagal menjalankan misi.
Sekarang naskah saya di Wattpad sudah saya tarik. Lalu sejak Maret 2020 saya hapus akunnya. Sudah merasa tak nyaman saja di sana dan merasa belum mampu mengajak penulis-penulismuda untuk menulis secara baik dan benar. Saya gagal dan menyerah...."
Saya potong deh curhatan beliau karena antara miris tapi mau ngakak membaca komenan pada sebuah grup. Bukannya saya mau melawan orang yang lebih tua (takut kuwalat), tapi melalui curhatan beliau, sudah terendus bagaimana karakter beliau.
Apa sih yang mau saya bahas?
1. Adegan Tabu
Generasi Baby Boomers, X, dan sebagian Y, mungkin menganggap bahwa pada zaman digital seperti sekarang pemerintah Indonesia masih bisa mengontrol konten dunia maya. Anda salah, Bos!
Informasi membanjiri kita setiap detik. Anda nggak mau kan kita jadi kayak negara komunis macam KorUt yang apa-apa dibredel?
Lagian, tabu pada setiap kebudayaan tentu saja berbeda. Misalnya di Indonesia, sex before married dianggap tabu, tapi apakah di negara lain sama? Kan tidak. Makanya aplikasi menulis dan membaca seperti Wattpad yang markasnya di Kanada, nggak masalah dengan tulisan berisi seks di luar nikah bahkan LGBT. Orang-orang yang mengaku benci LGBT, tetap aja nulis di Wattpad padahal udah tahu Wattpad mendukung LGBT. Sungguh saya ingin ketawa.
Bagi negara lain, korupsi lebih tabu daripada ena-ena di luar nikah atau LGBT. Makanya banyak negara di luar sana yang situs bokepnya maju pesat tapi masyarakatnya makmur misalnya Jepang, karena bagi mereka silakan aja lu mau wikwik sama siapa asal ngantor tetap tepat waktu dan nggak korupsi.
2. Ada Uang, Semua Senang
Jujur aja deh di sini, siapa yang nggak tertarik sama platform berbayar? Platform lokal maupun asing menyerbu Indonesia dan menawarkan bayaran menggiurkan untuk penulis. Cerita yang laku? Cerita ena-ena detail dong yang penuh adegan jilat menjilat, gigit menggigit, mendesah, menggelinjang, uh-ah, coblos crot. Terus salah siapa?
Ya nggak ada yang salah. Manusia suka seks kok pada dasarnya. Justru aneh kalau ada manusia nggak doyan seks. Wajar aja orang mencari bacaan maupun tontonan berbau seks.
Gimana mengatasinya?
Banyak Penulis mayor dan senior memberi cap SAMPAH pada penulisan ena-ena vulgar. Paling banter melarang, menakut-nakuti dengan hukuman dan siksa neraka. Terus hasilnya apa?
MALAH MAKIN BANYAK PENULIS DAN PEMBACA CERITA BOKEP.
Anda sebagai penulis senior merasa gagal? Jelas dong, karena Anda cuma bisa menghakimi.
Kalau mau memperbaiki iklim literasi, biar nggak ada penulis bokep lagi, bikinlah platform menulis dan membaca yang bersedia membayar mahal tulisan-tulisan baik.
Contoh gini, kalau aplikasi novel bokep membayar 100 dollar buat menulis 60.000 kata, ya Penulis senior bersatulah urunan modal atau cari investor yang bersedia membayar 300 dollar buat penulis yang tulisannya bagus. Laku nggak laku, ada yang baca atau nggak, kasih segitu. Nanti pelan-pelan orang akan berusaha nulis bagus biar dapat bayaran gede.
Susah? Ribet? Kalau rugi gimana? Kalau nggak ada yang baca gimana?
Nah, Anda saja masih mikirin keuntungan materi. Ya jadi jangan salahkan mereka yang nulis bokep demi mengeruk cuan. Kalau yang senior masih mikirin perut, biaya sekolah anak, cicilan rumah, cicilan mobil, wajar dong penulis pemula mikir gimana naskahnya laris meskipun nambahin adegan lendir?
3. Merangkul Semua
Saya pernah bergabung pada grup menulis yang mengharamkan tulisan ena-ena. Katanya saya suruh hapus tulisan saya. Terus apakah saya menurut, menghapus cerita yang saya susun dengan mengorbankan waktu, kuota, dan jempol sakit?
Ya nggak dong. Jelas nggak. Saya memilih keluar dari grup itu. Saya memilih bergabung di grup yang nggak membatasi kebebasan berkarya. Memilih grup yang merangkul dan menerima saya apa adanya tanpa menghakimi moral saya dari tulisan.
Tentu saja pada akhirnya, yang bergabung di grup tersebut hanyalah orang-orang suci yang menulis cerita (yang mereka anggap) baik.
Lalu ke mana Penulis (yang mereka anggap) ampas (seperti saya)? Apakah kami tenggelam dalam lautan luka dalam karena nggak bisa gabung dalam grup tersebut? Tentu nggak dong. Kami sudah biasa dihujat, dimaki, dan lain-lain. Makanya ya udah, nulis aja.
Terus misi mereka menciptakan iklim dunia literasi yang sehat gagal atau berhasil? Kalian nilai aja sendiri dengan makin maraknya tulisan bokep yang pindah platform dan pembacanya masih banyak.
Semestinya kalau mau memperbaiki dunia literasi, nggak gitu Bos cara mainnya. Rangkul semua, mau penulis penuh dosa kek, Penulis suci murni bak malaikat, rangkul aja. Kasih edukasi pelan-pelan. Rangkul pembaca juga. Bikin lomba mengulas novel bagus, hadiahnya keliling Eropa. Siapa yang nggak ngiler?
4. Tulisan Bermanfaat
Kak rachmahwahyu bilang, agar cepat pemes, tulislah sesuatu yang bermanfaat. Masalahnya, bermanfaat bagi satu orang, belum tentu bermanfaat bagi orang lain.
Orang yang cari inspirasi pendidikan ya pasti baca Laskar Pelangi. Tapi masa kalau mau Oooooo Naniiii, baca Laskar Pelangi juga? Kan nggak ada manfaatnya buat dia.
5. Dalam Bisnis, Senoritas Nggak Berlaku
Yah bagaimana pun, platform menulis adalah lini bisnis. Pendirinya akan merekrut penulis yang berpotensi mendatangkan banyak cuan. Mau senior kek, kalau tulisan kita bahasanya bikin pusing, terlalu high sampai tak terjangkau, bikin otak pembaca kusut sejak paragraf pertama, jangan harap akan dibaca sampai habis.
Meski masih bocah, kalau tulisan enak dibaca dan bikin pembaca betah, kamu bakal cepat tajir di platform berbayar.
Bukan masalah tulisan Anda itu ada lendir atau nggak ada lendir (baca: konten seks), tetapi masalahnya, tulisan Anda menghibur atau nggak.
Anda mau bilang, "Gue nulis buat diri sendiri, nggak buat menghibur orang."
Ya terserah. Mendingan Anda sering-sering nonton channel Dewa Eka Prayoga, Rico Huang, atau Denny Santoso. Bahwa setiap pengusaha sepakat, tujuan utama bisnis adalah profit. Tanpa profit, perusahaan akan gulung tikar.
💋 👙 💋 👙 💋
Gimana menurut kamu? Share dong pendapatmu.