PESAN MORAL ANTI MUAL

481 77 22
                                    

Salah satu novel yang sampai sekarang nempel di otak saya adalah Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. Awal membaca, saya mau muntah. Bayangkan, ada adegan Dewi Ayu mengorek kotorannya sendiri untuk mencari cincin yang dia telan agar tak dirampas tentara Jepang. Setelah ketemu, lantas ditelan lagi.

Adegan ena-ena bertebaran dan jauh dari kata manis. Saya heran, kenapa novel penuh adegan menjijikkan macam itu bisa meraih penghargaan internasional? Saya berpikir, penulisnya sinting, jurinya juga ikutan miring. Setelah menyelesaikan Cantik Itu Luka, saya berpikir apakah jiwa saya masih sehat.

Eka Kurniawan sangat cerdas menciptakan tokoh dan konflik berlapis dengan adegan yang bikin tertawa, menangis, jijik, lalu miris.

Di balik perasaan campur aduk, Cantik Itu Luka menyimpan banyak sekali pesan moral, bertebaran di sepanjang cerita.

Pesan Moral? Apa lagi itu? Wajibkah?

Gimana cara menyelipkan ajaran baik dan buruk dalam novel tanpa mengikis sisi menghiburnya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana cara menyelipkan ajaran baik dan buruk dalam novel tanpa mengikis sisi menghiburnya?

Salah seorang Penulis mayor dan penulis Cabaca pernah mengatakan begini, "Setiap cerita harus mampu mencerahkan pembaca."

Salah satu cara mencerahkan adalah dengan memberi pesan moral. Mencerahkan bukan menggurui lho ya, beda. Hidup saya banyak berubah malah bukan karena guru saya di sekolah. Semua ajaran guru saya mulai TK sampai SMA malah sudah saya lupakan. Yah, saya memang bukan murid yang baik. Namun, memang cara mengajar guru yang mencekoki dan menceramahi kurang cocok bagi otak saya.

Berapa banyak anak di dunia ini yang lebih suka libur daripada sekolah? Lebih suka membaca Naruto daripada buku sejarah yang diwajibkan kurikulum?

Dulu waktu SMA malah kerja saya hanya baca novel. Belajar kalau mau ada ulangan saja. Melalui novel justru saya merasa belajar banyak hal. Ajaran baik dan buruk ada di sana. Saya pun akhirnya sepakat bahwa novel kita seharusnya mampu mencerahkan pembaca tanpa menggurui. Beberapa cara yang bisa saya bagikan adalah:

BIARKAN CERITA MENGALIR SECARA NATURAL

Penulis haram hukumnya merasa dia adalah dewa moral yang berhak mendikte pembaca. Apakah kebaikan selalu mendapat ganjaran dan keburukan selalu mendapat azab seperti kata sinetron? Kenyataannya tidak. Ada koruptor yang menggelapkan uang negara miliaran hanya diganjar tiga tahun penjara. Ada orang baik yang malah kena kasus salah hukum dan dihukum mati di kursi listrik padahal dia nggak melakukan apa-apa.

Tetapi, dengan kita memberikan cerita mengalir apa adanya, sesungguhnya kita tengah mendidik pembaca. Misalnya membuat cerita yang isinya orang baik malah dihukum mati, kita memberi pelajaran agar pembaca jangan menjadi orang bodoh. Jangan polos. Pakai otak untuk berpikir.

Ada yang pernah membaca The Nightingale karya Kristin Hannah? Kapten Beck yang sopan dan baik hati malah mati terbunuh akibat ulahnya sendiri yakni memaksa mencari seseorang yang bersembunyi. Di sini kita belajar bahwa nggak selamanya kebaikan berbuah kebaikan. Niat yang baik kalau nggak dibarengi kecerdikan, bisa jadi back fire yang yang membakar kita hidup-hidup.

Ada lagi kisah Biru Laut dalam Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang ending-nya mati ditenggelamkan ke dasar laut akibat perjuangannya melawan rezim orde baru. Kok orang baik, pahlawan, tokoh utama malah mati? Inilah pesan moral yang mau disampaikan penulis. Bahwa perjuangan membutuhkan pengorbanan. Bahwa apabila kamu ingin meraih sesuatu yang berharga, kamu harus siap kehilangan nyawa.

Terkadang pembaca maunya penjahat diganjar hukuman pedih. Pelakor mati terlindas kereta. Oh, kenyataannya nggak begitu. Banyak pelakor hidup bahagia bersama laki-laki yang dia rebut. Tetapi jika kita memberikan adegan realistis tersebut, kita bisa belajar banyak hal. Salah satunya: Mempertahankan pernikahan nggak semudah membalik tempe mendoan di penggorengan.

BUAT ADEGAN YANG BERKESAN

Kalau kita ingin memberikan pesan moral pada pembaca bahwa orang tua kita sungguh mencintai kita, bisa buat adegan yang melukiskannya. Adegan itu saya temukan dalam Eliana karya Tere Liye.

Ceritanya Eliana kabur ke rumah bibinya karena tak tahan disalahkan terus oleh emaknya. Dia merasa tidak dicintai. Alih-alih membuat adegan si Emak mengatakan, "Emak sayang kamu," Tere Liye malah membuat adegan si emak menyusul ke rumah si bibi, menyelimuti Eliana, dan mencium keningnya.

Wah, adegan singkat yang sukses bikin saya berlinang air mata.

Kembali ke novel Cantik Itu Luka, saya mendapatkan pesan moral agar tidak menghakimi pelacur. Kenapa? Banyak di luar sana pelacur yang awalnya tidak bersedia. Keadaan lah yang memaksa, sebagaimana Dewi Ayu yang dipaksa menjadi pelacur tentara Jepang.

Kalau kita tidak bisa menyantuni, memberi makan para pelacur, memberi pekerjaan, memberi kehidupan yang layak, tidak perlu menyalahkan mereka. Kita tidak pernah tahu kehidupan yang telah dilewati pelacur sampai mencari nafkah dengan cara demikian. Bukankah Tuhan memberikan matahari pagi dan oksigen kepada pelacur juga? Kalau Tuhan mencintai manusia, apa hak kita menghina ciptaan-Nya?

CIPTAKAN QUOTES

Ada quotes dari Cantik Itu Luka yang saya ingat,

♥ "Semua perempuan itu pelacur, sebab seorang istri baik-baik pun menjual kemaluannya demi mas kawin dan uang belanja, atau cinta jika itu ada."

"Cinta itu seperti iblis, lebih sering menakutkan daripada membahagiakan."

♥ "Kawin dengan orang yang tak pernah dicintai, jauh lebih buruk dari hidup sebagai pelacur."

Dan kalau direnungkan, kutipan tersebut benar adanya. Membuat quotes atau kutipan yang mengendap di otak tuh susah bukan main. Kita harus banyak berempati, menempatkan diri kita pada posisi orang lain. Ikut merasakan penderitaan, luka hati, pergumulan, dan segala macam.

Quotes bisa dimasukkan baik dalam narasi maupun dialog. Satu hal yang harus diingat adalah: Usahakan tidak memaksakan quotes yang tidak cocok. Misalnya novel kita bergenre Romance murni, lalu kita masukan quotes yang membawa-bawa agama padahal nggak ada pembahasan soal agama, ya artinya Jaka Sembung naik motor bebek. Nggak nyambung, Jek!

PESAN MORAL YANG BAIK TIDAK HARUS DISAMPAIKAN DENGAN ADEGAN DAN DIALOG YANG BAIK

Ada yang pernah nonton film Joker? Film yang diperbincangkan di mana-mana. Tokoh utamanya adalah musuh Batman. Kalau dulu kita membencinya karena menonton Batman, belakangan kita bisa bersimpati bahkan menyayangi Joker.

Adegan dalam film penuh hinaan, ejekan, kekerasan, dan kepahitan. Namun dari sana, pembaca dapat mengambil sendiri pesan moral yang baik.

Semoga setelah menonton Joker, kita nggak jadi tukang bully. Jangan seperti Ferdian Paleka ya, mungkin dia belum nonton Joker.

📖 📖 📖

Apa novel atau film kesukaan kamu? Adakah pesan moral atau quote favorit?


Write Without FearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang