Setelah kedatangan Damares. Ranayya sudah tidak nangis lagi, dengan mudah, Auva, memberikan bubur pada anaknya.
Duduk di brankar dengan Ranayya yang duduk di atas pangkuan Damares. Terlihat kalo gadis kecil itu tak ingin Damares pergi lagi.
"Abang sama Nek Ani ke kantin ya, lapar," pamit Raka yang berbohong.
Mungkin sudah saatnya, Auva mendekati laki-laki. Raka tak memberi harapan lebih, mungkin saja Damares hanya berteduh sementara dan Auva malah menemukan lelaki lain.
Ya, setelah penantian sekian lama. Pertanyaan Ranayya pun terjawab, biarpun Damares bukan Papa kandungnya.
"Mama, mau pulang," rengek Ranayya dan menolak suapan bubur dari, Auva.
"Mau pulang?" tanya Auva lembut diangguki kecil oleh Ranayya. "Baiklah, kalo gitu duduk sama Mama sini."
Auva meletakkan bubur di atas nakas dan mengambil alih duduk anaknya. Memeluk anaknya dari belakang dan kembali mengambil mangkuk bubur itu.
"Kalo Rayya mau pulang cepat, harus banyak makan juga, nggak boleh banyak minum es. Mau sakit kayak gini lagi?" disela pertanyaan, Auva menyuapkan anaknya sambil mengajak ngomong.
Ranayya menerima suapan dan menggeleng lemah.
"Jadi anak Mama Auva nggak boleh rewel kalo lagi sakit."
"Rayya waktu kecil rewel, Ma?" tanya nya penasaran.
Sedangkan Damares hanya memperhatikan keduanya saja. Ibu dan anak ini kelihatan baik, yang menjadi pertanyaan Damares. Apa benar ini anak kandung Auva?
"Rewel banget, apalagi waktu baru pandai jalan, nggak boleh jatuh dikit langsung nangis---"
Auva mengajak anaknya bercerita sambil bercanda. Perlahan ia menyuapkan bubur disela pembicaraan keduanya, tanpa sadar bubur didalam mangkuk pun habis.
"Sekarang Rayya istirahat biar cepat sembuh dan bisa pulang kerumah," ucap Auva membaringkan anaknya di atas brankar dan membenarkan tali infus.
"Mama nggak bakalan usir Papa lagi kan?" Ranayya memandangi Damares yang berdiri disamping Auva.
Raut wajah Auva langsung berubah. Memandangi Damares dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Maa..."
Auva tersenyum memandangi anaknya. "Enggak, tapi Rayya istirahat ya."
Auva duduk dikursi, menepuk pelan kepala anaknya agar tertidur. Damares pun duduk disofa mengeluarkan benda pipih yang punya gambar apel digigit.
Tak lama Ranayya pun mulai tertidur, Auva bernapas lega. Dokter masuk hanya memberikan suntikan vitamin pada infus gadis kecil itu.
Kepala Auva terasa sangat pusing. Niat hati ingin menjauhi Damares, malah anaknya yang membawa Damares ke keluarganya.
"Makasih waktu buat anak gue." bagaimana pun Auva harus mengucapkan terimakasih pada lelaki kasar itu dengan sedikit tak ikhlas.
"Yang ikhlas!" masih menatap benda pipih ditangannya.
Menggeram kesal dan ingin sekali rasanya menenggelamkan Damares ke amazon. "Terimakasih waktunya buat anak gue, Damares Racanino."
Damares menyimpan ponselnya kedalam saku celana kemudian berdiri. "Gue pulang."
"Dari tadi kek," gerutu Auva.
Damares yang berada di ambang pintu pun masih bisa mendengar. "Omongan lo!"
"Lo nggak bisa ngatur gue! Ini bukan sekolah dan ancaman lo hanya berlaku di sekolah nggak berlaku diluar!"
Damares kembali menutup pintu dan mendekati Auva sambil tersenyum smirk membuat Auva susah payah menelan ludahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
P R A G M A ✓ (TERBIT & LENGKAP)
Teen Fiction"Papaaaaa!!" Sontak mata Damares membulat sempurna saat gadis kecil itu meneriaki nama 'Papa' menatap mata mungil itu. Ranayya menjadi mengingat apa yang dikatakan Uncle Raka dan Nenek Ani pada-nya. Saat melihat wajah Damares. "Papaaaaa!" tanpa ma...