Auva berjalan ogah-ogahan dikoridor rumah sakit berbeda dengan Damares yang tampak tergopoh-gopoh menarik tangan Auva.
Berdecak kesal. "Nggak akan mati juga! Udah ditangani dokter!" ketus Auva.
Damares tak mengindahkan sama sekali. Masuk kedalam kamar melati, dimana seorang gadis terbaring lemah dengan perban dikepalanya.
"Den Ares," panggil Bi Menik saat Damares masuk kedalam ruangan.
"Bi, apa yang terjadi sama, Indri?" tanya Damares khawatir.
"Non Indri mengalami kekerasan oleh Tuan, Den. Kepalanya terkena besi ditangga, dia pingsan dengan cepat Bibi bawa kesini," jelas Bi Menik pada Damares.
Wajah itu terlihat sangat pucat. Damares merasa iba, karena selama ini Indri anak broken home. Tidak ada orangtuanya yang peduli dan selalu terkena imbas saat Ayahnya sedang lelah bekerja dan Indri selalu jadi sasaran amukan Ayahnya sendiri.
Auva tau jika selama ini Indri selalu mengalami kekerasan. Tapi, perlakuan dan perbuatan Indri padanya membuat Auva tak merasa iba sama sekali.
"Bibi panik dan maaf nelpon Den Damares."
"Nggak papa, Bi. Kalo ada masalah apapun sama Indri, Bibi bisa hubungi Damares."
Ruangan ini seperti milik mereka bertiga saja. Auva hanya jadi nyamuk doang disini. Merasa dikacangkan, Auva berdehem cukup keras membuat Bi Menik tersenyum malu.
"Duh, maaf Non," ucap Bi Menik tak enak. "Saya hubungi Den Damares karena Aden ini pacarnya Non Indri, Non sendiri sepupu apa saudaranya?".
"Pa---"
"Sepupu saya, Bi," jawab Damares cepat saat melihat Indri membuka matanya.
Auva menatap kosong kedepan. Baru beberapa jam mereka jadian dan apa tadi, sepupu? Seperti dicubit, hatinya terasa sakit.
Damares tak mengakui dirinya sebagai kekasih. Jelas mereka baru jadian, sangat jelas sekali.
"Dam, Ayah mukul aku lagi," adu Indri.
Auva mengepalkan tangannya dan keluar dari ruangan itu membuat Indri dan yang lain menoleh ke pintu.
"Auva mau kemana?" tanya Indri.
"Mungkin dia nyari angin keluar. Apa yang sakit, Ndri?" tanya Damares lembut.
Ingin menikam siapa saja yang lewat disini. Auva sangat kesal saat Damares tak mengakui dirinya sebagai kekasih.
Memberhentikan taksi yang lewat dan masuk kedalam.
"Ngapain juga gue harus berharap!"
Mulutnya berkata lain, namun hatinya merasa sakit. Auva pun meneteskan air mata sialan yang keluar tanpa izin.
Ah cengeng sekali.
"Pak ke alamat ini ya." Auva menunjukkan isi ponselnya pada sopir taksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
P R A G M A ✓ (TERBIT & LENGKAP)
Teen Fiction"Papaaaaa!!" Sontak mata Damares membulat sempurna saat gadis kecil itu meneriaki nama 'Papa' menatap mata mungil itu. Ranayya menjadi mengingat apa yang dikatakan Uncle Raka dan Nenek Ani pada-nya. Saat melihat wajah Damares. "Papaaaaa!" tanpa ma...