Bab 64

182K 18.6K 3.5K
                                    

Ranayya menatap Auva yang terbaring lemah di atas brankar dengan begitu banyak alat-alat melekat ditubuh wanita itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ranayya menatap Auva yang terbaring lemah di atas brankar dengan begitu banyak alat-alat melekat ditubuh wanita itu.

Damares setia menunggu Auva. Berjongkok di hadapan Ranayya.

"Pa, mana janji Papa nggak akan bikin Mama lecet?" Ranayya mencebikkan bibirnya.

"Papa nyakitin hati Mama 'kan? Papa kenapa tega? Rayya nggak mau ketemu sama Papa lagi. Rayya takut Papa bikin hati Mama sakit lagi."

Gadis kecil itu membalikkan badannya, melipat kedua tangannya di depan dada. Damares menghela napasnya panjang.

"Rayya," panggil Damares.

"Rayya bisa rasain rasa sakit Mama kok. Papa jangan bicara lagi sama Rayya. Nggak boleh sakitin Mama. Papa keluar aja Rayya bisa jaga, Mama. Maaf Pa."

Ayah masuk kedalam ruangan Auva membawakan makanan untuk cucu-nya yang sedang merajuk pada Damares.

"Dam, pulang," suruh Ayah.

Damares yang ingin bertahan dipaksa Ayah pulang. Dengan berat hati Damares pun pulang.

Ayah mendudukkan Ranayya di atas brankar. Gadis kecil itu mengusap pipi Mamanya dengan sayang.

"Mama nggak usah khawatir lagi ya. Sekarang Mama sama Rayya. Rayya nggak akan biarin Papa nyakitin Mama lagi."

Auva meneteskan air matanya dengan cepat Ranayya mengelap pakai tisu. Ia juga mengelap air matanya sendiri. Tak tega harus mengusir Papa-nya.

🐈

Di basecamp Neriozator. Kursi berjejer dengan podium kecil di depannya. Keempat geng itu berada disini semua.

Malam mereka berkumpul. Poto Gempano yang tertawa terbingkai besar di depan. Mel bersama Jenisha dan Yuni duduk di depan.

Mereka yang pergi tour kemarin hadir semua. Mengenang dan melepas jabatan Gempano di basecamp.

Ciko berdiri di podium memegang microfon.

"Kita berada disini, mengenang teman seperjuangan kita yang lebih dulu pergi ke pangkuan Tuhan."

Ciko tertawa dalam rasa sakit. "Nama yang unik dan sifat yang unik juga. Gempano Vulkanik, udah kayak bencana aja ya."

Mereka yang mendengarnya tertawa pelan. Mel terdiam memperhatikan poto kekasihnya yang tinggal kenangan. Baru menjalin asmara harus dihantam kenyataan.

"Coba kalian pikirkan. Apa yang telah Gempano perbuat selama ini. Hanya membawa tawa saja, tingkahnya yang kocak. Selalu dirindukan."

"Gempano, kita disini rindu. Lihatlah." Ciko menunjuk ke atas langit yang gelap, bertabur bintang.

Mereka semua mendongak. Tidak dengan Mel yang masih tak bergeming. Memakai jaket dari masing-masing geng motornya.

"Dia pasti menertawakan kita yang cengeng. Gempano disana ngeledek kita dan bilang. Anak geng motor kok cengeng, lihat kayak gue nggak pernah nangis."

P R A G M A ✓ (TERBIT & LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang