.
.
.Liburan telah selesai. Semua orang kembali ke aktivitasnya masing-masing. Begitu juga Jihoon, sakitnya semakin sering terasa tapi itu tidak bisa menjadi alasan untuknya bermalas-malasan. Walau tinggal menghitung hari pun, waktu tetap berharga. Begitulah prinsipnya.
Jihoon dengan mantap melangkah di lorong kantornya. Dia melangkah dengan semangat menuju ruangannya. Awal bulan ini, dia disambut dengan proyek-proyek yang sangat menjanjikan.
Jihoon membuka pintu ruangannya dengan wajah yang berseri. Seperti murid sekolah dasar yang mendengar bel pulang sekolah. Dia berseru senang kepada kolega-koleganya.
"Proyek ini bisa dibilang sulit, sih. Tapi gua percaya diri banget. Pokoknya kita bener-bener harus siapin semuanya mateng-mateng." Ucap Jihoon sambil berdiri di meja kerjanya.
Haechan yang semula tengah asik ngedrakor bareng koleganya ikut menyimak saat atmosfer ruangan berubah menjadi atmosfer yang penuh keambisan.
"Bahkan si bos bener-bener ngeyakinin kalo proyek ini sangat menjanjikan," lanjut Jihoon sambil melangkah mengambil keripik dari tangan Haechan dan mengunyahnya pelan.
"Minggu pertama, kita mungkin harus fokus untuk perencanaan sempel. Minggu kedua, kita urus pabrik. Baru minggu-minggu setelahnya kita evaluasi berkali-kali dan yakinin--" penjelasannya terputus. Perutnya mendadak sakit. Pandangannya kabur, membuatnya memejamkan mata kuat.
Sial. Dia tidak bisa berhenti menggerutu dalam hati. Kenapa pula sakitnya tiba-tiba muncul di saat seperti ini? Dia sudah minum obatnya dengan teratur. Beberapa hari terakhir juga rasanya tidak separah ini.
"Eh? Ji? Lo kenapa?" Tanya salah satu koleganya.
Haechan bangun dari duduknya dan segera membopong Jihoon. "Engga. Gua gapapa. Ah--" Jihoon mencoba untuk melepas rangkulan Haechan, namun dia justru terjatuh.
"Ji?! Lo kenapa?!" Seru kolega-koleganya yang melihat Jihoon terkapar di lantai.
Pandangan Jihoon semakin kabur. Dia menatap Haechan yang tampak sangat khawatir. "Lo lupa minum obat, Ji?" Bisiknya saat kolega-koleganya sibuk bertanya-tanya.
"Gua--ahh--"
Nging!!
Telinganya berdengung. Dia tidak pernah merasa tubuhnya benar-benar akan mati. Dia bahkan sudah tidak merasakan sendi-sendinya lagi. Apa ajalnya--
"Huek--" Cairan kental keluar dari mulutnya, mengalihkan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Semua orang semakin berseru panik saat Jihoon ternyata mengeluarkan darah dari mulutnya. Sedetik kemudian, Jihoon benar-benar dilanda sakit dan pengang yang jauh lebih dahsyat dari sebelumnya.
Salah satu koleganya menekan angka panggilan darurat dengan tangan gemetar. Yang lainnya sibuk berseru panik melihat Jihoon yang tidak berdaya menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bling Like You - HoonSuk
FanfictionBukan karena hatinya lemah. Tapi, Memang suaranya seperti bara api yang menerangi semua kegelapan dalam hidupnya. Seorang pendengar radio tua yang sudah hampir kehilangan semangat, bahkan hidupnya, namun berhasil dibuat jatuh cinta oleh penyiar radi...