.
.
.Doyoung melangkah mengelilingi ruang tamu Jihoon. Foto-foto menggantung anggun di sana. Ada fotonya dengan Mashiho. Ada fotonya dengan kawan SMA. Ada fotonya dengan kawan kuliah. Beberapa ada foto saat mereka berlibur ke pantai kemarin. Dia tidak berhenti tersenyum sejak tadi. Bersyukur setidaknya, kakaknya bersama orang-orang baik.
Jihoon meletakkan tehnya di ruang tamu. "Ini tehnya," ucapnya pada Doyoung. Sejujurnya dia tidak merasa sesuatu yang spesial saat adiknya, atau lebih tepatnya anak mamanya itu datang. Dia justru merasa kesal.
Doyoung memberikan secarik kertas pada Jihoon. Ternyata itu foto masa kecilnya. Jihoon menunduk, dia meremas ujung fotonya. Jihoon sudah mengatakannya ribuan kali, dia muak dengan hidup. Dan orang ini datang untuk membuat dia ratusan kali lebih muak dengan hidup.
"Kayaknya kakak udah bahagia sekarang dengan orang-orang baik di sekeliling kakak," ucap Doyoung yang terlihat sedih dengan respon Jihoon saat dia datang.
Jihoon tersenyum miring, menatap Doyoung tajam, "Mama kamu juga udah bahagia dari dulu, kan? Sedangkan saya, harus melewati bertahun-tahun hidup di panti asuhan, hidup di jalanan, buat mencapai semua ini!"
Doyoung tercekat, dia menggeleng, lalu dia menunduk. "Engga, Kak. Mama ga pernah bahagia setelah pergi dari sana, bahkan sampai waktunya di dunia habis. Mama ga pernah bahagia!" Sekarang Jihoon yang tercekat, mamanya sudah meninggal?
Doyoung kembali mengeluarkan secarik kertas. Dia memberikannya pada Jihoon. "Ini, surat dari mama. Mama selalu ingetin aku kalau di luar sana aku punya seorang kakak. Dulu pas aku masih kecil, mama sering dateng ke kota ini, nyari keberadaan papa kakak sama kakak. Tapi kita bahkan ga dapet petunjuk sama sekali kalian ada di mana."
Doyoung mulai menangis, "Sebelum mama meninggal, mama mengidap Alzheimer. Udah parah banget. Bahkan mama manggil aku pake nama kakak. Mama juga suka masak udang, karena itu masakan kesukaan kakak. Padahal aku sendiri alergi udang."
"Keinginan mama sebelum meninggal cuma mau ketemu kakak. Mama sayang banget sama Kakak, bahkan buat aku mikir, mama tuh sayang ga sih sama aku? Aku minta maaf karena dateng terlambat, Kak. Aku ga bisa temuin mama sama kakak lebih cepat." Lanjutnya dengan terisak.
Jihoon menatap kertas tua di tangannya. Tinta di kertasnya sudah mulai pudar, namun masih tetap terbaca.
Hai, Anak Manis Mama.
Ya Tuhan. Bahkan suara mama terdengar di kepalanya. Jihoon menangis. Bagaimana bisa dia melanjutkan membaca suratnya.
Sekarang kamu udah punya adik loh. Meskipun marga kalian beda, tapi kalian tetap anak-anak mama. Anak-anak mama pasti pinter-pinter.
Mama inget banget. Dulu kamu pengen banget punya adik. Kata kamu biar bisa kamu usilin. Sekarang kamu udah punya adik loh, tapi kamu dimana, Jihoon?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bling Like You - HoonSuk
FanfictionBukan karena hatinya lemah. Tapi, Memang suaranya seperti bara api yang menerangi semua kegelapan dalam hidupnya. Seorang pendengar radio tua yang sudah hampir kehilangan semangat, bahkan hidupnya, namun berhasil dibuat jatuh cinta oleh penyiar radi...