Chapter 16

7.8K 788 16
                                    

26 April 2021


•••

"Besok kamu libur, kan?" tanya Rafardhan usai meletakkan sarapan di hadapan Wildan yang sudah memakai pakaian SD-nya. "Guru-gurunya juga ikutan libur, kan?"

"Iya. Emang kenapa, Pah?"

"Nah, pas pulang ini, ajak Bu Jeje ke rumah, Papah mau dating sama dia, kemarin mau dating tapi gagal."

"Hah!? Papah dating?!" pekik Wildan tak percaya, Rafardhan tersenyum lebar. "Ah, males ah!"

Senyum Rafardhan seketika memudar. "Heh, bantuin kek!"

"Kalau gitu ajak sendiri, lah. Kan Papah laki, harus berani face to face!" peringat Wildan.

Rafardhan bergumam. "Hm ... bener juga. Ya udah nanti Papah ajak deh." Wildan mengangguk setuju. "Kamu dukung aja kan Papah kasih kamu Mamah tiri baru?"

"Setuju aja sih, soalnya Bu Jeje orangnya baik, dan kasian juga Papah lama-lama ngejomlo, entar makin gila." Wildan terkikik.

"Heh, dasar!" Walau kemudian, Rafardhan tersenyum. "Tapi seenggaknya kamu setuju aja tanpa perlawanan, sih. Kebanyakan anak ya pasti gak suka, kayak drama-drama azab itu."

"Hm ... ini kan bukan di drama azab." Wildan memutar bola mata. "Oh ya emang Bu Jeje suka juga sama Papah?"

"Ada roman-romannya sih bakalan suka Papah, secara kan Papah perfect hihi." Rafardhan mulai besar kepala. "Pepet aja terus, ampe kepepet, kegencet juga oke."

Dan Wildan hanya ber-oh-ria.

"Dih, gak semangatin Papah atau apa gitu? Bilang apa gitu, kek!"

"Apa gitu, kek!" Wildan menuruti permintaan ayahnya dan tertawa, sedang Rafardhan menatap dongkol. "Aku dukung Papah dari jauh aja, pake doa, aku males mikirin masalah orang dewasa apalagi bentar lagi aku mau ulangan."

"Kalau begitu, belajar yang pinter!" Rafardhan tersenyum hangat, mengusap puncak kepala putranya.

Usai sarapan bersama sang putra, Rafardhan dan Wildan pun keluar, bersiap mengantarkan anak itu ke sekolah. Meski kakinya masih belum cukup baik, tetapi Rafardhan yakin ia masih bisa setidaknya menginjak pelan. Namun kalau keluar, Rafardhan terhenti melihat ke arah Javiera.

Javiera ada di luar, tengah berada di samping mobilnya yang kap depan terbuka. Tampaknya mengalami masalah dengan mobilnya.

"Wildan, duluan ke mobil, bawa perlengkapan kucing, Hitam sama Wiskes, ya. Papah mau jemput calon ibumu sebentar." Wildan hanya menatap malas ayahnya, menuruti perintah pria itu, dan menuju mobil, sebelum akhirnya menghampiri Javiera.

"Duh, keknya sepagi ini pada molor tukang bengkel, ya?" kata Javiera kesal karena tak ada jawaban untuk panggilannya.

"Kenapa, Je?" tanya Rafardhan, melipat tangan di belakang. "Mogok mobil kamu?"

Javiera menghela napas panjang. "Yah, gegara macet kemarin, aku gak tahu kenapa tapi ... mesinnya gak mau nyala." Javiera mendengkus pelan. "Pihak bengkel juga gak bisa dihubungin."

Rafardhan pun mendekati mobil Javiera, menuju ke kap yang terbuka. "Hm ... aku gak terlalu paham mesin, sih. Cuman emang baiknya ke bengkel. Mesinnya keknya panas banget." Rafardhan bersimpati kemudian tersenyum ke arah Javiera yang terlihat khawatir. "Ya udah, gimana kalau ... kamu ikut aku aja bareng, aku juga mau nganter Wildan ke sekolah."

Javiera menatap Rafardhan yang tersenyum hangat.

"Lho, kaki kamu udah membaik?"

Rafardhan mengangkat kakinya. "Yap, udah mendingan, walau jalan masih agak pincang-pincang tapi kalau sekadar nginjek-nginjek gak papalah."

DUDAKU SAYANG, DUDAKU SIALAN! [B.U. Series - R]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang