Chapter 9

8.9K 921 18
                                    

19 April 2021

•••

"Papah, hiks hiks, aku pulang ...." Wildan sesenggukan seraya membuka pintu rumahnya, masuk ke sana tetapi terhenti selama beberapa saat karena mencium aroma harum dari dapur.

Tangisannya sejenak berhenti, ia menyeka air matanya. "Masakan Mamah?" tanyanya pada diri sendiri, sebelum akhirnya melemparkan tas serta sepatu sembarangan dan masuk lebih dalam, menuju dapur.

Dilihatnya, sang ayah, yang duduk di kursi meja makan kemudian seorang wanita memunggungi mereka. Mata Wildan berbinar.

"Mamah?!" pekiknya.

Mendengar suara itu, Rafardhan dan wanita itu, yang ternyata Javiera, menoleh ke sumber suara. Wildan menarik napas terkejut. "Eh, aku kira Mamah tadi, ternyata Ibu Jeje ...."

Lalu Wildan kembali menangis sesenggukan.

"Lho, Wildan, kamu kenapa pulang-pulang kok nangis?" tanya sang ayah, walau sebenarnya ia tahu masalahnya.

"Huaaaaa Papah!" Wildan mengambur tangisan ke pelukan Rafardhan. "Mainan aku ... action figur Sherlock aku, disita Ibu guru! Hueeeeee ...."

"Nahkan, kan udah Papah peringatin, di sekolah kan gak boleh bawa itu?" Rafardhan menghela napas panjang, Wildan masih menangis sesenggukan tetapi matanya melirik ke arah Javiera dan ayahnya bergantian, seakan tengah mengharapkan sesuatu.

"Wildan, gak papa, itu disitanya sebentar, besok boleh bisa diambil, Sayang." Javiera menasihati dengan lembut. "Lain kali jangan dibawa ke sekolah, ya. Soalnya nanti ilang, Wildan makin sedih, itu bukan disita tapi diamanin aja, Wildan."

"Serius, Bu?" tanya Wildan, masih sesenggukan.

"Iya, serius, udah jangan sedih lagi. Duduk rapi, sebentar lagi makanannya mateng."

Rafardhan menyeka sisa-sisa air mata putranya, yang kemudian duduk di samping sang ayah dengan rapi. Wildan berusaha menenangkan diri.

"Masakan Bu Jeje baunya enak banget," komentar Wildan. "Aku jadi keinget masakan Mamah. Aku gak sabar buat nyobain."

Senyum Rafardhan melebar, mengusap puncak kepala Wildan dengan lembut.

"Duduk rapi dan pinter, jangan sedih lagi oke?" Javiera tersenyum ke arah Wildan yang balas tersenyum seraya mengangguk. "Anak pintar!"

Wildan cekikikan pelan.

"Omong-omong, Bu Jeje kenapa masak di rumahku? Apa--"

"Rrr ... ceritanya panjang Wildan, udah jangan peduliin jokes Papah akhir-akhir ini, Papah cuman bercanda oke?" Rafardhan berpura-pura lurus, meski begitu Javiera tampaknya terbuai dengan tersenyum kemenangan. "Ini karena Papah lagi kena musibah aja, tapi udah gak papa kok." Ia mengangkat kakinya yang diperban.

Wildan berohria. "Papah tadi kena injek Bu Jeje, ya?" Wildan semakin tergelak. "Rasain, Papah rese sih jadi orang!"

Rafardhan memutar bola mata sementara Javiera ikut tertawa bersama Wildan.

"Oh ya omong-omong, kamu tadi manggil Javiera Mamah, ya? Kamu pengen Bu Jeje jadi Mamah kamu beneran?" Telinga Javiera memanas karena ucapan itu.

"Emang Bu Jeje mau sama Papah?" tanya Wildan dengan nada mengejek. "Aku yakin Bu Jeje blacklist Papah, soalnya Papah orangnya rese!"

"Heh, anak kurang asem!" Rafardhan mendengkus sedang Javiera tertawa dalam diam, membenarkan ungkapan itu. "Kamu mau Papah kutuk jadi undur-undur?"

"Undur-undur apa, Pah?" tanya Wildan bingung.

DUDAKU SAYANG, DUDAKU SIALAN! [B.U. Series - R]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang