Chapter 36

5.6K 702 28
                                    

16 Mei 2021

•••

Jujur saja, Rafardhan masih kesal dengan Javiera, bukan karena wanita itu menolaknya tetapi karena tak mempercayai apa yang dikatakannya. Ia juga kesal dengan wanita itu karena tak berpikir panjang, Rafardhan tahu Javiera tengah emosi tetapi tidak bisakah melihat kenyataan?

Anton dan pesan ambigunya benar-benar menyebalkan.

Rafardhan sebenarnya berpikir, apa pesan itu sengaja dikirim agar Javiera benci padanya dan Anton ingin memulai drama kabur untuk dicari? Entahlah, Rafardhan tak ingin berprasangka buruk, huh menyebalkan.

Sudahlah, toh keputusannya dan keputusan Javiera sudah bulat, ia tak ingin lagi mengganggu gugat. Biarlah waktu yang menjawab akhir dari cerita mereka. Yang terpenting sekarang adalah tujuannya saat ini, serta keluarganya yang dia miliki, mungkin ia akan menjadi duda seumur hidup atau mungkin mendapatkan pasangan yang jauh lebih baik.

Semoga saja.

Rafarhan menghela napas, memikirkan ini sendirian benar-benar membuatnya pusing, tak bisa fokus bekerja. Ia harus mengeluarkan uneg-unegnya, setidaknya hal itu bisa mengurangi beban, mau ada solusi ataupun tidak.

Rafardhan menatap sekretarisnya yang ada di sana, siap angkat suara, tetapi wanita itu mendahuluinya.

"Pak." Wanita itu memanggilnya pelan.

"Ya?" Rafardhan bertanya balik, sebagai penganut ladies first ia membiarkan uneg-unegnya tertunda dahulu.

"Saya ... saya izin resign dari pekerjaan saya."

Mendengar itu, Rafardhan kaget. "Eh? Kenapa?" tanyanya heran.

"Mm ... saya dan suami bakalan punya anak kedua, Pak." Ia mengusap perutnya pelan.

"Oh, selamat, ya." Rafardhan iri, padahal sudah berencana memberikan adik untuk Wildan. "Kalau begitu ... kamu bisa cuti aja? Kenapa berhenti?"

Si wanita menggeleng pelan. "Saya juga mau fokus jadi IRT, Pak. Yah ... saya sadar enggak terlalu mengurus putri saya. Saya mau fokus ke keluarga, Pak, dan hal ini udah saya diskusiin sama suami."

"Ah ...." Rafardhan tahu ia tak bisa apa-apa soal itu. "Kalau begitu keputusan kamu, ya saya enggak ada hak menghalangi atau apa pun."

"Terima kasih, Pak. Dan maaf ...." Ia terlihat menyesal.

"Tidak, tidak perlu minta maaf." Rafardhan tersenyum hangat. "Terima kasih sudah menemani saya dari nol sampai sekarang, ya."

Sekretaris Rafardhan tersenyum. "Iya, Pak. Dan oh, sebelum itu ... saya udah ada kandidat, mungkin Bapak berminat ngangkat dia jadi sekretaris baru. Dia ... sepupu saya, Pak."

"Ah ya ya ya, kamu bisa bawa dia ke sini." Rafardhan tersenyum hampa. "Ya udah kamu urus saja surat resign kamu."

Dengan mengetahui hal ini, Rafardhan sadar ia tak bisa curhat pada sekretarisnya. Mungkin nanti dengan orang tua, atau keluarganya yang lain, tetapi entahlah Rafardhan malah enggan curhat dengan mereka. Sekali lagi ia mengembuskan napas, benar-benar pasrah.

Namun ada ungkapan sekretarisnya yang nyangkut di kepala Rafardhan sekarang, tentang mengurus keluarganya.

Rafardhan hanya orang tua tunggal, ia juga sibuk bekerja, apa perhatian dan kasih sayangnya pada Wildan cukup?

Huh ... ia mulai memikirkan Wildan.

Saat kesendiriannya yang kalut dengan isi kepala di dalam ruang kantor itu, ponsel Rafardhan berdering. Ia mengambil benda itu, melihat apa yang membuat gawainya demikian, ada sebuah pesan di sana.

DUDAKU SAYANG, DUDAKU SIALAN! [B.U. Series - R]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang