Chapter 43

7.6K 778 52
                                    

23 Mei 2021

•••

Kini, Javiera menyuapi Rafardhan, awalnya Rafardhan menolak karena merasa bisa sendiri tetapi nyatanya tangan satu diinfus, sedang tangan lain diperban bahkan jari-jarinya agak bermasalah--mungkin patah--karena Rafardhan yang tanpa pikir meninju kaca mobil. Entah kekuatan dari mana berasal, orang mungkin bilang itu adalah the power of kepepet.

"Kamu gak rekues makanannya?" tanya Javiera, berpikir Rafardhan akan pilih-pilih selayaknya Wildan sang putra.

Rafardhan menghela napas, menggeleng pelan, ia menerima suapan sayur rebus dengan ikan ayam yang hambar itu bersama nasi di sana. Makan tanpa banyak bicara meski demikian tanpa sadar ia mengotori tepian bibirnya.

Javiera mengambil tisu, mengelap tepian bibir Rafardhan dan pria itu terdiam selama beberapa saat sampai si wanita selesai.

"Thanks ...," katanya usai menelan.

Javiera hanya tersenyum, kembali menyuapi pria itu, mengunyah cepat kemudian.

"Makannya pelan-pelan aja, Rafardhan. Makanannya gak bakal kabur, kok," canda Javiera, tertawa lembut.

"Jadi ... kamu jagain kami berdua sendirian?" tanya Rafardhan. "Katanya kamu cuman pulang bentar?"

Javiera mengangguk. "Begitulah."

"Jadi kamu libur ngajar? Gitu?" Javiera mengangguk lagi.

Rafardhan ingat Javiera pernah bilang akan berjuang demi mendapatkan maafnya setulus hati, begini perjuangannya? Rafardhan jadi semakin tak tega untuk terus menutup hatinya dari Javiera, tetapi di sisi lain ... ugh masih sakit.

"Gak masalah, kok. Toh Wildan muridku, dan kamu tahu ... saat Wildan sadar dan liat kamu ... dia sempet nangis sedih takut kamu kenapa-kenapa," jelas Javiera menatap ke Wildan yang terlelap tidur di atas kasurnya di belakang, Rafardhan juga ikut melihat. "Kamu bener-bener berharga buat dia."

"Mmm ... yeah ...." Hubungan guru dan murid bisa sedekat ini? "Kamu enggak bilang-bilang soal tangan saya yang luka karena itu, kan? Saya khawatir aja dia marah."

"Sebenernya, Wildan sadar tapi dia gak bisa buka mata karena pusing saat itu, dia tau kamu ninju kaca mobil ampe pecah." Rafardhan terdiam, meski demikian ia bersyukur setidaknya kalau Wildan tahu kini dia tidak marah. "Dia ngomelin kamu, sih. Ngomel sambil bilang sayang. Dia takut banget karena kamu enggak siuman-siuman seharian."

"Uh-oh ... begitu." Keduanya tertawa.

Meski kemudian, semuanya terasa canggung. Tak seperti biasanya. Atmosfer di sekitar mereka sudah berantakan sejak Anton pergi, hubungan mereka renggang setelah itu juga dan menjadi rumit.

"Saya benar-benar berterima kasih sama kamu, Javiera. Atas segalanya saat ini." Rafardhan tersenyum simpul. "Saya ...."

"Habisin dulu makanan kamu, Rafardhan. Baru ngomong." Javiera kembali menyuapi Rafardhan, ia pula tersenyum hangat.

Rafardhan menatap wajah letih dan agak sendu itu, padahal biasanya yang ia dapat wajah jutek dan segar.

Pikiran Rafardhan kemudian melayang ke arah lain, matanya mulai terbuka untuk melihat dua sisi, yaitu jika ia menjadi Javiera.

Pasti sekarang sakit hati juga.

Selama beberapa saat, ia didiamkan oleh isi kepalanya yang kalut. Javiera sudah meminta maaf, menyatakan perasaannya yang sesungguhnya padanya, bahkan menunjukkan perjuangannya di titik ini, apa yang sebenarnya Rafardhan pikirkan?

Luka di dadanya yang menganga lebar?

Self healing apa yang sebenarnya harus ia jalani?

Melihat ini ... ada satu jahitan yang menyatukan retakan di hatinya, melihat Wildan, Javiera, dan bayangan mereka berdua dijaga wanita itu. Semuanya. Ungkapan Wildan benar, ia membohongi perasaannya sendiri, padahal Javiera sudah memberanikan diri jujur.

DUDAKU SAYANG, DUDAKU SIALAN! [B.U. Series - R]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang