3. Pilihan yang sulit

633 61 2
                                    

"Lo jahat bukan ke gue Van, tapi ke Tamara. Dia pacar lo. Kalian udah pacaran cukup lama. Posisinya kalian lagi jauh, lo di Yuvii, Tamara di univ lain. Harusnya lo bisa jaga perasaan Tamara. Harusnya lo bisa nahan diri lo buat nggak deket-deket sama gue apalagi sampe ngasih perhatian segitunya sama gue. Jujur, gue nggak permasalahin semua perhatian lo karena gue nggak berharap lebih sama lo. Tapi yang gue permasalahin di sini, kenapa nggak dari awal lo ngasih tau gue kalau lo udah punya pacar? Kenapa lo bersikap seolah lo single? Kenapa lo perhatian banget sama gue? Dan kenapa lo memperlakukan gue seolah gue itu spesial di hidup lo? Awalnya gue berusaha menampik prasangka itu. Gue mikir lo kayak gitu karena lo emang baik aja orangnya. Tapi gue rasa lo cuma gitu ke gue doang, ke cewek lain enggak. Kenapa, Van? Kenapa?"

"Karena lo emang spesial di hidup gue, Dhe."

"Maksud lo?"

"Gue tau ini salah, gue tau ini nggak seharusnya terjadi, gue tau harusnya gue bisa nyegah ini, tapi sayangnya semua udah terlanjur. Gue-"

"Jangan bilang kalau lo suka sama gue, Van?"

"Iya, Dhe. Gue suka sama lo sejak pertama kali ngeliat lo diseret sama kak Darka di hari pertama OSPEK. Itulah kenapa gue mau nolongin lo biar nggak dihukum sama kak Darka. Gue juga nggak ngerti kenapa di saat gue udah punya pacar, gue malah suka sama cewek yang gue nggak pernah kenal sebelumnya."

"Astaga, Reyvan!"

"Sorry, Dhe. Perasaan ini dateng secara tiba-tiba, tanpa gue duga."

Hening beberapa saat.

"Oke, gini. Sekarang kan posisinya jelas nih, lo udah punya pacar, jadi gue mohon lo move on dari gue, lupain perasaan suka lo itu, dan jauhin gue, oke? Lo tenang aja, gue juga bakal jauhin lo kok dan gue nggak bakal ganggu hubungan lo sama Tamara."

"Apa lo nggak punya perasaan yang sama kayak gue, Dhe?"

"Gue ...."

"Tolong jawab gue dengan jujur, Dhe!"

"Gue pernah suka sama lo, Van."

"Pernah? Kapan?"

"Pas lo nolongin gue di hari pertama OSPEK."

"Gue pikir pas OSPEK lo sukanya sama kak Darka."

"Gue suka sama kalian berdua."

"Hah? Gimana bisa?"

"Ya pokoknya bisa."

"Terus kenapa sekarang lo nggak suka lagi sama gue? Apa pada akhirnya lo milih suka sama kak Darka aja? Atau ini ada hubungannya sama Tamara?"

"Nggak ada hubungannya sama kak Darka ataupun Tamara."

"Terus?"

"Ada banyak hal yang lo nggak tau tentang gue, Van. Intinya, gue udah nggak suka sama lo sejak beberapa bulan yang lalu dan itu nggak cuma berlaku buat lo, tapi buat kak Darka juga."

"Maksudnya lo juga udah nggak suka sama kak Darka?"

"Iya."

"Gue nggak ngerti deh, Dhe. Kenapa tiba-tiba lo bisa nggak suka? Apa karena gue udah ngelakuin kesalahan?"

"Enggak. Tapi emang guenya aja yang bosenan."

"Bosenan?"

"Kalau gue suka sama seseorang, itu nggak akan bertahan lama, paling cuma sebulan, Van. Habis itu yaudah, gue nggak bakal suka lagi sama orang itu."

"Bisa gitu ya."

"Iya. Makanya lo juga harus bisa ngapus perasaan suka lo ke gue ya. Gue nggak mau nyakitin perasaannya Tamara. Soalnya dia keliatan cinta banget sama lo."

"Kalau gue nggak bisa gimana?"

"Lo pasti bisa!"

"Tapi-"

"Selama lo masih suka sama gue, selama itu pula gue akan jauhin lo dan nggak mau ketemu lagi sama lo."

"Yahh ... jangan gitu dong, Dhe!"

"Bodoamat. Pokoknya gue mau lo nggak suka lagi sama gue."

"Kalau misal gue putus dari Tamara terus deketin lo gimana? Lo akan nerima gue nggak?"

"Gila ya lo mau mutusin Tamara demi gue? Nggak. Gue nggak mau. Toh, gue kan udah nggak suka sama lo."

Reyvan menghela napas dengan dalam. Ia terlihat susah untuk menentukan keputusan.

"Reyvan Pratama, pilihan lo ada dua. Satu, lo hapus perasaan suka lo dan kita bisa tetep berteman baik. Atau dua, lo tetep suka sama gue dan gue bakal jauhin lo selamanya. Gimana?"

"Itu pilihan yang sulit, Dhe."

"Gampang kok, asal lonya niat."

"Kenapa sih lo kekeh nyuruh gue move on? Lo tau kan kalau perasaan itu nggak bisa dipaksa dateng sama perginya?"

"I know. Tapi posisinya lo punya pacar, Van. Makanya lo harus buang rasa suka itu biar satu-satunya cewek yang ada di hati lo tuh cuma pacar lo, Tamara, nggak usah ada Dheana segala."

"Tapi Dhe-"

"Please, Van! Lo mau kita tetep temenan atau nggak?"

Mendengar suara Dhea yang begitu memohon membuat Reyvan tidak tega untuk melanjutkan perdebatannya lebih jauh dan menolak apa yang menjadi keinginan Dhea.

"Fine, gue milih opsi pertama. Gue akan move on dari lo."

"Sip!"

"Tapi beneran lho ya kita bakal tetep temenan."

"Iya, beneran, Van. Tapi kita nggak bisa sedeket dulu lagi."

"Lah kenapa?"

"Inget, ada hati yang harus lo jaga, Van!"

"Hhhh ... oke."

"Yaudah ya Van, gue mau tidur dulu nih. Besok gue ada kelas pagi."

"Eh, bentar, Dhe!"

"Apa lagi?"

"Kirimin KRS (Kartu Rencana Studi) lo dong!"

"Buat apa?"

"Mau gue cocokin sama KRS gue."

"Oh. Bentar!"

Dhea segera mengirim screenshoot KRS miliknya. Jadi, KRS itu merupakan jadwal mahasiswa selama satu semester. Di KRS tercantum nama mata kuliah yang diambil, kelas, hari, dan jam berapa.

"Udah tuh," ucap Dhea.

"Gue cocokin bentar ya," ucap Reyvan.

Tak lama kemudian.

"Yahh, Dhe."

"Kenapa?"

"Masa dari 7 mata kuliah nggak ada satupun yang kita sekelas sih?"

"Kita kan nggak janjian pas KRS-an, Van. Jadi wajar dong kalau nggak ada yang sekelas."

"Ya walaupun nggak janjian setidaknya ada 1 gitu kek yang sekelas. Lah ini nggak ada sama sekali."

"Mungkin Tuhan nggak menakdirkan kita buat sekelas biar lo bisa lebih gampang move on dari gue."

"Masa gitu sih?"

"Mungkin aja kan?"

"Hm, yaudah deh. Btw, lo janjian sekelas sama siapa aja, Dhe?"

"Cuma sama Lifia, itupun ada matkul yang kita beda kelas."

"Oalah."

"Kalau lo pasti janjian sama Astrid, Tika, Joy ya?"

"Heem. Gue janjian sama mereka."

"Eeee ... udah ya, Van. Gue mau tidur dulu."

"Oh, iya, Dhe. Good night. Have a sweet dream."

"Too, Van. Bye!"

"Bye, Dhe!"

2D : Dhea & Darka || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang