04 [Natthy Controller]

3.4K 463 0
                                    

Entah sudah berapa lama ia terkurung dalam ruangan ini, yang pastinya matahari sudah beralih tugas menjadi bulan. Hera pun sudah merasakan perutnya mulai keroncongan, dan ia mulai mengalami dehidrasi. Entah apa yang terjadi selanjutnya, apakah ia hidup atau mati. Jika ia mati, bagimana dengan pekerjaannya di Starbucks? Bagaimana dengan penelitiannya? Bagaimana dengan keberadaan orang tuanya?

Tiba-tiba kepalanya langsung di hantam rasa sakit. "Akh ... " Hera mengerang, ia memegang kepala bagian belakangnya yang terasa sakit dan pusing itu. Penglihatannya pun mulai berkunang-kunang, ia memejamkan mata guna menetralkan pandangannya meskipun di dalam kegelapan. Dia juga dapat merasakan kepala bagian belakangnya basah dan berbau amis.

"Darah ... " lirihnya.

Badannya pun terasa sakit, apalagi di bagian dada dan tulang keringnya. Dia yakin dadanya pasti memar, pipinya pun rasanya kebas.

Adakah lagi yang lebih sakit dari yang Hera rasakan? Penderitaan apalagi yang harus ia lalui? Mengapa Tuhan tidak berlaku adil pada makhluk lemah sepertinya? Mengapa Tuhan memberikan kenyamanan bagi orang-orang yang jahat? Mengapa orang serba kekurangan sepertinya selalu dihina dan dibenci? Apa salahnya, apakah dikehidupan sebelumnya ia pernah melakukan dosa besar sehingga Tuhan enggan memaafkannya?

Banyak pertanyaan di dalam kepala Hera, rasanya ia tak mampu lagi, rasanya ia sudah tersakiti batin maupun fisiknya. Jika saja Hera dapat meminta kepada Tuhan, dia ingin sekali Tuhan menjadikannya makhluk yang kuat, bukan makhluk yang lemah sepertinya ini. Tapi, akankah Tuhan berbaik hati padanya? Sedangkan selama ini Tuhan selalu mempersulit hidupnya, kadang ia bertanya apakah ini cobaan atau kutukan? Mengapa semua ini rasanya tidak pernah berakhir.

Ia mengedarkan pandangannya, gelap. Hanya ada kegelapan dalam ruangan ini.  Tidak ada sedikitpun cahaya, ia bagaikan terperangkap dalam ruang waktu yang tiada pintu keluarnya. Hera tersenyum miris di balik tangisnya, dia sudah pasrah jika ditemukan hanya tinggal tengkorak saja. Ah atau mungkin tidak ada yang bisa menemukannya mengingat tempat ini adalah tempat yang tidak pernah dikunjungi orang, ah malang nian nasibmu Hera. Mungkin kebahagiaan tidak akan pernah menghampirinya, bahkan sampai ajal menjemput pun mungkin kebahagiaan itu tak pernah datang.

Hera memejamkan matanya lalu menyatukan kedua tangannya untuk memohon. "Aku lelah, Tuhan ... aku lelah  menghadapi semua ujianmu, aku pasrah ... aku pasrah jika kau menginginkan aku untuk pergi dari dunia ini, jika kau ingin nyawaku, maka cabutlah--"

Duar!

"AAAH!" Hera berteriak setelah mendengar suara ledakan di sampingnya. Ledakan itu berasal dari benda yang tadi berbentur dengan kepala Hera.

Ia dapat melihat cahaya kehijau-hijauan yang tercipta setelah ledakan itu terjadi, ruangan yang tadinya sangat gelap menjadi sedikit terang akibat cahaya hijau itu, sehingga ia dapat melihat beberapa barang yang ditutupi kain hitam. Cahaya tersebut mengeluarkan aroma, aroma yang sangat  segar seperti aroma hutan pinus dan pohon-pohon di pagi hari.

Badan Hera menggigil ketakutan ketika cahaya hijau itu perlahan berubah menjadi sesosok wanita cantik yang menggunakan gaun berwana hijau dengan rambut pirang ditumbuhi bunga. Beberapa kupu-kupu bercahaya juga terlihat mengelilingi kepalanya, di kening wanita tersebut terdapat sebuah berlian yang menyatu dengan kulitnya. Tubuh wanita itu pun mengeluarkan cahaya yang tentu saja berwarna hijau.

Hera menggeleng kuat dan semakin merapatkan badannya ke dinding ketika wanita itu melangkah satu langkah mendekati Hera. Wanita itu tersenyum lalubmembungkukkan tubuhnya. "Jangan takut My Queen, hamba adalah Natthy Controller, pengendali tumbuhan dan penyembuh luka dalam. Hamba merupakan segel pertama yang telah terbuka," ucap wanita itu dengan senyum yang masih terpatri di wajah cantiknya.

Hera semakin merapatkan tubuhnya ke dinding, ia menggigit jemarinya yang bergetar. "A-apa maksudmu?" tanya Hera tak mengerti. Sungguh tidak adakah keajaiban datang padanya, seperti seseorang menolongnya? Ia sangat ketakutan sekarang. Ia berharap Tuhan memberikan secercah saja keajaiban maka ia akan sangat-sangat bersyukur.

Wanita itu tidak menjawab dia hanya tersenyum kemudian wanita itu berubah lagi menjadi cahaya hijau yang sangat terang hingga membuat Hera menutup matanya erat. Hera dapat merasakan cahaya itu mendekatinya kemudian yang terakhir kali Hera rasakan adalah tubuhnya seakan-akan meledak sebelum kegelapan menghampirinya.

∆∆∆

Gadis menyipit tatkala matanya menerima cahaya yang menyeruak masuk ke dalam indera penglihatannya. Dia mulai mengerjap-ngerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya tersebut. Pemandangan pertama yang gadis itu lihat adalah tempat yang menyerupai kamarnya.

Tunggu dulu,

Kamarnya?

Seketika itu ia terbangun dari tidurnya, ia memperhatikan sekeliling. Benar, ini benar kamarnya. Tapi, bagaimana bisa? Bukankah dia dikurung dalam keadaan yang mengenaskan? Lalu muncul makhluk yang mengaku adalah kekuatannya yang tersegel. Tapi, jika dia disini berarti kejadian itu hanyalah mimpinya saja? tapi kenapa rasanya sangat nyata sekali? Tiba-tiba saja kepalanya menjadi pusing ketika pemikiran-pemikiran itu masuk ke dalam kepalanya.

"Awh ... sakit," ia mengerang saat tangannya tak sengaja memegang kepala bagian belakangnya. Ia berbalik untuk melihat sarung bantal, dan ya ada noda darah yang sudah mengering di sana.

Ia turun dari ranjang dengan perlahan karena ia merasakan nyeri di tulang keringnya, kemudian dia berdiri di depan cermin yang melekat di lemarinya.

"Ini ... nyata," gumamnya.

Di cermin itu, ia melihat sosok gadis yang sangat mengenaskan, dengan rambut pirang pendek yang tak beraturan, darah yang sudah mengering yang menjalar dari kepala bagian belakangnya, pipi dan sudut bibir membiru, pakaian compang camping juga koyak di bagian dada.

"Akhh ..." ia menggigit bibirnya saat tangannya menyentuh memar dibagian dada.

Oh my God! Rasanya sakit sekali, batin Hera.

Ya gadis itu adalah Hera, entah bagaimana bisa ia berada dalam kamarnya.

Hera menangis, kenapa hidupnya selalu dipersulit seperti ini? Tidak bisakah dia hidup dengan bahagia? Tidak bisakah Tuhan memberikannya kebahagiaan? Hera ingin bahagia, itu saja.

Tapi, ia sudah mulai bersyukur, karena jika bukan berkat Tuhan maka ia tidak akan bisa keluar dari ruangan itu.

Lama ia merenungi nasibnya, lalu ia teringat harus mengobati luka di kepala bagian belakangnya dulu, jika tidak segera di obati maka akan terinfeksi. Hera teringat dengan tanaman herbal yang di tanamnya, ah dia akan mengobatinya dengan itu dulu sebelum berobat ke dokter.

Setelah selesai mengobati kepalanya, maka ia ingin mencari tahu siapa yang menolongnya keluar dari ruangan rahasia itu, ia juga ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Jika perlu ia juga akan bekerja untuk orang itu.

Baru saja kakinya melangkah tiba-tiba sulur-sulur tanaman herbal yang ia fikirkan mulai mendekatinya. Hera terkejut bukan main, dia berdiri dengan nafas tercekat dan mata terbelalak. Hera ingin berteriak untuk meminta pertolongan tapi sebuah suara menghetikannya.

'Jangan berteriak!'

HERA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang