Tidak berapa lama mereka melanjutkan perjalanan. Mereka dihadang oleh angin yang diikuti dengan benda putih dan dingin itu menerpa mereka. Lapisan paling atas bumi yang awalnya hanya tertutupi sedikit salju, kini tertutupi oleh salju yang tebal.
"Hera, apa kau tidak apa-apa?" tanya Jose khawatir. Meskipun Hera memiliki obornya tetapi obor tersebut tidak akan mungkin menghangatkan seluruh tubuhnya.
"Aku tidak apa-apa, ayo kita lanjutkan perjalanan," ucap Hera.
Setelah mengatakan itu Hera melangkahkan kakinya lagi. Obor tersebut masih ia pegang dengan erat berharap hangat dari obor itu menyebar keseluruh tubuhnya.
Jose yang melihat keadaan semakin tidak terkendali semakin membuat obornya menyala. Dengan begitu semoga saja apinya bisa membuat tubuh wanita hamil itu menghangat. Ya, Hera sedang mengandung. Hanya saja Hera dan Wella tidak tau bahwa Hera sedang mengandung. Jose tau karena memang dia bisa melihat ada beberapa nyawa yang tumbuh di rahim Hera. Meskipun Jose adalah penyihir api tapi ia juga bisa mengetahui hal tersebut, karena ia juga penyihir.
Fiuhhhhhhhh
Fiuhhhhhhhh
Hujan salju semakin lebat, Hera tak kuasa lagi menahan dingin tubuhnya. Rasanya tubuhnya benar benar dingin, ia melihat telapak tangannya. Telapak tangan itu sangat pucat, tanda aliran darah tidak mengalir di sana.
Tapi entah mengapa meskipun tubuhnya teras sangat dingin tetapi area bagian perutnya terasa hangat, dia tidak tau apa penyebabnya.
"Kita tidak bisa melanjutkan perjalanan ini, tenagaku hampir habis karena banyak mengeluarkan api," ucap Jose. Dia pun sudah kelelahan. Seharusnya menerjang badai seperti ini hanya untuk penyihir api yang ingin naik level biru.
"Tapi kita tidak bisa memutar balik, tidak ada pepohonan atau apapun untuk kita berlindung!" kata Wella.
"Wella benar, kita tidak bisa memutar balik atau apapun, jalan satu-satunya hanyalah melangkah maju!"
"Tapi kita akan mati!" sentak Jose.
Bagaimana ini? Apakah mereka akan tetap di sini ditemani para mayat pendaki yang berserakan? Atau bahkan mereka juga akan menjadi mayat itu juga?
"Apakah tidak ada cara lain?" lirih Hera. Dia belum mau mati sekarang, masih banyak urusannya yang belum selesai. Jika ia bisa meminta, ia ingin mereka selamat hingga mereka bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.
"Ada," jawab Jose. "Tapi aku tidak yakin bisa, karena kekuatanku belum sempurna untuk mencapai level biru," ucap Jose. "Tapi aku akan mencoba,"
Jose memandang salju yang terus berguguran dari atas langit. Ia memejamkan matanya berdoa dan berharap ia bisa menghadapi ini meskipun ia yakin kekuatannya tidak akan mampu.
Mata Jose terbuka, kilat api keluar dari matanya. Kaki Jose melangkah maju, ia merapalkan beberapa mantera yang salah satunya adalah, "Kaméni,"
Ketika Jose mengucapkan mantera itu, seketika itu pula salju di hadapan mereka mencair. Tidak semuanya hanya sebagian saja. Hanya sebagian saja yang mencair tapi rasanya kekuatan Jose sudah hampir habis.
Tak putus asa, Jose kembali berdiri di depan Hera dan Wella demi menghadang angin kencang yang tiba-tiba menerjang mereka.
Jose mengumpulkan api kuning miliknya. "Kaméni, kaméni, kaméni," setelah api itu membesar Hera dan Wella dapan melihat sedikit api biru di dalam api kuning tersebut.
Jose megarahkan apinya pada badai salju tersebut. "Liósei makriá!" teriak Jose. Badai itu seketika lenyap, tapi terdengar lagi suara gemuruh yang ia dengar.
"BADAI!" tunjuk Hera dari arah samping mereka.
Jose pun menoleh ke samping, ia menelan ludahnya. Sial! Itu badai yang sangat besar! batinnya.
Jose kembali mengumpulkan apinya dari sisa tenaga yang ia miliki.
"Luna, apakah Anda tidak bisa mengendalikan angin itu, bukankah Anda memiliki kekuatan pengendali angin?" tanya Wella.
Hera menggeleng. "Aku tidak tau. Tubuhku sangat lemah, untuk berdiri saja rasanya aku tidak sanggup, apalagi mengeluarkan kekuatan. Tapi aku akan mencoba," ucap Hera, ia mencoba untuk bangkit tapi tangannya ditahan oleh Wella.
"Tidak, Luna. Kondisi Anda sangat menghawatirkan, saya tidak mau terjadi sesuatu kepada Anda,"
"Aku harus membantu Jose, Wella."
Wella menggeleng. "Saya hanya bertanya, Luna. Dan belum tentu badai salju bisa Anda kendalikan seperti badai angin, " ucap Manuwella.
Dalam hati Hera membenarkan, tapi ia juga tidak bisa berdiam seperti ini.
Sementara Jose masih membesarkan api miliknya berharap dengan begini apinya bisa mengalahkan badai tersebut. Setidaknya ia punya harapan untuk bisa mengalahkan badai tersebut meskipun rasanya tidak mungkin.
Jose menghirup nafasnya, jantungnya tiba-tiba berdetak kencang, badai itu semakin dekat. Jose memejamkan matanya, ia mengeluarkan seluruh tenaga yang ia punya yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya agar bisa melewati badai itu, tak ingat lagi konsekuensi dari mengeluarkan api sebesar itu.
Serentak dengan membuka matanya ia mengarahkan api biru mililknya. Tidak! Biru bukan api miliknya. Lantas api siapa?
Badai itu langsung hilang, tidak ada lagi salju tebal yang menghalangi jalan mereka, yang ada sekarang hanyalah pepohonan kering yang seperti tersiram air hujan.
Tiba-tiba tubuh Jose mengejang. Rasanya seperti sesuatu memasuki tubuhnya. Tiba-tiba saja Jose kehilangan kesadarannya.
Sedangkan Hera, perutnya semakin terasa hangat dan nyaman. Hangat itu menjalar sampai ke semua tubuhnya.
Hera melihat Jose yang mengeluarkan api besarnya untuk menerjang badai tersebut. Entah mengapa semakin besar api yang dikeluarkan Jose semakin hangat pula tubuhnya.
Hingga api kuning milik Jose perlahan berubah menjadi biru lalu menerjang badai hingga badai dan salju disekitar mereka menghilang. Namun meskipun api Jose sudah menghilang, rasa panas di tubuh Hera masih ada bahkan makin bertambah hingga Hera mengeluarkan keringat.
Hera melihat tubuh Jose mengejang, hingga tubuh itu perlahan berubah menjadi orang lain yang mengeluarkan cahaya merah seperti api.
Hera tidak tau siapa itu tetapi yang jelas Hera tidak pernah melihat makhluk yang seluruh tubuhnya dikelilingi api, bahkan bajunya pun mungkin terbuat dari api.
"Luna, dimana Jose? Dan siapa itu?" bisik Wella. Ia juga bingung, Jose awalnya mengejang lalu tiba-tiba berubah menjadi wanita itu.
Makhluk tersebut terbang mendekati Hera, rasa panas yang berada di tubuh Hera semakin terasa, bahkan sekarang ia merasa berada di dekat benda yang kebakaran.
Makhluk itu mengatupkan kedua tangannya di depan wajahnya. "My Queen," hormat makhluk itu.
Heta membulatkan matanya, apa mungkin makhluk ini adalah kekuatannya? Mengingat makhluk ini mengucapkan My Queen.
"Benar, My Queen. Hamba adalah kekuatan Anda, Restvefire Controller. Kekuatan pengendali api, kekuatan ini muncul karena penyihir api yang mencoba untuk menyelamatkan Anda meskipun sebenarnya kekuatannya tidak mampu. Berkat ketulusan dan kegigihan yang ia miliki, saya mengijinkannya untuk mencapai level biru dengan cepat."
∆∆∆
![](https://img.wattpad.com/cover/267884312-288-k656625.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HERA [END]
FantasíaAwalnya Hera Athena Demeter hanya seorang manusia biasa yang mendapat beasiswa di Universitas Johannes Gutenberg Mainz, Jerman. Namun semua itu berubah ketika ia mendapati fakta bahwa ternyata ia merupakan manusia serigala. Objek yang selama ini ia...