03 [Secret Room]

3.6K 476 3
                                    

"Hera."

"Iya, Mrs. Smith?"

"Bisakah kau menolongku membawa makalah ini, keruangan ku?"

Hera mengangguk. "Baik, Mrs. Tapi, dimana ruangan Anda?" tanya Hera. Karena Mrs. Smith tidak pernah menyuruh mahasiswanya masuk ke ruangannya, dan Hera adalah yang pertama.

"Lantai atas, pintu nomor 04. Ada namaku depan pintu,"

Sedikit cerita tentang lantai atas, siapa yang tidak tau lantai atas? Lantai yang terkenal akan rumor menakutkan bagi para mahasiswa, dan lagi sebuah ruangan rahasia juga berada di lantai tersebut membuat rumor yang beredar itu semakin kuat. Tapi jika rumor itu benar, lantas bagaimana Mrs. Smith dan para dosen lainnya bisa betah diruangan itu? Hera menggeleng, terkadang manusia sering menelan mentah-mentah sebuah rumor tanpa memfilter nya terlebih dahulu.

"Baik, Mrs. Smith," kemudian Hera membawa makalah tadi keruangan Mrs. Smith. Meskipun terdapat rumor yang kurang mengenakkan, Hera tidak takut. Bukan apa, Hera tidak mudah percaya apa kata orang, ia akan percaya jika ia mengalami sendiri tentang rumor itu.

Langkah Hera terhenti di depan pintu besar berwarna coklat dengan ukiran yang sangat rumit. Hera bisa memprediksi jika ukiran tersebut sudah berumur lebih dari usianya. Dan ia juga menebak bahwa ukiran tersebut dibuat oleh para ahli ukir yang sangat hebat. Tapi yang di herankan Hera adalah ukiran tersebut seperti ukiran kuno yang pernah ia lihat tapi entah di buku mana.

Hera teringat sesuatu, bukankah ini ruangan ... rahasia. Ruangan yang tidak pernah di masuki mahasiswa, ruangan yang menjadi rumor itu. Hera bergidik ngeri, ternyata rumor itu benar. Lagi-lagi Hera bergidik ngeri, melihat dari luar saja sudah menyeramkan apalagi di dalamnya.

Dengan langkah cepat Hera pergi dari sana menuju ruangan Mrs. Smith. Hera tidak tau saja bahwa beberapa pasang mata sedang mengawasinya dengan senyum jahat terukir di wajahnya.

Setelah menemukan ruangan Mrs. Smith ia langsung masuk ke dalam. Hera berdecak kagum melihat interior dari ruangan ini. Desainnya menggabungkan desain klasik dan modern. Benar-benar elegan. Jika Hera punya banyak uang nanti maka ia juga akan membuat ruangan seperti ini. Sungguh rasanya Hera betah berada di sini.

Hera keluar dari ruangan Mrs. Smith setelah meletakkan makalah tersebut di atas mejanya. Ia berjalan dengan langkah santai sambil bersenandung ria. Namun tiba-tiba seseorang menghampirinya dengan senyum devil. Hera melotot ketika sang ratu bully atau Clorine sudah berada di depannya. Oh ternyata bukan tidak mengganggunya tapi belum mengganggunya.

Hera ketakutan setengah mati, tangannya pun sudah mulai berkeringat tanda jika Hera sedang dalam ketakutan yang luar biasa.

"Sudah merasa aman, huh?" Clorine beserta teman-temannya sudah mengelilingi Hera.

Clorine menarik cepolan rambut Hera dengan kasar hingga membuat hera meringis kesakitan. "Jika kau ingin merebut Erick dariku maka kau harus menghadapiku dulu!"

"A-apa maksudmu- akh to-tolong lepaskan ini sakith ... "

"Ha ha ha, sakit? Ini belum sakit, sayang. Lets play Girls."

Dengan sigap teman-teman Clorine memegang tangan dan juga kaki Hera. Hera sudah memberontak namun 1 lawan 5 mana akan menang.

Clorine mendekat dengan benda tajam di tangannya. Hera yang sudah ketakutan makin ketakutan melihat benda tajam itu. Clorine memotong rambut pirang Hera menggunakan cutter. Rambut Hera yang tadinya panjang kini tinggal seleher saja itupun dengan potongan jauh dari kata rapi

"A-apa yang ka-kalian lakukan? Tolong lepaskan aku. Kumohon," Mohon Hera dengan air mata yang sudah mengalir dipipi putihnya.

Plak

"Diam!" tamparan mendarat di pipi Hera hingga kacamata yang di pakainya tercampak.

Krek

Kacamata satu-satunya milik Hera lenyap sudah karena di injak oleh Clorine. Clorine tersenyum puas lalu menarik kemeja hera hingga kancing paling atas milik Hera terlepas kemudian ia mencengkram kedua pipi Hera dengan erat.

"KAU! Sudah berapa kali ku bilang jangan dekati Erick!! Erick hanya milikku!" Hera memejamkan matanya. Tidak ada niat dirinya untuk mendekati lelaki itu, Erick saja yang mendekati Hera karena dia pintar di bidang sejarah. Sedangkan Erick nilainya C, maka dari itu Erick ingin belajar pada Hera. Namun semua itu disalah artikan oleh Clorine yang notabenenya penggemar garis keras Erick.

"A-aku-"

Plak

"Erick tidak akan suka dengan tubuh kerempeng sepertimu ini! Apalagi dengan statusmu yang miskin, anak haram-"

Cuih

Hera tak kuasa lagi, entah keberanian darimana dia meludahi wajah Clorine. Clorine dan teman-temannya tidak percaya bahwa Hera dapat meludahi wajahnya.

Dengan geram Clorine menarik lagi kemeja Hera. "Kau!"

Clorine langsung memotong kemeja Hera dengan gunting ditangannya, Hera memberontak sekuat tenaga tapi percuma saja kemeja Hera sudah koyak terutama di bagian dada sehingga menampakkan payudara Hera yang terbungkus oleh bra.

"Ini? Ini yang kau berikan kepada Erick?" Clorine mencengkram dada Hera hingga menimbulkan memar di daerah itu. "Kecil begini,"

Cuih

Clorine meludahi payudar Hera. "Rasakan ini!" kembali Clorine mencengkram dada Hera kasar dengan kedua tangannya.

"Hiks to-tolong lepaskan aku hiks sakit ... " Hera kembali menangis karena tak kuasa menahan sakit di dadanya.

"Bawa dia!" perintah Clorine, atek-atek Cloine pun menyeret Hera ke sebuah ruangan yang membuat Hera memberontak dengan tangis yang masih terdengar pilu. Pintu ruangan itu sudah terbuka dengan lebar hanya kegelapan saja yang nampak dari luar.

"Masukkan!" Hera diseret kedalam ruangan itu. "To-tolong lepaskan aku, a-aku ta-takut,"

Plak

Lagi-lagi tamparan dipipi Hera membuat sudut bibir gadis itu mengeluakan sedikit noda darah.

Clorine mencengkram pipi Hera. "Oh sayang, katakan permintaan terakhirmu, aku akan mengabulkannya."

Tidak! Sungguh ia belum siap untuk mati sekarang, ia belum menemukan siapa orang tuanya, ia belum menemukan keluarganya. Oh Tuhan, terkutuklah lantai ini yang tidak pernah di datangi mahasiswa. Jika tidak maka mungkin Hera akan tertolong sekarang.

"To-tolong lepaskan aku ... " mohon Hera.

"Ha ha ha tidurlah dulu, aku akan mengabulkannya lewat mimpi!"

Brak!!

Hera terlempar kedalam ruangan itu dengan kepalanya terbentur benda keras, ia juga bisa merasakan kepala bagian belakangnya basah. Hera menangis tergugu dengan kepala yang mulai sedikit pening dan mata yang mulai mengabur.

"Selamat tinggal sayang, berdoalah agar kau bisa melihat matahari lagi," dan pintu itupun tertutup rapat tanpa sedikit celahpun cahaya bisa masuk.

"Tidak! Tidak jangan tinggalkan aku hiks Tolong! tolong hiks buka pintunya hiks tolong aku ... takut ... kumohon," Hera menggedor gedor pintu itu namun sama sekali tidak ada respon dari luar. Badannya merosot ke marmer yang dingin itu, ia memeluk tubuhnya sendiri merasakan takut yang luar biasa. "Tolong aku ... " lirihnya.

Tubuh Hera menggigil, ia menggigit jemarinya. Bagaimana ini? Bagaimana caranya dia keluar dengan selamat dari ruangan rahasia ini? Ya, Hera terkunci tidak lebih tepatnya dikunci dalam Ruangan Rahasia.

HERA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang