"Kau harus membuat api lebih besar agar para binatang buas yang lainnya tidak menyantapmu," kata orang itu sambil membesarkan api yang sedang ia buat. Lagi-lagi Hera dibuat takjub oleh orang tersebut, ia bisa membuat api hanya dengan sekali gesekan batu.
Hera juga mencoba namun percobaannya selalu gagal hingga akhirnya ia menyerah. "Bagaimana kau bisa membuat api hanya dengan sekali gesekan?" tanya Hera heran, ia saja sudah berpuluh kali gesekan tapi tidak ada api yang keluar dari batu itu, yang ada tangannya malah sakit. Hera berfikir, mungkinkah orang ini dulunya adalah tarzan? Seperti film yang pernah ia tonton.
"Aku sudah lama hidup di hutan—"
"Bukankah kau tinggal bersama nenekmu? Lalu, kapan kau hidup di hutan?"
"Aku memang tinggal bersama nenek, tapi aku juga sudah lama tinggal di hutan," jawabnya.
"Oh ayolah, Jose. Aku bingung sekarang, pertama, kau tau aku di sini padahal aku tidak memberi tahu siapapun. Kedua, aku tidak tau bahwa kau mengikutiku padahal sudah ku pastikan aku hanya sendirian, dan ketiga, kau bilang kedua orang tuamu kecelakaan lalu kau tinggal bersama nenekmu. Jadi, kapan kau tinggal di hutan?" tanya Hera beruntun. Ya, orang yang sedang bersamanya ini adalah Joselyn. Jose yang bekerja di st*rbucks bersama Hera.
"Baiklah, aku akan jawab tapi aku tidak bisa menjawab semuanya," kata Jose. "Orang tuaku memang kecelakaan dan aku juga tinggal bersama nenekku,"
"Lalu di hutan?"
"Umurku tidak sama dengan apa yang kau lihat sekarang, Hera. Aku sudah lama hidup di dunia ini," ucap Jose lagi dn kali ini ucapannya sukses membuat Hera bingung.
'Kenapa dia sangat bertele-tele!' ucap Berry yang sudah kesal dengan penjelasan Jose yang menurutnya bertele-tele.
"Entahlah, biasanya dia tidak begini."
"Kau berbicara dengan siapa?" tanya Jose.
"Berry," jawab Hera.
Jose mengernyit bingung. "Berry?" ia menoleh ke kiri dan ke kanan, "tidak ada orang selain kita berdua,"
Seketika itu Hera menggigit bibirnya. "Hah? Uhm ah maksudku aku ingin makan berry hehe ya buah berry," ucap Hera gugup. "Sudah lama aku tidak memakan buah itu," lanjutnya untuk menutupi rasa gugupnya itu.
Hera dapat merasakan Berry menggelengkan kepalanya. 'Sudah kubilang berbicara dalam hati saja.'
'Aku kelepasan, Berry. Maafkan aku,'
Jose memincingkan matanya. "Terserah kau saja," ia lalu menghamparkan daun-daun lebar yang sudah ia pungut tadi. "Tidurlah Hera. Besok pagi kita lanjutkan perjalannya." Ajak Jose yang sudah mulai memejamkan matanya.
Hera menurut lalu membaringkan tubuhnya di samping orang yang sudah ia anggap saudarinya itu. Keduanya pun langsung mengarungi lautan mimpi sampai pagi menjelang.
∆∆∆
"Kita kemana lagi?" Tanya Hera yang sudah kelelahan, pasalnya sejak ayam hutan jantan berkokok mereka sudah melanjutkan perjalan hingga matahari mulai naik ke atas kepala.
"Entahlah, akupun tidak tau," kata Jose. Ia berdecak kesal. "Ck! Harusnya aku yang bertanya padamu! Sebenarnya ke mana lagi kita? Dan untuk apa kau ke sini?"
"Bukankah kau tau tujuanku ke sini?" tanya Hera balik, mustahil Jose tidak tau tujuannya ke sini.
"Tidak tau, aku hanya tau kau pergi ke sini." Jawab Jose.
"Kufikir kau tau," katanya. "Aku ingin mencari bukti-bukti bahwa werewolf itu ada, dan itu sebagai tugas akhir semesterku," ucap Hera.
Jose nampak terkejut lalu bertanya lagi. "Untuk apa kau susah payah mencari tau hal itu, bukankah werewolf itu hanya mitos belaka? Ku sarankan kau cari yang lain saja,"
Hera menggeleng. "Tidak, mereka ada," dan aku salah satu dari mereka, lanjut Hera dalam hati. Dia belum bisa berbicara jujur pada Jose, jika bukti-bukti sudah terkumpul maka ia janji akan memberi tahu Jose tentang siapa jati dirinya.
Jose menganggukkan kepalanya. "Baiklah," ucapnya. "Jadi, kemana kita pergi sekarang?" tanyanya.
"Ke goa mungkin? Tapi sedari tadi aku belum menemukan goa,"
"Goa yang ku ketahui hanya ada di tengah-tengah hutan saja," ucap Jose.
Hera menoleh. "Kau tau?"
Jose mengangguk tak pasti.
"Kalau begitu, ayo kita masuk lebih dalam lagi!" ajak Hera semangat.
"Kau yakin?"
"YA!"
Akhirnya mereka berjalan masuk lagi ke dalam hutan.
Sudah satu jam lebih mereka berjalan namun belum menemukan tanda-tanda adanya goa disana. Hera sudah lelah karena belum memakan apapun sedari tadi. Persediaan airnya pun sudah habis, jalan satu-satunya adalah mencari sungai atau danau yang bisa ia minum airnya.
"Kau haus?" tanya Jose.
"Sangat, kita harus mencari sumber air, Jose."
"Ya, kebetulan badanku gerah, aku ingin mandi."
Lalu mereka berjalan lagi untuk mencari sumber air dan buah yang bisa mereka makan nantinya.
Setelah sekitar 15 menit berjalan Jose menghentikan langkahnya. "Kau mendengar sesuatu, Hera?" tanya Jose, Hera menggeleng.
Mereka terdiam selama beberapa detik, tiba-tiba mereka langsung membulatkan matanya. "Air Terjun!!" seru mereka bersamaan. Mereka pun langsung berlari mencari sumber suara air terjun itu.
Sampailah mereka pada anak sungai yang sangat indah, bukan air terjun tapi hanya anak sungai dengan banyak bongkahan batu.
Mereka langsung mengambil air itu dan meminumnya. Airnya sangat jernih dan sejuk. "Ah lega sekali, rasanya aku ingin berenang," ucap Hera.
"Ya, aku sudah gerah sedari tadi. Lets go!" Jose langsung membuka pakaiannya menyisakan bra dan celana dalam, begitupun dengan Hera.
Setelah hampir 30 menit mereka naik ke permukaan untuk mengeringkan tubuh mereka.
"Jose lihat! Pohon apel!" tunjuk Hera pada sebuah pohon apel yang lumayan lebat. Hera langsung menghampiri pohon itu lalu memetik apel yang di ikuti oleh Jose. "Manis sekali," ucap Hera.
"Kau benar! Astaga, apel ini nikmat sekali," katanya. "Pelan-pelan, Hera. Apelnya masih banyak," katanya lagi saat melihat Hera yang nampak rakus memakan apel itu.
Hera tersenyum dengan mulut penuh apel. "Oku lopor," (aku lapar) ia menelan sisa apel dalam mulutnya.
Jose menggeleng. "Kenapa kau tidak membawa banyak makanan?"
"Kenapa kau tidak membawa makanan?" tanya Hera balik pada Jose.
Jose mendelik, pertanyaan dibalas pertanyaan? Ok fine, batin Jose. "Bekalku habis," kata Jose lalu ia memetik apel lagi.
"Sama sepertimu, bekalku juga habis. Aku hanya bawa sedikit makanan hehe," Hera menyengir, matanya menyipit tatkala melihat objek yang selama ini selalu ia cari. "Raspberry!!" pekiknya. Lalu ia langsung berlari ke objek yang tadi ia lihat, di sana banyak sekali buah raspberry yang sudah memerah.
Tanpa sadar kaki Hera melangkah melewati dua pohon besar yang menjulang tinggi. Dua pohon besi yang menjadi tanda bahwa di sana terdapat sebuah portal yang menghubungkan antara dunia manusia dan dunia yang selama ini hanya dianggap sebagai mitos belaka, dunia immortal.
KAMU SEDANG MEMBACA
HERA [END]
FantezieAwalnya Hera Athena Demeter hanya seorang manusia biasa yang mendapat beasiswa di Universitas Johannes Gutenberg Mainz, Jerman. Namun semua itu berubah ketika ia mendapati fakta bahwa ternyata ia merupakan manusia serigala. Objek yang selama ini ia...