Pagi hari menjelang, Hera sudah mengepak barang-barang keperluannya nanti jauh sebelum ayam jantan berkokok.
Ia menangking ranselnya lalu tersenyum sumringah. "Okay, Let's Go!" katanya semangat.
Dari tempat Hera tinggal menuju ke hutan Black Forest memakan waktu sekitar 4 jam jika menggunakan transportasi umum, setelah itu ia akan berjalan kaki lagi sekitar 1,5 jam untuk sampai dimulut hutan tersebut.
Tak terasa ternyata sekarang Hera sudah berada di mulut hutan, Hera takjub akan keindahan hutan yang tampak menyeramkan itu. Pohon-pohon besar menjulang tinggi hingga menutupi sinar matahari. Hutan ini sangat hijau, nampak sekali bahwa manusia tidak pernah menginjakkan kakinya di sini. Ada kebanggaan tersendiri baginya saat ia berhasil pergi ke sini, sendiri.
'Hei kau melupakan ku!' ucap Berry.
'Ya ya, baiklah Berry apa kau siap?'
'Siap! Aku berdoa semoga kita bisa menemukan mate di hutan menyeramkan ini, dan aku berharap mate sangat tampan.'
Hera menggeleng dengan tingkah Berry ini. 'Aku akan mengaminkannya agar kau senang,' kata Hera. Lalu kakinya melangkah masuk ke hutan, senyumnya mengembang ketika masuk lebih dalam lagi hutan ini, betapa menakjubkan sekali pemandangan di sini, udaranya pun sangat segar jauh dari polusi seperti di kota.
"Wow!" serunya takjub. Sayang sekali Hera tidak memiliki kamera canggih untuk memotret keindahan yang menakjubkan ini, ah nanti jika dia kembali, ia akan bekerja lebih giat lagi untuk membeli sebuah kamera lalu bertamasya ke sini lagi.
Hera merapatkan jaketnya ketika sepoian angin menerpa tubuhnya. Dingin sekali, hari sudah mulai gelap, namun waktu baru menunjukkan pukul tiga sore wajar saja sinar matahari tidak bisa menerobos di sini. Untung saja Hera sudah mempersiapkan beberapa alat penerangan untuk berjaga-jaga jika slah satu baterainya habis.
Sudah sekitar empat jam Hera masuk ke dalam hutan namun ia belum menemukan yang ia cari.
'Kau lelah, Berry?'
'Tidak, aku hanya duduk bersantai di sini,' katanya.
"Ah ya aku lupa, aku lelah sekali, aku ingin beristirahat," ucapnya.
'Istirahatlah, lihat di sana ada pohon,' tunjuk Berry pada sebuah pohon rimbun yang berada tak jauh dari mereka berdiri.
Hera mendekat lalu bersender di bawah pohon tersebut. Pohon itu sangat besar sekali, jika dilihat-lihat pohon ini mirip seperti pohon yang berada di film produksi orang India, film Krishna. Pohon yang biasa dipakai Krishna dan teman-temannya bersantai ketika menunggu para sapi makan.
Merasakan perutnya perlu diisi, Hera membuka sebungkus roti dan air mineral yang ia bawa. Setelah itu ia mencari kayu bakar untuk membuat api unggun guna mengusir nyamuk yang mulai mengerubutinya dan juga sebagai penerangan.
Krtak... Grrrrr...
Hera langsung memasang sikap siaga. Hera melihat sekelilingnya, tidak ada apa-apa selain dari suara burung-burung yang saling bersautan.
Grrrr...
Lagi, Hera mendengar suara itu lagi. Saat ia menoleh di balik pohon, ia menemukan lima ekor serigala kurus dengan moncong penuh air liur. Hera ketakutan setengah mati melihat serigala yang nampak sangat kelaparan itu.
'ROGUE! LARI HERA! LARI' teriak Berry dalam kepala Hera. Hera bingung apa yang harus ia lakukan sekarang, dia ingin berlari tapi entah kenapa kakinya seperti terpaku, mulutnya seakan kelu untuk berbicara. Ia masih terdiam dengan tangan gemetar.
'HERA!!' teriak Berry lagi saat kawanan serigala lapar itu mulai mendekat, Hera menutup matanya erat. Entah kenapa di dalam kepalanya melintas adegan dimana akar akar pohon hidup menyelamatkan ibu Krishna, Yasodha, dari kayu yang jatuh akibat badai yang dibuat oleh Dewa Indra. Namun kayu itu berubah menjadi dirinya. Saat rogue itu mulai menerjang Hera, ia merasakan tubuhnya terikat dan melayang lalu terduduk diatas benda keras seperti sebuah kayu. Merasakan tidak ada serangan dari serigala itu, perlahan ia membuka matanya, betapa terkejutnya dia saat melihat dia berada didahan pohon rindang tadi.
'Huh, bersyukurlah kau memiliki kekuatan.' Ucap Berry.
"Aku?" Tanya Hera bingung.
'Jangan bilang kau lupa kekuatanmu sendiri,'
Hera terdiam, sesungguhnya ia lupa jika dia memiliki kekuatan.
'Natthy Controller, lupa?'
Hera mengangguk lalu mengatur detak jantungnya yang berlomba-lomba memompa darah. Hera melirik ke bawah melihat para rogue itu masih setia menggonggong dan mencoba memanjat pohon.
"Apakah mereka juga werewolf?"
'Bukan, mereka hanyalah serigala yang tidak terikat dengan pack, atau biasa disebut rogue.'
"Aku juga tidak memiliki pack, apakah aku rogue juga?"
'Kau memiliki pack, hanya saja aku tidak tau kita berasal dari pack mana, Moon Goddes tidak memberitahuku.'
Grrrr ...
Hera terkejut ketika salah satu dari mereka hampir berhasil menggapai dahan yang ia duduki. Ketika serigala lain berusah menggapai dahan tersebut tiba-tiba ada seseorang yang membuat usaha itu gagal lagi.
"Dasar serigala jelek! Baru saja ku tinggal sebentar, sudah ingin memakannya? Makan saja pedangku ini," ucap orang itu lalu menebas leher para rogue dengan sekali tebasan. Para serigala itu sudah terkapar tak bernyawa dengan kepala terpisah dari badannya.
Hera membulatkan matanya tak percaya, apalagi melihat orang di bawahnya ini.
Bagaimana bisa? Hebat sekali, batin Hera.
"Apa yang kau lihat? Turun!" perintahnya dengan mengacungkan samurai yang ia pegang kearah Hera.
Hera meneguk ludahnya, salah sedikit saja maka samurai itu akan melukainya. "A ... aku tidak bisa turun," katanya. Bisa naik tapi tidk bisa turun, seperti itulah kira kira sebutan yang cocok untuknya.
'Nathy Controller, Hera!' geram Berry.
"Loncat saja biar mati sekalian!" sarkas orang itu.
'Garang sekali,' gumam Berry.
Hera tidak menghiraukannya, Hera hanya fokus pada fikirannya. Ia membayangkan akar-akar pohon tadi membawanya turun, dan berhasil dia mendarat dengan selamat. Untung saja orang itu sibuk melempar bangkai serigala yang sudah dibunuhnya sehingga ia tidak melihat kekuatan yang dikeluarkan Hera.
Hera memandang orang di depannya ini yang sedang melempar bangkai serigala itu. Ia mengerutkan keningnya. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Hera.
"Membunuhmu," jawab orang itu, ia membersihkan bekas darah di samurai nya.
Bukan ketakutan malah Hera tertawa. "Tapi kenapa kau menolongku?"
"Hei! Kau fikir aku benar akan membunuhmu?"
"Nah, lalu kenapa kau di sini?"
"Ck, menemanimu. Kau fikir aku akan membiarkanmu pergi ke hutan ini sendiri? Aku masih membutuhkanmu, jika kau mati maka aku tidak akan punya teman," jawabnya.
"Huh? Tapi, kau tau darimana aku di sini?" tanya Hera kembali. Seingatnya dia tidak pernah membicarakan perihal kepergiannya ini. Lantas kenapa orang ini bisa tau? Juga, kenapa ia tidak sadar bahwa ia sedang dibuntuti? Mungkinkah ia terlalu menikmati pemandangan hingga ia menjadi hayal?
Orang itu menyeringai lalu mendekatkan bibirnya pada daun telinga Hera. "Secret," bisiknya misterius.
Oh shit! Hera merinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
HERA [END]
FantasyAwalnya Hera Athena Demeter hanya seorang manusia biasa yang mendapat beasiswa di Universitas Johannes Gutenberg Mainz, Jerman. Namun semua itu berubah ketika ia mendapati fakta bahwa ternyata ia merupakan manusia serigala. Objek yang selama ini ia...