Hera membuka pintu apartemen dengan raut wajah lelah.
Hari ini banyak sekali pengunjung di Starbucks, Hera bersyukur karena dia akan mendapatkan upah lebih meskipun penat luar biasa. Masalah pria misterius itu Hera sudah melupakannya. Mungkin hanya orang iseng, itu sudah sering terjadi selama ia bekerja di sana dan Hera mengabaikannya saja.
Hera membuka satu persatu pakaiannya kemudian berendam menggunakan air hangat yang sudah ia campur dengan bunga lavender yang ia tanam.
Hera memejamkan matanya kala air hangat itu membelai tubuhnya, rasanya nyaman sekali, badannya pun seakan-akan pulih dari penat setelah merendam tubuhnya dengan air hangat tersebut.
'Hera ...'
Mata Hera terbuka, suara itu ... suara itu muncul lagi setelah beberapa hari ini tidak terdengar. Hera bingung, darimana asal suara itu.
Suara misterius itu seakan-akan berada di dalam kepalanya, pertama kali ia mendapati suara tersebut adalah di hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas dan Hera mengira itu hanyalah orang iseng yang memanggil namanya saja, jadi dia mengabaikannya.
Satu tahun berselang suara itu kembali muncul dan itu hampir setiap hari, Hera sudah memeriksakan ke dokter tapi jawaban sang dokter adalah suara itu hanya halusinasi Hera saja katanya. Waktu itu ingin rasanya Hera berteriak di wajah sag dokter bahwa tidak ada halusinasi yang muncul setiap hari, tapi apalah daya Hera.
Hera juga merasakan ada orang lain yang berada di dalam tubuhnya, hal itu karena setiap kali Hera di bully atau di perlakukan dengan kurang baik jiwa lain ditubuhnya seakan ingin memberontak tapi semuanya tertahan begitu saja.
Hera bergegas menyelesaikan mandinya kemudian mengerjakan tugas yang belum sempat dia kerjakan.
Pagi harinya Hera terbangun dengan badan yang pegal-pegal, wajar saja ia tidur dengan posisi duduk, dia ketiduran setelah menyelesaikan tugas-tugasnya. Hera mengemasi buku-buku dan juga tugas-tugasnya lalu memasukkan ke dalam tas miliknnya.
Ia mengambil air kemudian menyiram tanaman yang berada di balkon. "Selamat pagi," sapa Hera pada tanamannya. "Segar sekali," Hera menghirup udara segar yang diciptakan oleh tanamannya. Lalu ia beralih pada tanaman lavender yang beberapa tangkai sudah ia ambil. "Tumbuh yang subur," katanya.
Tanaman-tanaman itu tumbuh dengan subur, jika dilihat hanya balkon Hera saja yang menyerupai hutan karena banyaknya tanaman yang dia tanam. Wajar saja, Hera banyak menanam tanaman hijau seperti tanaman herbal, karena tanaman herbal akan memudahkan pengobatannya ketika ia sakit. Maklum biaya berobat di kota sangat mahal, jadi ia harus pandai merawat diri dan menghemat uang.
Kata ibu panti dulu, tangan hera adalah jelmaan tangan dewi kesuburan sebab apa yang dia tanam maka tanaman itu akan tumbuh subur bahkan kaktus yang ia tanam di daerah gunung pun akan seperti kaktus di daerah gurun pasir.
Hera teringat apel hitam yang ditanamnya di panti, apel langka itu tumbuh sangat subur, bahkan pohon itu berbuah 6 bulan sekali padahal biasanya apel itu akan berbuah sekitar 2-5 tahun sekali makanya buah apel hitam sangat langka. Dan anehnya buah apel hitam milik Hera hanya akan bisa di petik jika sudah mendapat ijin dari Hera, jika tidak maka jangan harap buah itu akan lepas dari tangkainya, ajaib memang Hera saja bingung.
Hera bergegas mandi dan berkemas pergi kuliah, hari ini dia ada presentasi tentang Artefak yang dia teliti seminggu yang lalu. Artefak itu mengenai kebenaran tentang adanya keberadaan makhluk immortal. Makhluk immortal yang Hera pilih adalah werewolf entahlah Hera hanya ingin memberitahukan kepada semua orang saja bahwa werewolf itu ada, tidak hanya khayalan Hera semata.
Hera berangkat menuju Universitasnya, untung saja di negara ini menyediakan angkutan umum yang tepat waktu jika tidak maka dapat dipastikan banyak para pekerja yang dipecat karena keterlambatannya.
"Sepi sekali," gumam Hera saat kaki kecilnya melangkah masuk kedalam gedung kuliah.
Apakah aku terlalu pagi? pikirnya melihat hanya beberapa mahasiswa saja yang berlalu lalang.
Di koridor, Hera melihat orang-orang yang sering membullynya. Hera berjalan dengan menunduk dan menggenggam erat tali tasnya dia sudah pasrah jika harus ditendang, dipukul atau bahkan disiram dengan air pel. Namun hingga Hera sampai di depan pintu kelas, Hera tidak merasakan apa-apa sehingga membuat Hera sedikit heran. "Tidak biasanya mereka hanya diam saja seperti itu," gumamnya, "ah syukurlah, mungkin mereka sudah bosan menggangguku." Hera tersenyum kemudian masuk kedalam kelas yang masih sepi. Hanya terisi beberapa mahasiswa saja.
Hera duduk di bangku paling depan, bukan karena dia sok pintar atau apa hanya saja jika duduk di belakang maka suara dosen tidak akan terdengar jelas. Hera tidak akan membiarkan beasiswanya terbuang sia-sia jika dia tidak mendapatkan ilmu dari yang lebih berpengalaman.
"Guten morgen, wie geht es Ihnen ? (Selamat pagi, bagaimana kabarmu?)" sapa Hera pada mahasiswa berkaca mata di sebelah kursinya.
Mahasiswa itu menutup bukunya, lalu membenarkan kacamatanya yang agak melorot. "Danke, gut ! Und Ihnen ?(Terima kasih, baik-baik saja! Dan kamu ?) tanyanya pada Hera.
"Auch gut, danke! (Baik juga, terima kasih!) kata Hera.
"Hera," panggil Jane, mahasiswa tadi.
"Ja? (Ya?)"
"Artefak tentang apa yang kamu pilih?"
"Aku memilih Artefak keberadaan werewolf," kata Hera tersenyum.
Jane mengernyit bingung. "Werewolf? Bukankah itu manusia serigala?"
Hera mengangguk semangat. "Kau benar,"
"Bukankah makhluk itu hanya mitos?" tanya Jane lagi. Ia bingung dengan Hera, bagaimana ia bisa menemukan kebenaran tentang adanya Werewolf sedangkan werewolf sendiri itu hanyalah makhluk mitos yang menjadi dongeng sebelum tidur?
Hera menggeleng, kemudian berkata, "Mungkin kata orang manusia serigala hanyalah makhluk mitos, tapi bagiku tidak. Mereka benar-benar ada, dan aku akan membuktikannya."
Jane mengangguk. "Eum, baiklah semoga kau berhasil," katanya.
"Terima kasih, oh iya bagaimana denganmu, Jane? Apa yang kau teliti?" tanya Hera kepada Jane.
"Aku memilih, Dinosaurus jenis apa saja yang ada di sini pada jutaan tahun lalu, dan dinosaurus jenis apa yang terakhir punah," kata Jane.
"Oh baiklah, aku fikir kau akan pergi ke museum?"
"Ja (ya),"
"Semoga berhasil,"
"Terima kasih, Hera," ucapnya, "sepertinya Mrs. Smith akan datang sebentar lagi," katanya lagi dengan melihat para mahasiswa yang mulai berdatangan memenuhi kelas. Jika para mahasiswa nakal sudah masuk artinya dosen sebentar lagi juga akan masuk.
"Selamat pagi."
Benar saja Mrs. Smith sudah masuk ke dalam kelas kemudian duduk dengan anggun di singgasana dosen.
"Silahkan yang ingin presentasi terlebih dahulu, siap tidak siap kalian harus mempertanggung jawabkan penelitian kalian."
Para mahasiswa yang maju pertama adalah mahasiswa yang mendapatkan beasiswa, mahasiswa yang dianggap pintar oleh mahasiswa normal lainnya, salah satunya Jane. Hera mendapatkan urutan ke empat untuk melakukan presentasi. Ia berdoa semoga saja ia bisa mempresentasikan hasil penelitiannya dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
HERA [END]
FantasiAwalnya Hera Athena Demeter hanya seorang manusia biasa yang mendapat beasiswa di Universitas Johannes Gutenberg Mainz, Jerman. Namun semua itu berubah ketika ia mendapati fakta bahwa ternyata ia merupakan manusia serigala. Objek yang selama ini ia...