33 [Sang penolong]

1.9K 316 2
                                    

Dari kejauhan, sebuah kubah istana sudah terlihat jelas. Dan anehnya istana tersebut dikelilingi oleh air berwarna gelap yang terlihat seperti merambat. Suasana di daerah sini masih seperti Hera temui tadi, tanaman laut di sini seakan layu dan merana, hidup segan mati tak mau.

"Itu adalah istana kami," tunjuk Merliah pada kubah itu.  "Awalnya keadaan di sini sangat indah, tidak seperti sekarang, menyeramkan." Ungkap Merliah. Hera dapat menangkap kesedihan dalam mata biru sebiru samudra itu.

"Apa yang terjadi?" tanya Hera.

"Seseorang yang tidak bertanggung jawab membuatnya seperti ini," jawab Merliah seadanya. Ia tidak bisa memberitahu keadaan sebenarnya kepada orang asing, meskipun Hera dan teman-temannya sudah menolongnya, tetap saja mereka adalah orang asing.

Sadar akan mereka tidak perlu bertanya jauh, Hera tidak melanjutkan pertanyaannya meskipun masih banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan.

"Joselyn, apa kau melihat samurai ku?" terdengar suara pertanyaan dari belakang Hera. Ia menoleh dan mendapati Manuwella sedang mencari sesuatu.

"Ada apa, Wella?" tanya Hera menangkap raut kecemasan dari pengawal pribadinya itu.

"Luna, maafkan saya. Saya kehilangan samurai milik saya," jelas Manuwella. Padahal samurai itu selalu berada di sabuk pinggangnya.

Astaga!

Bukankah ia tidak mengenakan celana lagi? Lalu kemana hilangnya samurai itu?

"Ada apa?" tanya Merliah.

"Manuwella kehilangan samurainya," jawab Hera.

Kening Merliah mengerut dalam. "Samurai?" beonya.

Mereka mengangguk, dahi Merliah semakin mengerut. "Bukankah samurai hanya dimiliki makhluk darat saja?" kata Merliah bingung. Lalu sedetik kemudian Merliah menjauh dari mereka, lalu mengacungkan sebuah tombak yang entah kapan sudah berada di tangannya.

"Siapa kalian?!" tanya Merliah, raut gadis itu tidak menunjukkan keramahan sedikitpun. "Kalian bukan klan mermaid!"

Manuwella dan Joselyn langsung maju guna melindungi Hera yang menjadi sasaran Merliah. "Jauhkan tombakmu dari Lunaku!" desis Manuwella.

Hera menyentuh bahu Manuwella, lali tersenyum padanya. "Tidak apa, Wella. Aku akan bicara padanya,"

"Tapi Luna,"

Hera tersenyum memotong ucapan Wella. Ia lalu mendekati Merliah yang masih mengacungkan tombak itu. "Merliah," ucap Hera. Lagi-lagi Hera tersenyum. "Kami memang bukan berasal dari klan mermaid, kami berasal dari klan werewolf,"

"Werewolf?" keningnya berkerut. "Kami tidak mengundang klan werewolf untuk ke istana, lantas apa yang kalian lakukan di sini? Mengapa kalian juga memiliki ekor?" tanya Merliah beruntun. Karena meskipun klan selain mermaid bisa bernafas dalam air berkat bantuan para penyihir dan peri, tetap saja mereka tidak akan bisa mempunyai ekor seperti Hera dan teman-temannya ini.

"Kami juga tidak tau mengapa kami memiliki ekor, dan tujuan kami ke sini hanyalah mengikuti peta yang kami miliki," ungkap Hera, lalu ia membuka peta tersebut dan menunjukkannya pada Merliah.

Perlahan tombak yang di acungkan Merliah tadi mulai mengecil dan menjadi sebuah permata yang melekat pada tiara Merliah.

"Gunung Everest? Kalian ingin ke sana?" tanya Merliah ketika melihat simbol gunung Everest di peta itu.

Hera mengangguk. "Aku ingin menemukan ibuku di sana," jawab Hera.

Merliah menatap Hera, ia meneliti wajah ini. Jika dilihat, wajah Hera seperti tidak asing, rasanya ia pernah melihat wajah ini, tapi di mana?

HERA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang