6. Pulang

537 67 4
                                    

Happy Reading-💗!!

•°•°•°•

Ketika sampai di gerbang rumah besar Ariel, Ariel langsung berlari menghampiri Arini yang sudah menunggu dari tadi di depan pintu rumah.

Ariel menyebrang jalan, menuju rumah dengan berlari.

Tiba-tiba truk besar datang Arah berlawanan, Ara hendak menyelamatkan tubuh sahabatnya itu, bahkan Ara sudah menarik tangannya.

BRAAKKK!!

"ARIEL! AWASS RIEL!" Teriak Ara.

"ARIEELLLLL!!!!" Disusul teriakan histeris Revan dari belakang.

Arini yang melihat langsung memutar kursi roda yang digunakannya, Arini shock. Tak menyangka hal seperti ini akan ia saksikan didepan matanya.

Arini langsung menangis histeris, kemudian disusul tangisan Ara yang tak kalah hebatnya. Ketika mendekat, kaki sebelah kanan milik Ariel sudah remuk, bahkan kepalanya mengeluarkan darah yang banyak.

Dengan cepat Revan langsung berjongkok di samping tubuh tak berdaya Ariel, menyentuh urat nadi Ariel.

"INNALILAHI WA INNALILAHI ROJIUN ARIELLLL!!" Tangis sendu mengiringi kepergian Ariel, jalanan menjadi saksi bisu tempat terakhir Ariel menghembuskan nafasnya.

Tangis Arini terhenti ketika melihat raut wajah sendu Ara, menarik lengan kanannya. Dan berbisik di telinganya.

"Ini semua gara-gara kamu!" Bentak Arini tepat di telinga Ara.

"Tan, ini bukan salah Ara, Ara mau nyelamatin Ariel tadi, tapi truk nya cepet banget!" Pembelaan datang dari mulut Revan.

Ara yang mendengar hanya menangis, bahkan tangisnya semakin menjadi ketika Revan membelanya.

"KAMU PEMBUNUH, ARA!" Teriak Arini sekali lagi, tangisnya pecah kembali. "BELUM SEMPAT TANTE MEMELUK ARIEL, KAMU SUDAH MEMBUNUHNYA!."

Suasana jalanan yang tadinya sepi, kini ramai oleh orang-orang yang datang ingin membantu.

"ASTAGA!"

"INI KENAPA BU?"

"INNALILAHI!"

"AYO CEPAT BAWA DIA KE RUMAH SAKIT!"

"UNTUK APA? DIA SUDAH MENINGGAL, DIBUNUH OLEH PEMBUNUH INI!" Balas Arini, terlanjur kecewa dengan apa yang dia lihat.

"Jadi dibunuh?" Tanya seorang lelaki.

"Dia mendorong anak saya, tepat saat truk warna abu melaju kencang!" Jawab Arini.

"Tante! Semuanya! Cukup! Ara bukan pembunuh! Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri!" Bentak Revan, membuat suasana tambah gaduh.

"Kamu tidak usah membela Ara! Tante tau dia salah!" Arini berkata dengan mengacungkan jari telunjuknya ke depan muka Revan.

"Saya yang lihat! Tante tidak tahu apa-apa selain menyalahkan orang yang tidak bersalah!" Bentak Revan sekali lagi.

Ara tetap menangis. Namun, tangisnya beradu dengan kegaduhan beberapa warga sekitar. "CUKUP!" Teriak Ara, membuat semua membisu ditempat.

Tentang AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang