49. Mengenai Rencana

220 22 0
                                    

Haii, ada yang kangen cerita ini nggak?😁

Udah lama nggak up ya, seneng akhirnya bisa ngumpulin niat buat menulis ini🥺🦕

Darimana aja asal readers cerita Ara ini?

Jam berapa kalian baca cerita ini?

°•°•°•°

Ini bukan tentang siapa yang berjanji, ini tentang siapa yang berani bertanggung jawab atas segala perbuatannya.

•°•°•°•

Perasaan gelisah masih saja menghantui perasaan Ara, bagaikan dihantam badai yang tiada henti, masalah terus saja merundung dirinya, ia juga harus melewati semuanya sendirian, tanpa adanya tempat untuk pulang dan menceritakan semuanya. Apalagi kali ini, sampai kapanpun Ara tidak akan pernah siap kehilangan kakaknya. Tidak akan!

Sementara di lain tempat ada orang yang berpikir bahwa dirinya memang tak bersalah.

BRAK!

Pintu utama rumah Arkananta terbuka lebar, menampilkan sosok seorang Dito Arghatta yang merupakan putra sulung dari Mahesa.

Arshel berjalan mendekati Dito. Dan tanpa aba-aba Dito langsung menarik kaus yang dikenakan oleh Arshel. Lalu menghantam bagian rahang laki-laki itu sebanyak tiga kali. Lalu membanting tubu Arshel ke lantai.

Saat hendak kembali melayangkan bogemannya, tangan Dito terhenti akibat teriakan dari seorang wanita paruh baya yang merupakan ibunda dari Arshel. "STOP!" Wanita itu berlari menghampiri keduanya yang sudah dilanda emosi.

"Kenapa ini? Kenapa kamu tiba-tiba datang memukul anak saya?" Tanya wanita itu dengan gelisah.

Dito memainkan lidahnya didalam mulut. Melirik Arshel sinis. "Anak anda ini sudah bertindak kelewat batas, melakukan hal yang tidak sewajarnya dilakukan oleh orang yang belum menikah!"

Mata Hani berkaca-kaca, ia sudah tau maksud dari ucapan yang dilontarkan oleh Dito. "M... Maksud kamu, bagaimana?" Tanyanya bergetar.

"T-tapi gue nggak ngelakuin ke adik lo, bang."

Mata Dito mengarah tajam pada Arshel, memberikan peringatan diam untuk laki-laki itu. "Anak anda sudah merenggut kehormatan dan mahkota adik saya," ujarnya sambil melirik Arshel. Pandangannya sekilas turun pada rahang laki-laki itu.

Hani meneteskan air matanya. "Bener, a?" Hani berjongkok, memegang pundak putranya. "Jawab! Bunda tanya!" Desaknya.

Arshel hanya diam tak berkutik di lantai, ia masih belum mengerti atas apa yang terjadi pada saat itu.

PLAK! Hani menampar pipi kiri Arshel dengan keras.

"KURANG AJAR KAMU! KENAPA AA LAKUIN HAL YANG HINA KAYA GITU?! ITU BIKIN MALU BUNDA, A!" Hani menekankan tanda seru disetiap jeda kalimatnya. Ia benar-benar merasa gagal menjadi seorang ibu.

Hani benar-benar tidak percaya dengan respon apa yang ia dapatkan dari Arshel. Ia tidak pernah mengajarkan hal senonoh seperti itu pada anak-anaknya. Hani merasa gagal dalam mendidik anak.

Tentang AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang