47. Gagalnya Dito

308 30 5
                                    

Hii, call me Evaa~

Absen dulu yuk, darimana kalian berasal?🤪

Jam berapa kalian baca part ini?🥰

Warna kesukaan kalian?😋

Happy Reading-💗!!

•°•°•°•

Jika kamu lelah, istirahatlah. Sembari membenahi peta perjalananmu yang mulai kusut.

--Cryshara Arghatta.🍂

•°•°•°•

Sreekk.

Suara kencang ban mobil yang dipaksa berbelok oleh pengemudinya, membuat Ara kaget, karena berhenti tepat dihadapannya.

Sang pengemudi itu keluar dari mobilnya, dengan menggunakan topi serta masker, yang menambah kecurigaan Ara terhadap orang di depannya ini.

Pria itu membuka maskernya, dan ternyata pria itu adalah Revan dan Dito. Ara sangat lega ketika melihat wajah kakaknya, rasanya ingin menangis sekencang-kencangnya saat ini juga.

Ara langsung berlari memeluk Dito yang masih membuka topi. Ara menangis dalam pelukan Dito, jujur, Ara sangat merindukan pelukan hangat dari kakaknya ini, terlebih sekarang Dito jarang dirumah karena pekerjaan kantor.

"Sttt, kamu kenapa?" Suara berat Dito menyambut pelukan Ara. "Habis darimana? Kok nggak pulang?" Pertanyaan Dito membuat Ara semakin terisak.

Haruskah Ara berbohong?

"Ara nggak tau ini dimana, Ara takut." Ara melepaskan pelukan itu, lalu menunduk, membiarkan air matanya keluar.

Isakan semakin terdengar pilu ketika Ara mengingat kejadian tadi, rasa takut, gelisah, merinding menjadi campur aduk di pikiran Ara, sungguh Ara tidak bisa mengingat apa ia alami semalam.

Tapi sungguh, rasa nyeri tiba-tiba menyerang tubuhnya saat Ara tiba-tiba berdiri tanpa aba-aba.

"Tapi Ara nggak kenapa-kenapa kan? Abang khawatir banget sama kamu."

Dito berkali-kali mengecup rambut Ara, "Maafin Abang, belum bisa jadi yang terbaik buat Ara," Ara lagi-lagi menggeleng atas apa yang diucapkan abangnya.

Rasa sesak tiba-tiba saja menyerang dadanya, jika saja Dito tau apa yang terjadi sebenarnya pada Ara, mungkin Dito tidak akan sesayang ini pada Ara.

•°•°•°•

Lima hari berlalu, gejala-gejala aneh mulai terus berdatangan pada diri Ara selama dua hari belakangan ini, Ara belum pernah mengalami ini seumur hidupnya.

Lagi-lagi mual menyerang Ara, Ara berlari ke kamar mandi lalu memuntahkan isi perutnya pada wastafel depan cermin.

"Nggak, ini nggak mungkin." Ara menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir prasangka buruk yang ada dalam pikirannya. Pikirannya runyam, bercabang kemana-mana, rasa gelisah mulai menghantui.

"Gue juga telat haid, harusnya dua hari yang lalu gue haid, tapi kok enggak?"

"Gue harus beli testpack," Ara baru menyadari kalau dirinya pernah sadar dalam ruangan bersama-sama seorang laki-laki.

Ara segera keluar dari kamarnya, dan meminta izin pada Dito. "Bang, Ara mau keluar sebentar ya," izinnya.

Dito yang masih bergulat dengan laptop di meja makan menoleh, "Sama siapa?"

Tentang AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang