15. Bayangan Mamah.

464 56 2
                                    

Permisi, kisah  Tentang Ara mau ikut memperbanyak notifikasi kakak-kakak.



Oke. Sebelumnya Vote dulu, jangan sampe enggak.

Setelah pencet tombol {✩} langsung aja dibaca!

Happy Reading-💗!!

•°•°•°•

Sudah satu minggu ini, Ara lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengurung diri dikamar, setelah kepergian Rina, Ara jadi orang yang agak sensitif, tapi tak lepas dari itu semua, Ara juga sekarang lebih pendiam.

Bahkan Ara juga tidak bersekolah selama satu Minggu terakhir, dan pihak sekolah pun memakluminya, karena kepergian mama Ara yang tentu membuat Ara merasa ditampar sekali.

Hari menunjukkan pukul 04.45 dini hari. Pagi ini Ara memulai aktivitasnya dengan sholat subuh. Berdoa agar semua berjalan baik hari ini dan seterusnya.

Ara masih saja memikirkan apa maksud Arshel waktu itu? Ucapan laki-laki itu membuat dirinya berpikir selama tujuh hari tujuh malam.

Ara termenung, tangannya masih memegang mukena yang baru saja dilepas, "Sekolah gak ya?"

"Ah ya udah deh, sekolah aja. Siapa tau bisa ngilangin rasa bosen kan?" Ara terkekeh sendiri.

"Oke, siapin mental buat tempur sama Mak Lampir!"

•°•°•°•

Jam menunjukkan pukul 06.30 Ara pergi ke sekolah diantar Dito.

Ara turun dari mobil Dito, "Ara masuk dulu ya, bang?" Pamit Ara, mencium punggung tangan abangnya.

Dito mengangguk, "Happy a nice day" Ara tersenyum manis ke arah Dito, lalu, Dito mencium kening Ara.

Belum sempat masuk ke kelas, Ara sudah berhadapan dengan Bu Ratri. 'Pasti mau marahin Ara nih, guru' batin Ara.

Bu Ratri mendekat, tersenyum penuh arti, "Bagaimana keadaan kamu?" Tanya Bu Ratri.

Ara dibuat bingung, ya ampun wanita ini, bisakah dia berhenti membuat Ara menahan senyumnya? Pasalnya walaupun sudah bersikap lembut, tapi wajah garangnya tetap melekat pada jiwanya.

Sekali galak ya tetep keliatan galak.

Tapi bukan Ara namanya jika jika harus tertawa terbahak-bahak didepan gurunya, hust. Tidak sopan.

"Pfffttt," terdengar jelas desisan Ara saat wanita paruh baya itu mengelus puncak rambutnya.

"Ya sudah, ibu balik dulu ya ke ruang guru ya? Kamu hati-hati, jangan nakal" ujar guru berkonde itu dengan senyuman yang tak luntur dari bibir tebalnya.

"Iya terimakasih Bu, Ara masuk kelas dulu," ujar Ara se sopan mungkin.

•°•°•°•

Seorang laki-laki bermarga Arkananta tengah menatap jengah perkelahian antar mulut, kedua temannya tak ada habisnya merebutkan satu plastik marimas rasa anggur.

Dengan tenang, Arshel mengambil marimas tersebut dari tangan Zaiko, "Berantem mulu, nih ya mending marimas buat gue aja," ujar Arshel mengangkat tinggi-tinggi marimasnya, lalu menyeruputnya tanpa dosa.

"Heh, si bangsat! Marimas dari duit terkahir gue itu, ya Allah!" Pekik Rendy, menerima nasibnya, uang terakhir dari sang kakak kini telah habis untuk beli marimas.

Tentang AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang