46. Luka Seumur Hidup.

378 32 19
                                    

BISMILLAH, DOUBLE UP!😁

Happy Reading-💗!!

•°•°•°•

Luka yang kemarin belum mengering, kenapa kau kembali menorehkan luka lagi?
.-- Chryshara Arghatta 🍂.

•°•°•°•

"BOHONG!!" Teriak Ara seperti orang gila.

"PAPA GAK TAU SIAPA DIA! DIA YANG UDAH HANCURIN HIDUP ARA, PA!" Teriak Ara lebih histeris.

Laki-laki itu turun dengan santai sambil mengenakan jam tangannya. "Kenapa saya bohong? Gak ada untungnya juga buat saya."

Airin berdiri, bersidekap dada sembari tersenyum miring. Gadis itu terlihat bahagia dengan teriakan derita Ara.

"DIA! DIA ITU JAHAT!" Ara menunjuk Airin dengan jari telunjuknya. Hatinya sakit bukan main sekarang ini, lebih sakit dari pergi dari Arshel.

Anak mana yang rela ayahnya menikah lagi, bahkan dengan wanita yang usianya lebih muda dari dirinya? Tidak akan ada. Apalagi wanitanya bukan wanita baik-baik.

"Ayo sayang." Mahesa menarik tangan Airin agar menggandengnya.

Sudah tua banyak ulah.

•°•°•°•

TPU tampak sepi sekali, hanya beberapa orang saja yang berlalu lalang sambil berziarah ke kubur keluarganya.

Ara mengusap nisan bertuliskan 'Rina Amirtha binti Bayu Ghazali' itu dengan lembut, air mata sedari tadi tak berhenti menetes dari pelupuk matanya.

"Ma.... Papa gak sayang sama kita...." Tangisnya sendu.

Mengadu kepada orang yang sudah tak bisa lagi terlihat nyata itu sakit.

"Papa ma... Papa.... Papa jahat. Ara mau ikut mama boleh? Ara capek banget ma..." Ara menundukkan kepalanya hingga menyentuh tanah yang menyembul itu.

"Kata Abang Tuhan sayang sama Ara, Ma. Buktinya mana? Tuhan jahat, dia ambil orang yang Ara sayang dari hidup Ara," Ara mengusap batu nisan itu, saking sedihnya, air mata sudah luruh dan tangisan semakin sesak saja.

Jika saat ini ada daftar orang paling tersakiti, pasti Ara adalah juara pertamanya, lihat saja gadis itu sekarang, matanya sembab dan memerah, kantung matanya semakin hari semakin menurun dan menghitam.

"Gimana Ara bisa bahagia kalau orang-orang disekitar Ara aja kelakuannya kayak hewan semua?" Ara mengusap air matanya, dan sedikit memundurkan jilbabnya agar tidak terlalu maju. "Ma? Mungkin ini yang dikatakan mama dulu, mama nyesel kan lahirin Ara? Sama, Ma. Ara juga nyesel lahir di dunia ini."

Gadis itu semakin menangis, air mata terus saja membasahi pipi tirus si gadis. Ia punya banyak keluarga, tapi kenapa seakan semuanya pergi seakan-akan Ara bukan lagi tanggung jawab mereka semua?

Merasa dikucilkan? Tentu saja iya. Rasanya sangat sulit beradaptasi dengan keluarga yang semakin hari semakin terasa sulit untuk digapai.

"Apa yang lo bilang barusan?" Terdengar suara seorang lelaki dari belakang.

Tentang AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang