58. Pergi Untuk Bahagia

497 26 0
                                    

Malam harinya, Ara menyiapkan segala keperluan yang akan dibawa besok, ia ingin menyampaikan pesan terakhir pada Dito.

Ia segera membuka aplikasi WhatsApp dan melakukan voice note ke nomornya yang satu. Ia sengaja meninggalkan satu ponselnya dikamar rumahnya.

•°•°•°•

Hari yang Ara nanti telah tiba, semua barang-barang yang akan dibawanya juga telah disiapkan tadi malam, kemarin Karin yang pergi membeli tiket untuk Revan dan Ara. Ya, mereka hanya akan pergi berdua.

Suasana bandara terlihat sejuk dan cerah, angin yang bertiup kencang menambah kesan menyenangkan sekarang. Ara mulai berpamitan dan memeluk orang-orang yang mengantarnya satu persatu.

"Jaga diri sama jaga calon keponakan Abang ya." Ujar Dito, ia mencium lama kening Ara sembari berharap adiknya selamat sampai tujuan.

"Nitip mama ya, dek. Om tau kamu sayang banget sama mama kamu." Dito mengelus perut buncit itu, lalu ia menciumnya dengan penuh kasih sayang.

"Bunda! Manggilnya bunda!" Revan yang mendengarnya lantas sewot. Pasalnya ia sudah berharap dipanggil ayah oleh anaknya nanti, jadi istrinya juga harus dipanggil bunda.

"Terserah gue lah!"

"PENERBANGAN PESAWAT MENUJU BALI AKAN SEGERA DIBERANGKATKAN DALAM WAKTU 10 MENIT."

Ara dan Revan yang sedang berpamitan lantas melambaikan tangannya, "Dadaaa!"

Semuanya melambaikan tangan kepada mereka.

Saat masuk di pesawat, Ara masih kepikiran kenapa papanya tidak ikut mengantar dengan alasan sibuk? Apa ia tidak ingin mencium kening putri kecilnya untuk terakhir kalinya?

"Jangan sedih, kita pasti balik kesini lagi kok." Ujar Revan sambil mencubit pipi Ara.

Ara tau itu hanyalah kalimat penenang agar ia tidak sedih, tapi cubitan yang Revan berikan mampu membuat senyum dibibir Ara mengembang.

Beberapa menit berlalu, terlihat Revan tertidur disampingnya. Ara mengusap pipi laki-laki tampan disampingnya ini. "Makasih ya masih mau menerima aku." Ujarnya sembari tersenyum.

Ara kembali melihat ke jendela, dimana awan-awan putih berada tepat disampingnya. Semuanya nampak indah dari sini, tapi tak bisa dipungkiri bahwa ia tidak merasa indah dihari yang indah ini.

Tak terasa 45 menit sudah ia didalam pesawat. Artinya satu jam lagi pesawat akan mendarat di Denpasar.

Cuacanya agak mendung, Ara khawatir penerbangannya tidak mulus. Belum lagi awan-awan hitam mulai terlihat jelas dan anginnya kuat.

Perasaan resah tiba-tiba muncul dan menimbulkan ketakutan yang besar. "Revan, banguuunn...."

"Kenapa?" Revan mengucek mata dan berdehem pelan.

"Takut, kayaknya bakal hujan."

"Bismillah, kita bakal baik-baik aja yaa.... Kamu tenang," ujar Revan menenangkan.

Sebenarnya Ara punya firasat tidak enak sejak tadi malam, tapi ia menepisnya jauh-jauh dan ia berpikir ini adalah kesempatannya untuk pergi dan membuat orang-orang disekitarnya tidak terbebani olehnya.

"Kalau nggak selamat gimana?"

"Ngomong apa sih kamu! Aku yakin kok kita selamat." Revan semakin takut kala Ara menunjukkan kecemasannya, tentang bagaimana kalau nantinya ada sesuatu buruk yang terjadi pada mereka berdua.

Tentang AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang