56. Penjara

336 22 0
                                    

"A-alzam?" Beo Revan, ia tak mengerti mengapa bisa ada Alzam disini.

Alzam mengangguk, lalu menyerahkan handphone nya, sebelumnya ia telah memutar tombol pause untuk menjeda rekaman suara yang ia rekam beberapa waktu lalu disebuah gudang kecil.

Polisi itu menerima ponsel yang Alzam serahkan, lalu kembali menekan tombol agar suaranya dapat didengar.
Semuanya diam menyimak. Namun, beberapa umpatan kecil sempat terdengar dari mulut Dito dan Arshel. Apa motivasi Fajar melakukan ini pada Ara?

Rekaman suara yang didapatkan oleh Alzam jelas sangat membantu, dan membongkar semuanya. Dari mulai anak buah Fajar menceritakan apa motivasi Fajar melakukan semua ini karena balas dendam pada Mahesa, hingga selesai.

"Ohh, jadi itu sebabnya dia melakukan ini, dan nuduh saya sebagai pelakunya?" Arshel bersuara.

"Maaf Ar, maaf aku udah nuduh kamu." Ujar Ara. Ia menundukkan kepalanya, tak bisa melihat wajah Arshel.

"Sial! Saya mau mencari Fajar!" Tegas Dito. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan dengan tergesa-gesa.

Setelah sampai, ia mengetuk pintu rumah Fajar dengan keras. Ia sudah tidak sabar ingin menghajar Fajar sampai mati. Tunggu saatnya ia bermain.

"FAJAR! KELUAR LO! GUA TAU LO YANG UDAH HAMILIN ADIK GUA! ANAK BUAH LO UDAH CERITA SEMUANYA!" Teriak Dito dari luar.

Sementara didalam, Fajar yang mendengarnya mulai emosi, ia segera mencari jalan pintas dan keluar lewat pintu belakang rumahnya, ia segera menelepon anak buahnya yang kemarin agar menjemputnya menggunakan mobil.

Setelah itu, Fajar keluar lewat belakang dengan memanjat pagar pembatas, ia segera berlari ke dalam mobil. "Bawa gue ke hutan deket sini." Ujar Fajar.

"Baik, bos."

"FAJAR! SIALAN LO, KELUAR!" Dito mendobrak pintu itu hingga terbuka karena kesabarannya sudah habis diuji oleh Fajar.

Fajar terus mendesak agar anak buahnya itu menginjak pedal gas, sementara dihadapannya sekarang macet. Tapi syukurlah itu tak berlangsung lama, akhirnya mereka sampai di hutan yang dituju.

Fajar langsung turun diikuti anak buahnya itu, "Mau kemana, bos?"

BUGH!

"Sialan, lo! Gue udah suruh lo buat tutup mulut! Dan gue udah janji nggak bakal bawa-bawa lo, tapi kenapa lo khianati gue, Jer?"

Fajar menarik kerah baju lelaki bernama Jerry itu dengan kasar, matanya memerah, namun ucapannya masih dengan nada tenang yang dingin.

"G-gue diancam mati, bos." Jerry susah payah mengeluarkan kata-kata itu karena lehernya terasa seperti tercekik.

Fajar meludah, "Diancam mati, ya? Kalo gitu lo harus mati ditangan gue sekarang," senyum mengerikan mulai terukir diwajahnya.

Jerry ingin melarikan diri, tapi ia juga telah berkhianat. Jadi ini juga salahnya.

"J-jangan bos, maafin gue..."

Mata elang Fajar mulai mengawasi sekitar, lalu ia memainkan lidah di rongga mulutnya. "Hh? Maaf?" Bagi Fajar, sekali berkhianat, orang itu tidak akan pernah setia lagi. Bisa dikatakan berkhianat seperti candu.

Tangan Fajar mulai merogoh saku. Lalu mengeluarkan benda tajam, "Bangsat!"

"ARGH!"

Fajar menusuk perut Jerry. Seakan tak puas dengan itu, fajar melanjutkan dengan menggores urat nadi Jerry dengan pisau itu.

Seketika darah mulai keluar dari perut dan membasahi baju yang Jerry gunakan.

Bagus, Jerry sudah merenggang nyawa akibat berkhianat darinya, sekarang tugasnya adalah pergi dan membiarkan Jerry membusuk ditempat yang sepi ini. Biar saja binatang liar mencium bau darah segar yang mengalir dari tubuh si bajingan itu.

Tentang AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang