14. Pilihan yang gila

452 48 1
                                    

Haii selamat (Pagi, siang, malem, sore)

Makasih udah ngikutin kisahnya Ara sampe sini!!

Langsung aja yuk!

Eitss, vote dulu braderrr.

Oke.

Happy Reading-💗!!

•°•°•°•

Jika seorang yang kamu miliki pergi satu persatu, ingatlah. Masih ada Tuhan yang akan selalu
mendampingimu, senang maupun susah, tanpa alasan.~ Arshel Rahardja Arkananta.

•°•°•°•

Sore ini, di TPU. Tepat dimana pemakaman Rina sedang dilangsungkan. Tampaknya, Alam juga turut simpati, lihat saja hujan tak ada hentinya membasahi permukaan bumi.

Ara masih sesenggukan, rasanya masih tidak percaya, tapi apa dayanya? Ia tidak bisa merubah nasib seseorang.

Jika saja bisa, Ara tidak akan membiarkan mamanya pergi lebih dulu, andai waktu bisa diputar, Ara ingin mendengar ucapan maaf yang terlontar dari bibir sang mama.

Netra penglihatannya menangkap sosok ibunda yang hendak dimasukkan ke liang lahat, dengan tatapan pasrah.

Dito memeluk tubuh adiknya, "Semoga amal mamah diterima disisi Tuhan ya mah, dosa mamah di ampuni, Dito harap," ujar Dito, menundukkan pandangannya.

Wajah Ara pias, menerima nasib yang amat buruk, "Selamat jalan mah, semoga tenang ditempat peristirahatan terakhir ya, mah. Maafin Ara," ujar Ara.

Tanah akan segera menutupi seluruh tubuh wanita paruh baya yang sudah tak bernyawa itu, rasanya Ara ingin ikut mati saja, bolehkah Ara berbicara seperti itu?

Setelah tubuh Rina sudah ditutup dengan tanah, Ara dan keluarganya langsung menaburkan bunga ke gundukan tanah tersebut. Tangis Ara masih sesenggukan.

Ara berjongkok, "Mah, Ara durhaka ya? Ara jahat ya sama mamah? Ara gak bisa jaga mamah, maafin Ara mah, bahkan, sampai mamah sakit aja Ara gak tau? Ara bener-bener anak yang gak berguna, asal mamah tau, Ara sayang banget sama mamah, tapi apa mamah pernah nganggep Ara itu ada? Ara seneng mamah gak harus nanggung rasa sakit ini lagi. Tapi disisi lain, Ara juga sedih--" Ara mengusap air mata yang mengalir dengan hebatnya.

"Belum ada kata maaf yang terlontar dari bibir mamah, Ara kangen senyum mamah, Ara kangen segalanya dari mamah, kasih sayang, perhatian, tapi Ara udah gak akan pernah ngerasain hal itu lagi--" Ara tersenyum miris, memeluk erat nisan bertuliskan 'Rina Amirtha binti Bayu Ghazali'

"Selamanya," lanjut Ara, "gak akan ada orang yang bisa gantiin posisi mamah dihati Ara, sakit banget mah, harus nerima kenyataan sepahit ini, Ara bakal tumbuh dewasa tanpa sosok seorang ibu," Air mata seolah tak ada lelahnya membasahi pipi gadis cantik itu.

Beberapa orang yang melihat turut meneteskan air mata, hati Mahesa terasa sakit, dadanya juga sesak mendengar tutur kata yang keluar dari bibir manis Ara.

Dito menghela nafasnya, merangkul tubuh Ara dan mengajaknya untuk kembali bangkit, "Kita pulang ya" ajak Dito.

Ara menggeleng, Dito terus menarik bahu Ara, Ara tetap kekeh tak mau lepas dari batu nisan itu, "mamah!" Ara menjerit ketika Dito berhasil menariknya.

Tentang AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang