Asal Mula Tragedi

10.1K 769 22
                                    

Hai. Kita ketemu lagi.

Pada sehat kan ya?

Yuk gas baca!!!

💧💧💧

Track List Oceané :
Devano Danendra - Menyimpan Rasa

Samar-samar aku mendengar suara orang yang berbicara. Tidak jelas mereka mengatakan apa, yang pastinya otakku mengatakan adanya sumber bunyi di sekitarku saat ini.

Ku buka pelan-pelan mataku yang terpejam dan cahaya lampu langsung mengisi segala sisi sudut mataku. Rasanya pusing dan bergoyang-goyang saat aku baru membuka beberapa centi saja.

Kututup kembali mataku, untuk menetralkan rasa pusing yang melanda. Nafasku teratur, karena ku tau adanya sesuatu yang bertengger di hidungku saat ini. Tangan bagian kananku juga terasa ngilu dan kaku, bukan hanya tangan, melainkan seluruh badanku terasa sulit digerakkan.

Tapi detik selanjutnya, aku semakin jelas mendengar suara dari indra pendengaran. Semakin jelas dan semakin jelas. Tanganku juga disentuh lembut entah oleh siapa, apakah mereka menungguku?

"Cia? Cia lo udah sadar?"

Itu seperti suara Aletta. Tapi bukan hanya suara Aletta doang, ada suara lain juga yang sedang heboh.

Ah shit! Ini mata kenapa berat banget buat dibuka!

Ku paksakan lagi untuk membuka mata, namun tetap aja rasanya pusing. Akhirnya, ku coba sekali lagi dan berakhir terbuka sedikit. Pandangan ku masih sangat buram dan blur, tapi dari bayangan yang tercetak, orang-orang disini lumayan banyak.

Tidak lama, ada seseorang yang memeriksaku, mulai dari detak jantung melalui stetoskop, hingga ke bagian mata. Aku sendiri hanya diam membiarkan orang itu memeriksa, karena mereka pasti sudah berpengalaman juga, namanya saja dokter.

Setelah dokter itu memberi kabar gembira, mereka semakin mengerubungi ku layaknya semut bertemu gula, "Cia...Ciaa... Udah bisa liat kita belum?"

Mataku yang hanya terbuka sedikit, lama-lama semakin jelas, hingga akhirnya aku bisa melihat mereka yang dari tadi heboh berada di sekitarku. Aku mengerjapkan mata berkali-kali, memastikan, bahwa aku memang sudah sadar sepenuhnya.

Aku melihat teman-temanku satu persatu, mulai dari Aletta yang memegang tangan kiri ku, Pije dan pacarnya yang tersenyum lebar, kak Gava dan kak Kenzie yang raut wajahnya sangat antusias, dan kedua laki-laki yang hanya memasang wajah datar, kak Jordan dan kak Raga tentunya.

"Cia?" Aletta memanggilku dengan lembut.

Aku tersenyum kaku, "Ha-haus."

"Kenapa?"

Astaga! Kenapa mereka tidak mendengarnya? Untuk berbicara saja susah, apalagi harus diulang.

Aletta mendekatkan telinganya kearah mulutku, "Haus." bisikku dengan pelan.

"Ooh haus katanya, ambil minum disana kak Gava."

"Okey meluncur..."

Aku dibantu untuk duduk oleh mereka, lalu disodorkan minuman putih yang sudah ada sedotannya. Ah gilakk, rasanya seger banget ketika air itu mengalir di tenggorokan. Padahal ni air engga dingin sama sekali.

5 menit lamanya aku terdiam, memulihkan tenaga. Wait, sudah berapa lama aku tidur? Kenapa tubuh ku terasa sangat kaku sekali?

"Cia Cia, ini berapa?" tanya kak Kenzie tiba-tiba melihatkan jari-jarinya berbentuk V, membuatku mengernyitkan dahi pertanda bingung.

Oceané [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang