Tiga Puluh Enam

1.3K 177 11
                                    

Yeay ... happy 10k viewers everyone!🎊🎉

Alhamdulillah, terima kasih banyak-banyak untuk kalian yang membaca cerita ini♡
Aku sayang kaliannnn😙

Tandai typo yaa!

-T i g a P u l u h E n a m-

🍁🍁🍁

Berbahagialah, orang sabar. Sebab Allah tak pernah ingkar janji.

🍁🍁🍁

Akibat Andre yang memaksa Adam untuk menginap di rumahnya yang juga masih berada di kawasan Cengkareng, berakhirlah dengan Adam yang berada disini. Di rumah cantik nan minimalis bercat putih tulang.

Karena paksaan Andre juga, Adam bahkan sudah membatalkan pemesanan hotel padahal ia sudah melunasi administrasinya, dan tentu saja segala rentetan fasilitas lain yang tadinya akan Adam gunakan selama di Indonesia. Andre bilang, ia tidak ingin berpisah dengan Adam untuk saat ini. Terlalu rindu katanya, dan terlalu banyak cerita yang semestinya mereka bagi. Selain itu, Andre juga beralasan rumahnya sepi karena keluarga istrinya yang pagi tadi Andre antar ke bandara untuk pulang ke Surabaya.

Dengan segala macam alasan dan paksaan Andre, akhirnya Adam rela mengikhlaskan biaya hotel dan fasilitas lainnya demi bisa menghabiskan waktu yang sempat hilang sahabatnya ini.

Malam ini setelah salat isya berjamaah dan setelah Andre memperkenalkan anak istrinya secara resmi pada Adam, Andre mengajak Adam untuk mengobrol di loteng rumahnya, tempat paling Andre sukai di rumah ini. Ada banyak album foto semasa kuliah yang Andre simpan baik di lemari kecil loteng ini. Maka dari itu, Andre mengajak Adam mengobrol disini.

"By the way Pres, harus banget ya lo ngomongnya aku-kamu kayak gitu?" tanya Andre tiba-tiba. Ia tidak tahan mendengar kata aku-kamu yang Adam ucapkan sedari tadi. Andre pikir itu terkesan formal dan ia tidak terbiasa jika dengan teman dekat.

"Lidahnya yang jadi gak bisa, Dre," kilah Adam seraya menggerak-gerakkan lidahnya dan tentu saja berusaha mengucapkan kata gue-lo seperti dulu. Tapi gagal, dan Andre malah tertawa sebab pelafalannya yang kaku.

Maklum, Adam nyaris tidak punya teman berbahasa Indonesia kalau bukan orang tuanya, Profesor Tommy, atau teman komunitas orang Indonesia di Frankfurt. Dengan teman komunitas pun jarang sekali bertemu sebab jadwal pekerjaan Adam yang seolah tidak mengizinkan.

"Eh lo ingat ini gak sih?" tanya Andre sambil menunjuk foto dirinya dan Adam yang berpose diatas podium aula kampus seraya mengangkat tangan kirinya yang mengepal menandakan perjuangan mahasiswa kala itu.

Adam tersenyum tipis. Sejujurnya, ia lupa kejadian ini tapi dengan melihat foto ini Adam akan berusaha mengingatnya hingga sedikit kenangan itu terlintas dalam benak.

"Ini pas orasi presma yang pertama. Lo keren banget waktu itu," ujar Andre sambil meninju pelan lengan Adam.

Adam terkekeh pelan. Ia bahkan lupa sekeren apa dirinya saat itu, yang ia ingat terakhir kali adalah dirinya yang gagal menjadi presiden mahasiswa kebanggaan kampus.

"Kalau keren, aku mungkin udah jadi presma waktu itu, tapi nyatanya? Malah kalah," kilah Adam sambil terkekeh lagi. Ia mulai kembali mengingat kejadian demi kejadian yang bisa ia ingat sekarang. Melalui beberapa foto yang Andre perlihatkan untuknya.

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now