Dua Puluh Tujuh

1.4K 178 30
                                    

Hola ... dibaca lagi yaa part sebelumnya agar nyambung.

Happy Reading!💕

-D u a P u l u h T u j u h-

🍁🍁🍁

Tak semua rasa harus kau ungkapkan. Tak semua ingin harus terwujud. Cukup kau simpan dalam sujud terakhirmu dan biarkan Maha Cinta yang mengatur.

🍁🍁🍁

"Pulang sekarang yuk, sayang." Ini sudah ajakan ke lima kalinya. Tapi Fahira tetap tak bisa membujuk Sienna. Bocah itu masih mengunyah waffle krim tiramisu sebagai makanan penutupnya.

"Nanti kita beli gummy bear yang banyak di toko jelly yang waktu itu kita beli. Mau ya?"

Biasanya, kalimat tadi cukup ampuh untuk membujuk Sienna. Tapi kali ini terpaksa harus gagal. Sienna masih setia menggelengkan kepalanya.

"Gak mau. Cenna mau nunggu Dokter Zayn dulu," ujar Sienna seraya melirik Adam yang sedang menelepon dengan seseorang di luar pagar restoran. Tepat saat Sienna melirik Adam, laki-laki itu juga tengah menolehkan kepalanya pada Sienna. Adam langsung melambaikan tangannya dan mengisyaratkan agar Sienna menunggunya sebentar lagi.

Harus seberapa lama lagi Fahira menahan rindu yang perlahan membunuhnya saat berada di dekat Adam?

Bahkan udara bebas di sekitar restoran tak membantunya meringankan sesak yang ia rasa. Seandainya ia berani bertanya tentang siapa Dokter Zayn sebenarnya, atau seandainya ia berani memperkenalkan dirinya dihadapan Dokter Zayn sebagai seseorang yang pernah saling mengenal di masa lalu mungkin tak akan sesakit ini. Tapi sayang, semuanya tak mampu Fahira utarakan.

"Sie müssen nicht viel kochen. Ich habe schon gegessen [Gak usah masak banyak. Aku sudah makan kok]." Samar-samar Fahira mendengar ucapan Adam. Fahira tidak berniat untuk menguping, namun posisi Adam berdiri tak jauh dari tempat duduknya yang memang agak dekat dengan pagar restoran.

Susah payah Fahira menelan air mineral yang terasa kesat di kerongkongannya. Pikirannya kembali bergelut dengan asumsi tentang kalimat yang baru saja ia dengar dari mulut Adam.

Hati kecil Fahira terus berbisik dan seakan menjadi sengatan listrik hingga membuat luka baru dalam hatinya. Pupus sudah harapan Fahira untuk kembali menggantungkan setitik harapan pada laki-laki bertubuh tinggi itu. Benar, untuk apa Adam mengingatnya disaat ia sudah memiliki pendamping hidup, begitu pikir Fahira.

Fahira memang tak seharusnya mengharapkan Adam sejak awal. Namun hati Fahira memang tak bisa di bohongi, seberapa keras pun ia meyakinkan hatinya untuk menolak kehadiran Adam, nyatanya ia masih tidak bisa. Nama Adam terlalu kuat terpatri.

Ternyata sesulit ini untuk mengiklaskan orang yang telah lama menempati singgasana hatinya. Kemudian sesakit ini pula saat semuanya tak sesuai harapan.

"Maaf menunggu lama," ucap Adam ketika selesai menelepon.

Fahira masih berusaha menghadirkan senyum senatural mungkin. "Tidak apa-apa Dokter Zayn. Saya dan Sienna juga mau pulang sekarang--"

"Cenna pulangnya nanti," potong Sienna cepat.

Fahira menghela nafas. Ingin sekali ia menarik Sienna dari hadapan Adam. Ia tidak ingin anaknya bergantung pada Adam yang ternyata memiliki hal lain yang lebih wajib Adam perhatikan di banding Sienna, apalagi dirinya.

"Dokter Zayn sedang sibuk, sayang. Nanti kapan-kapan Cenna boleh main lagi. Sekarang pulang dulu, ya?" kilah Fahira berusaha membujuk.

"Nein. Saya tidak sedang sibuk. Ini akhir pekan. Jadi, saya ingin istirahat sejenak," sahut Adam yang membuat Sienna tersenyum penuh kemenangan.

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now