P r o l o g

4.4K 464 122
                                    

-Prolog-

🍁🍁🍁

Ukiran rencana yang kukira selamanya.
Tak sejalan. Sebab ternyata dunia tak semudah dalam benak.

🍁🍁🍁

Kuraih tubuh kecil yang sejak tadi berada dibelakangku. Memengang ujung gamis kaftan hitam yang hari ini kukenakan. Kupeluk ia yang terheran disamping tubuh kaku itu. Tubuh yang baru genap dua tahun ia lihat didunia ini.

Manik kecil jelita itu menatapku seolah meminta jawaban mengapa orang yang sering ia sebut Papa tak bergerak disampingnya. Pandanganku kabur, terhalang air hangat yang membendung dimataku, saat kulihat tangan mungilnya menyentuh bibir pucat yang biasa terlontar senyum kearah kami. Kemudian tangan kecil itu membelai pipi yang telah berubah pucat dan dingin.

"Pa-pa?" panggilnya. Seluruh orang diruangan ini membenamkan wajahnya. Menyembunyikan pilu yang mengiris batin kala suara kecil itu sedikit mengguncang tubuh yang sudah terkapar tertutup kain putih.

"Mama.. papa kenapa gak senyum?"

Oleh pertanyaan polos itu, ku tak sanggup melepas peluk pada tubuh mungilnya. Apa yang harus kujawab disaat aku sendiri masih tidak percaya dengan apa yang sedang menimpaku?

"Papa.. sedang tidur sayang. Jangan diganggu. Yuk, ikut mama main ikan," ajakku sambil kugenggam jemari kecilnya erat. Aku tidak ingin menangis dihadapan tubuh itu sebab kutahu itu akan memberatkan baginya.

Aku juga tidak ingin menangis dihadapan gadis kecilku, Sienna. Aku tidak ingin terlihat rapuh dihadapan putriku. Aku tidak ingin terlihat menangis dihadapan para pelayat yang hampir memenuhi rumah mertuaku. Meski kutahu, pasti jelas terlihat bagaimana aku menyembunyikan perasaanku dihadapan mereka sehingga tak sedikit orang memelukku erat. Membisikkan turut berduka atas perginya suamiku.

Terpukul, tentu saja. Suamiku tak pernah mengeluh atas penyakitnya padaku. Bahkan akupun diberitahu rekan kerjanya yang mengatakan bahwa suamiku baru saja pergi untuk selamanya dirumah sakit akibat serangan jantung. Padahal tadi pagi ia terlihat biasa saja. Sarapan, bercanda denganku dan Sienna, lalu pergi kekantor.

Andai..

Andaiku tahu ia akan pergi hari ini, takan ku biarkan ia beranjak dari rumah barang satu senti pun. Takan ku teriaki dirinya saat tadi pagi begitu manja padaku dan Sienna. Semakin kuingat, maka sesak didadaku semakin bertumpuk. Sesal, tak berguna. Suamiku takan kembali.

Pandanganku beralih pada Sienna yang sedang mengamati gerakan ikan koi warna orange yang berkejaran dikolam. Terlihat riang. Senyum perih kulukiskan ketika Sienna tersenyum gembira kearahku.

Batinku menjerit. Mengapa? Mengapa tuhan mengambil seseorang yang sudah kupercaya menjadi imamku, menjadi ayah anakku, menjadi tumpuan hidupku?

"Mata mama berkelingat," ujar Sienna mengejutkanku dengan pelafalan 'r' yang belum sempurna.

"Oiya?" Aku mengerjap, menyeka air mata yang Sienna sebut keringat.

"Bangunkan papa, yuk. Cenna mau main ikan," ajak Sienna sambil menarik tanganku.

Kutarik Sienna kedalam pelukkan, sebelum gadis kecil berusia dua tahun setengah itu menemui tubuh ayahnya yang tak lagi bergerak. Sama sekali aku tak ingin menyembunyikan segalanya dari Sienna. Tapi sekarang, biarlah seperti ini dulu. Nanti jika semuanya sudah tepat akan kujelaskan pada putriku. Bahwa Sang Pencipta lebih mencintai Papa. Maka dari itu Ia memanggilnya terlebih dahulu.

🍁🍁🍁

Hallo haloo teman-teman😄😄

Ini cerita pertamaku. Semoga bisa menjadi teman dikala kalian sedang senggang. Terima kasih sudah mampir dicerita amatir ini. Semoga suka yaaa😘

Jangan lupa VOTE and KOMENTAR😍 Ajak temen-temen kalian juga buat ikutin kisah Fahira.

Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat sangat aku harapkan. Silahkan DM aku atau langsung komentar disini jika ada saran atau kritik tentang kepenulisan. Karena aku masih belajar😭

Terima kasiiihhhh... I love you!!❤❤

Best Regards,
RACHELLEE

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now