Enam

2.5K 308 46
                                    

-E n a m-

🍁🍁🍁

Katakan, jika ada hal yang lebih pahit daripada kehilangan.

🍁🍁🍁

Langit Frankfurt benar-benar cerah hari ini. Warna silver mengkilat akibat pantulan sinar mentari dari gedung-gedung pencakar langit, seakan kontras dengan birunya langit dengan putihnya awan negeri hitler ini.

Baik para wisatawan maupun masyarakat lokal berbondong-bondong untuk menikmati indahnya pagi hari dibawah langit kota metropolitan ini. Bentangan Sungai Main yang membelah kota terbesar di Eropa ini menjadi penghias diantara gedung-gedung yang menjulang.

Julukan kota bisnis bagi Frankfurt adalah salah satu alasan Fahira dan Emy untuk mendirikan butiknya disini, selain dengan tempatnya yang dekat dengan kampus mereka. Butik bergaya minimalis tapi terlihat mewah itu selalu menjadi pusat perhatian disamping hiruk-pikuk masyarakat Frankfurt. Itulah mengapa Fahira dan Emy selalu mengucap syukur atas apa yang Allah limpahkan untuk mereka.

Selepas mengantar Sienna ke sekolahnya, Fahira memutuskan untuk bergegas menuju butik. Emy sudah mewanti-wanti sejak tadi subuh agar cepat mengantar Sienna dan kembali ke butik. Tadi diperjalanan saja, Emy sudah meneleponnya hampir sepuluh kali.

"Fa, buruan. Ini klien udah nunggu. Kan gue udah janjinya jam 8 harus udah ada disini," cerca Emy saat Fahira mengangkat telepon yang ke... entahlah.

"Iya, ini dijalan. Sabar, My. Tadi ada sedikit kendala ditempat parkir sekolah Sienna," jawab Fahira.

Fahira menginjak pedal gas sekuat tenaga. Fahira sekali lagi perlu bersyukur, jalanan Frankfurt begitu luas sehingga sangat leluasa untuk melajukan mobilnya sekencang mungkin. Ya, meski ada beberapa peraturan jalanan di Jerman, yang mengharuskan pengendara melajukan kendaraannya dalam kecepatan tertentu.

Fahira merapihkan pakaian dan kerudungnya yang sedikit berantakan akibat adegan balap mobil tadi. Setelah memastikan pakaiannya terlihat rapih, barulah ia membuka pintu kaca yang membatasi antara ruangan kerja dan ruang tamu.

"Nah, perkenalkan ini teman saya, Fahira," terang Emy pada dua orang kliennya, saat melihat Fahira memasuki ruangan.

"Assalamu'alaikum Fahira," ucap seorang perempuan cantik dengan hidung mancung khas orang timur tengah. Sedangkan laki-laki disampingnya hanya tersenyum.

Fahira sedikit tertegun melihat laki-laki itu, sebelum akhirnya menjawab salam. "Waalaikumsalam."

"Saya Shaqueena, sekretaris dari Tuan Fabian," info perempuan itu dengan Bahasa Indonesia yang terbata.

"Saya Fabian Siregar. Asli produk Indonesia," cetus laki-laki disamping Shaqueena.

Semuanya tertawa karena gurauan laki-laki bernama Fabian.

Tatapan Fabian mengarah pada Fahira. "Fahira ini sangat tidak asing buat saya. Bukankah sebelumnya kita pernah bertemu?"

"Benarkah?" Fahira tersenyum canggung. Sesungguhnya, ia ingat dimana mereka pernah bertemu. Tapi tolong, situasinya tidak tepat untuk membahas pertemuan mereka.

"Ya, saya yang membantumu membawa kotak manik-manik di ballroom hotel waktu itu."

"Wah, bagus kalau Pak Fabian sudah pernah bertemu Fahira sebelumnya. Maaf Pak, teman saya ini memang sedikit pelupa," seru Emy yang tiba-tiba menjadi semangat.

"Pelupa? Tapi orderan saya tidak akan lupa, kan?" Canda Fabian.

"Tentu saja, saya tidak akan lupa setiap orderan klien saya."

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now