Dua Puluh

1.7K 187 92
                                    

Assalamu'alaikum, teman-teman. Apa kabar? Semoga sehat selalu dan dalam lindungan Allah, aamiin.

Lama gak menyapa, adakah yang masih nunggu cerita ini? Semoga ada yaa😅 meskipun ku tinggalkan lama. Mohon maaf, aku harus istirahat kemarin. Tapi, atas izin Allah dan doa kalian yang Allah ijabah, akhirnya aku bisa kembali menuangkan imajinasi amatirku ini lewat cerita Naungan Langit Negeri Hitler ini. Terima kasih banyak sudah mau menunggu😚

Aku sarankan untuk membaca part sebelumnya dulu agar terasa nyambung. Baiklah, langsung baca aja yaa, jangan lupa vote & komen ... Happy Reading❤

-D u a P u l u h-

🍁🍁🍁

Kembalikan hatimu pada pemilik-Nya. Maka tak akan ada keraguan tersisa yang kerap kali menyiksa.

🍁🍁🍁

Kotak kecil berwarna hitam itu Fabian buka. Cincin elegan berwarna silver mengintip dan perlahan terlihat seutuhnya. Fahira hanya bisa menganga, tak habis pikir dengan Fabian. Secepat ini dia menginginkan Fahira untuk menjadi miliknya.

"Kamu gak perlu jawab sekarang, Fa. Aku tahu ini terlalu cepat," ujar Fabian seakan tahu apa yang akan Fahira ucapkan. "Aku cuma takut, Fa. Takut kamu pergi dan aku belum sempat bilang semua yang aku inginkan. Makanya aku bilang sekarang," imbuhnya.

"Aku mungkin butuh waktu untuk memikirkan semuanya dengan matang. Karena orientasi aku bukan hanya perasaan yang aku punya buat Fabian. Tapi orientasi aku sekarang itu Sienna. Apapun yang dia pilih, itu pilihan aku, Fabian. Jadi, aku butuh waktu untuk meyakinkan Sienna. Aku harap kamu mau mengerti," jelas Fahira.

Fabian mengangguk. Ia sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk, dan ternyata benar. Jawaban Fahira tidak jauh seperti perkiraannya. Wanita itu begitu menyayangi Sienna, mana mungkin ia mau memprioritaskan perasaannya sendiri disaat Sienna belum menemukan kenyamanan atas Fabian.

"Iya, aku mengerti. Aku ingin kamu pakai cincin ini, Fa. Sebagai tanda kamu akan jadi milik ku. Apa itu juga gak bisa?"

Fahira kini tertegun. Entah mengapa ia masih belum juga yakin, meski beribu kali ia meyakinkan hatinya untuk menerima Fabian sebagai pengganti seseorang yang hilang. Fahira menatap bola mata Fabian, tak ada lagi hangat yang menelusup kedalam hatinya yang biasa ia rasakan saat Fabian menatapnya. Tak ada lagi desiran halus yang Fahira rasakan saat matanya menatap iris hitam milik Fabian.

"Iya, aku mau pakai cincin ini," ucap Fahira akhirnya. Seperti ada rasa iba pada Fabian yang mengunung dalam hatinya yang membuat Fahira memutuskan siap memakai cincin itu.

Segaris senyum Fabian lukiskan dalam wajah putus asanya. Setidaknya, Fahira mau memakai cincin ini, berarti masih ada kesempatan untuk terus meyakinkan Fahira bahwa Fabian mampu menjadi pengganti raja yang hilang di hati perempuan itu.

Fabian hendak meraih tangan Fahira untuk ia pakaikan cincin berliannya.

"Aku bisa pakai sendiri, kita belum mahram," tolak Fahira halus.

Ungkapan itu membuat Fabian kembali menambah poin plus untuk Fahira. Perempuan ini begitu menjaga kehormatannya. Bertambah semangatlah hati Fabian untuk berjuang mempertahankan perasaannya untuk Fahira.

"Fa ...." panggil Fabian.

"Iya?" Fahira mendongak yang semula menilik cincin yang kini sudah melingkar di jari manisnya.

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now