Dua Puluh Lima

1.5K 176 75
                                    

-D u a P u l u h L i m a-

🍁🍁🍁

Aku telah bertemu banyak warna bola mata, mulai dari biru, hijau, abu-abu, hitam, dan coklat. Namun hanya bola matamu yang memancarkan kehangatan hingga relung terdalam kalbuku.

🍁🍁🍁

"Guten morgen, Fa [Selamat pagi]."

Suara tak asing baru saja menyapa gendang telinga Fahira. Ia tidak lagi aneh menerima panggilan telepon dengan ucapan selamat pagi seawal ini semenjak dua minggu yang lalu. Fabian rutin jadi penelepon pagi bahkan sebelum matahari menyinari Kota Frankfurt seluruhnya.

"Wa'alaikumussalam," ujar Fahira dengan nada dibuat kesal karena Fabian selalu lupa mengucap salam.

"Eh iya. Assalamu'alaikum." Fabian cengengesan ia suka saat Fahira bersikap seperti barusan.

"Wa'alaikumussalam. Ada apa Fabian? Aku libur hari ini." Sengaja Fahira langsung ke intinya karena ia tahu kebiasaan Fabian saat rutin meneleponnya dua minggu terakhir ini. Fabian akan menanyakan tempat-tempat apa saja yang Fahira akan kunjungi seharian.

"Iya, aku tahu kamu dan Sienna libur sekarang. Kamu mau kemana hari ini? Butik? Atau ada acara lain?"

Tuh kan benar saja, Fabian menanyakan agenda harian Fahira seperti biasa. "Hmm ... aku kayaknya ke butiknya nanti agak siangan deh. Cenna mau olahraga dulu pagi ini. Jadi aku mau temenin dia."

"Oh oke, sopir aku yang jemput ya. Mau jam berapa?"

"Sopir? Kenapa?" Fahira memindahkan ponselnya dari telinga kanan ke telinga kiri, sedangkan tangan kanannya masih sibuk menyimpan botol berisi air mineral kedalam tas kecil Sienna.

"Cie ... segitu maunya kamu di jemput aku. Aku gak bisa antar-jemput kamu lima hari ke depan, karena ada kerjaan di London. Ini juga udah di bandara nunggu boarding. Selama lima hari nanti kamu di antar-jemput sama sopir aku, ya?"

Semenjak kejadian sepulang dari pesta ulang tahun HTF, Fabian memang jadi se-over protective ini. Fahira terkadang bukannya bahagia jika Fabian se-over ini tapi merasa risih dengan sikap Fabian yang sedikit-sedikit menanyakan sedang dimana atau sama siapa, jika bepergian tanpa dirinya. Fabian bukan suami Fahira, tapi setiap apapun yang Fahira lakukan di luar rumah harus atas izin Fabian.

"Gak usah kirim sopir kamu kesini, Fabian. Aku bisa sendiri kok, lagian udah lumayan lama aku gak nyetir sendiri. Jadi, hitung-hitung sambil olahraga biar tangan aku gak kaku," kilah Fahira. Entah mengapa ia menjadi lebih bersemangat setelah tahu Fabian tidak bisa mengantarnya hari ini.

"Ya udah kalau gitu aku kirim John ya."

"John?"

"Iya John, private bodyguard aku yang badannya kekar itu loh. Kamu kan pernah lihat dia. John gak akan ganggu kamu kok, Fa. Dia cuma jagain kamu di radius lima meter dari tempat kamu nanti. Kamu juga bisa minta lebih jauh lagi, sepuluh meter misal, asalkan kamu ada dalam pengawasan dia. Mau ya?"

"Gak usah ... tenang aja, Fabian. Aku sama Emy kok." Fahira masih terus meyakinkan Fabian. Ia tidak ingin rasa semangatnya hilang karena Fabian mengirim John untuknya. Sudah cukup Fahira merasa ruang lingkupnya terbatasi karena hadirnya Fabian yang selama dua minggu ini mengekorinya kemanapun.

"John orang baik kok, Fa. Ayolah, mau ya? Jangan bikin aku khawatir, Fahira."

"Kamu tenang aja, aku cukup pintar bela diri. Kemarin aja aku latihan boxing."

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now