Dua Puluh Sembilan

1.3K 165 17
                                    

Assalamu'alaikum teman-teman💕 apa kabar? Semoga sehat selalu yaa dan selalu dalam lindungan Allah, Aamiin ....

Satu bulan lebih aku gak update cerita ini 😭 mohon maaf yaaa ... aku baru selesai UTS minggu kemarin, minggu ini pun tugas-tugas masih buanyak. Kalaupun ada waktu, biasanya aku pake untuk tidur :( karena selalu tidur diatas jam 12 dan maklum yaa aku kaum rebahan (maaf jadi curhat). Tapi aku selalu pengen meluangkan waktu untuk melepas penat lewat menulis yang memang hobi aku, tapi rasanya membagi waktu dan menghilangkan malas itu sesulit ini yaa man-teman. Sekali lagi maaf yaa :( dan makasih banyak sudah mau menunggu dan menemani aku sampai sekarang😢 pokoknya Ich liebe euch alle💛💛💛

Yuk ah langsung aja mulaiii ... eh jangan lupa untuk baca lagi part sebelumnya yaa. Terima kasih💛

Mohon tandai kalau ada typo.

Happy Reading, Dear!♡

-D u a P u l u h S e m b i l a n-

🍁🍁🍁

Otak manusia memiliki kapasitas memori setidaknya 1 pentabyte atau setara dengan 10 juta gigabyte.
Dan kau pasti tahu, seberapa banyak kejadian yang sudah kulewati terekam disana. Namun, mengapa sulit bagiku untuk mengingat satu nama saja?

🍁🍁🍁

"Mommy kira kamu lupa jalan pulang, Zayn. Atau lupa sama mommy dan daddy karena udah punya seseorang disana?" sindir Elin pada anak semata wayangnya yang jarang sekali pulang kerumah.

Hari ini saja Adam menyempatkan waktunya untuk pulang hanya karena Profesor Tommy yang berhalangan untuk bertemu.

"Mommy kamu tuh sampai nyuruh Daddy untuk menjenguk kamu kesana. Dia khawatir kamu kenapa-napa katanya. Daddy bilang gak usah khawatir, eh Mommy malah ngomel-ngomel bilang Daddy gak sayang kamu," tambah Alaric. Laki-laki berdarah asli Jerman itu mempergakan bagaimana istrinya mengomel padanya kala itu. Tentu saja dengan ekspresi yang dibuat-buat hingga Elin mendelik tak suka.

"Das ist eine Lüge, Zayn. Hör nicht auf deinen Daddy. Mama war noch nie so übertrieben.  [Bohong, Zayn. Jangan dengarkan Daddy kamu. Mommy gak pernah selebay itu]," cibir Elin sambil menarik lengan Adam untuk menjauh dari hadapan Alaric.

"Das stimmt, Zayn. Papa hat nie gelogen [itu benar, Zayn. Daddy tidak pernah berbohong untuk masalah ini]." Alaric masih tak terima rupanya, meskipun Elin terus mendelik ke arahnya.

"Ja, ich glaube, Dad. [Iya aku percaya, Dad]," jawab Adam seraya terkekeh dengan Alaric.

"Mommy tidak membesarkan kamu untuk memihak sama Daddy kamu, Zayn." Lagi-lagi Elin mendelik kesal, sebab merasa kalah dari anak dan suaminya itu.

Adam tertawa lalu memeluk Elin yang terlihat berusaha melepaskan diri dari pelukkannya, hal inilah yang membuat ia merindukan suasana rumah jika sedang sibuk bekerja. Tapi bodohnya, ia nyaris tak memiliki waktu untuk kedua orang tuanya itu.

Kebiasaan Adam jika pulang kerumah yaitu menghabiskan malam dengan ayahnya. Alaric adalah adalah ayah sekaligus teman untuk Adam. Ia akan menceritakan segalanya pada ayahnya itu termasuk ketika ia pertama kali jatuh cinta dulu. Alaric selalu siap dengan berbagai nasihat dan saran yang bijak yang selalu Adam tanamkan dalam hatinya.

Seperti malam ini, Alaric mengajak Adam untuk mengobrol ringan di gazebo samping rumah yang menghadap langsung ke kolam renang. Sudah lama ia tidak berbincang dengan putranya itu.

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now