Tujuh

2.4K 271 51
                                    

-T u j u h-

🍁🍁🍁

Sudah terlalu lama kalbu ini kubiarkan tertutup dan sepi.
Mungkinkah saatnya kubiarkan terbuka?

🍁🍁🍁

"Fa, sorry ya gue gak bisa ikut nemenin lo milih kain. Ibunya Mas Yoga sakit, jadi gue harus jenguk beliau ke Berlin," ujar Emy saat menelepon Fahira siang ini.

Fahira mendesah, sedikit tidak ikhlas membiarkan Emy harus berangkat menjenguk calon mertuanya di Berlin. Karena itu artinya, Fahira harus berangkat sendiri ke kantor Fabian seperti yang sudah disepakati beberapa hari yang lalu.

"Oke, gak papa."

"Gak usah khawatir. Pak Fabian mau jemput lo kok. Gue udah bilang kemarin."

Fahira langsung berdiri dari tempat duduknya saat mendengar pernyataan Emy.

"My, gue dikampus. Mana mungkin dia tahu," keluh Fahira.

"Dia tahu, Fahira. Pak Fabian udah lama di Frankfurt, mana mungkin gak tahu kampus MUFAM."

Fahira berdecak kesal. "Gak enak lah, My. Masa pelanggan yang jemput? Bilangin gak usah, gue berani kok sendirian kesana."

"Telat, Pak Fabian udah mau sampai loh. Jangan kemana-mana, tungguin dia!" Peringat Emy sambil mengakhiri sambungan telepon tanpa menunggu jawaban Fahira.

Fahira menghela nafas. Baiklah, kali ini saja ia menuruti keinginan sahabatnya.

Tak lama setelah Emy menutup telepon, ponsel Fahira kembali berdering. Menampilkan nomor yang belum tersimpan dalam kontaknya.

"Halo," ujar Fahira setelah beberapa saat diam menatap layar ponsel.

"Halo, ini dengan Fahira?" Tanya suara diujung sana.

"Iya, benar." Rasanya, Fahira tidak perlu bertanya siapa suara yang sedang menjadi lawan bicaranya.

"Saya Fabian. Emy sudah memberitahu kalau saya mau jemput kamu, kan?"

"Oh iya, sudah."

"Saya sudah didepan patung toga kampus MUFAM. Fahira disebelah mana?"

"Loh, saya juga sudah didepan patung toga. Pak Fabian sebelah mana?" Fahira menolehkan kepalanya kekiri dan kekanan mencari keberadaan Fabian.

Fabian terkekeh. "Tunggu, saya sudah melihat kamu," imbuhnya kemudian.

Fahira menyipitkan matanya ketika melihat Fabian tersenyum dikejauhan. Patung toga yang Fabian maksud adalah patung toga simbol kampus. Sedangkan Fahira berdiri didepan patung toga kecil didepan gedung fakultasnya.

Laki-laki berkemeja garis-garis yang dipadukan dengan celana bahan berwarna coklat sedang berjalan mendekat kearahnya.

"Maaf nunggu lama. Mobil saya diparkir disana, jalan sedikit gak papa, ya?"

Untuk beberapa saat Fahira hanya diam. Bahkan suara Fabian dari dekat, begitu mirip dengan laki-laki yang pernah mengisi singgasana hatinya. Benar kata Emy, Fabian seharusnya cukup untuk menutup luka lama.

Setelah mengiyakan ucapan Fabian, Fahira berjalan mengikuti langkah laki-laki itu. Entah kenapa Fahira merasa terlempar ke masa lalu, saat harus berjalan berdua dengan Fabian seperti ini.

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now